Jumat, 28 Desember 2012

Menjadi Pionir



Menjadi pionir memang membutuhkan pengorbanan, baik materi terlebih lagi pengorbanan batin. Berpisah dari keluarga, terpaksa tidur di kantor merupakan makanan sehari-hari. Belum lagi bila bertepatan dengan bulan puasa. Sedih rasanya harus buka puasa atau sahur sendirian dan membiasakan diri makan mie instant.

Begitulah kira-kira yang kami alami di saat membuka kantor baru. Dengan adanya keputusan menteri, kantor kami resmi berdiri. Kota dimana kantor kami berdiri adalah ibukota salah satu kabupaten di salah satu wilayah provinsi di Sulawesi. Nama kabupaten sendiri adalah nama pulau dimana kabupaten berada, yang bersebelahan dengan sebuah pulau tetangga.

Memang agak lucu, karena ada sebagian daerah di pulau tersebut yang masuk wilayah pulau tetangga, dan sebaliknya ada daerah di pulau tetangga yang masuk wilayah kabupaten di pulau tersebut. Untuk mencapai kota tersebut kita memerlukan waktu 2 – 3 jam dari ibukota propinsi dengan menggunakan kapal cepat. Kita juga dapat menempuh jalur laut selama 1,5 jam dari ibukota kabupaten tetangga, dimana sebelumnya kami berkantor disitu.

Posisi kota berada di pinggiran laut yang memanjang dari arah utara ke selatan. Di seberang laut, nampak gugusan pulau tetangga. Kondisi kota mirip kota-kota kecamatan di pulau jawa. Tidak banyak kendaraan yang lalu lalang.

Kantor kami terletak di daerah pinggiran kota, bersebelahan dengan hutan jati yang sudah mulai gundul akibat pencurian kayu. Areal hutan jati tersebut sudah dikapling-kapling masyarakat untuk dijadikan ladang atau tempat tinggal. Dalam 5 tahun mendatang, kemungkinan pohon-pohon jati akan menjadi barang langka di kota tersebut.

Dari pelabuhan kita bisa menyewa ojek selama 15 menit menuju kantor kami. Jalan kota berkelok-kelok, naik turun seperti di perbukitan. Jangan sekali-kali berjalan sendiri apabila baru pertama kali datang bila tidak ingin tersesat di jalanan. Anda akan bingung untuk mengingat jalan kembali ke tempat semula. Meski lebar namun jalanan relatif sepi. Maklum kota kecil.

Dipinggir-pinggir jalan dan di pekarangan rumah banyak tanaman hijau, yang menandakan tanah di kota tersebut relative subur. Dibutuhkan waktu agak lama untuk mengenal dan menghafal jalan-jalan di kota. Atau lebih baik kita tidak perlu malu-malu untuk bertanya. Masyarakat kota tersebut cukup ramah dan welcome dengan kedatangan orang asing meski orang di kota tersebut terkenal dengan istilah 'politik tinggi'. Berbagai kericuhan politik di wilayah propinsi tersebut dapat dipastikan karena ulah orang-orang dari kota/kabupaten tersebut.

Sepi dan sunyi adalah kesan pertama yang kita dapatkan ketika sampai di kantor baru kami. Selain karena di pinggiran kota, kendaraan yang lalu lalang juga jarang. Agak sulit mendapatkan kendaraan, paling-paling hanya ojek yang kadang-kadang lewat tanpa sengaja di depan kantor. Untunglah sebagian dari kami membawa kendaraan masing-masing.  Hal itu juga tidak lepas dari kesulitan, yaitu mengisi bahan bakar. Kami harus antri panjang atau kalau tidak mau antri, harus datang pagi-pagi karena hanya ada satu tempat pompa bensin. Tapi kadang, semua orang pikirannya sama, yaitu datang pagi-pagi. Akhirnya ya tetap antri juga.

Berkeliling mencari rumah adalah hal pertama yang kami lakukan ketika tiba di kota tersebut. Agak sulit mencari tempat tinggal. Apalagi ingin mendapatkan rumah yang sesuai dengan keinginan kita. Ada rumah yang bagus tapi mahal. Ada yang murah tapi belum layak huni. Belum adanya SK definitif juga membuat kami ragu-ragu untuk menentukan keputusan apakah menunggu dulu SK baru mengontrak rumah ataukah langsung mengontrak rumah selama 1 tahun kedepan. Akhirnya kami memutuskan untuk sewa/kos satu bulan sambil menunggu SK definitif.

Kantor kami yang masih meminjam dari pemda, cukup bagus, tertata rapi dengan beberapa ruangan yang bersekat-sekat. Posisinya memanjang menghadap kearah utara. Bagian depan dan kiri kantor adalah jalanan umum. Di sebelah barat, hutan jati yang tadi disebutkan. Ada dua ruangan ber-AC yaitu ruang komputer dan ruang kepala kantor. Kamar mandi/WC ada dua, ruangan dapur dan juga gudang. Halaman yang cukup lebar terletak di bagian depan dan kiri. Belum ada tempat parkir kendaraan. Ada banyak tanaman bunga di pinggir teras. Pintu masuk ada di bagian depan dan bagian kiri. Meja, kursi, semuanya tertata rapi. Pokoknya sudah siap untuk menjadi kantor baru kami.

Hole…hole… hole… kami korps….., begitulah lagu yang akan sebentar lagi terdengar di langit kota. Sebenarnya bisa saja kami tinggal di kantor selama masih berstatus sebagai pegawai yang diperkerjakan/detasir. Namun kebutuhan air-lah yang membuat kami putus asa. Dua hari sekali air baru mengalir dari PDAM. Dan itu pun kecil mengalirnya, mungkin karena tempatnya yang agak tinggi dibanding wilayah yang lain. Belum lagi jumlah kami yang tidak sedikit. Bak mandi yang relatif kecil tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kami. Dua hari pertama cukup untuk dijadikan bahan pertimbangan. Diputuskan sebagian ada yang tinggal di kantor dan ada yang menginap di hotel. Benar-benar merupakan masa-masa sulit yang harus kami hadapi dengan lapang dada dan penuh kesabaran, apalagi dalam kondisi sedang puasa ramadhan. Akhirnya setelah mendapatkan informasi dari sana-sini kami mendapatkan tempat tinggal kos-kosan masing-masing.

Pagi hari masuk kantor, datang absen, duduk sebentar, kemudian mondar-mandir dari satu ruangan ke ruangan lain mencari teman untuk diajak ngobrol. Atau paling-paling main game di komputer atau main domino atau main catur atau duduk termenung sambil terus meratapi keadaan. Jenuh, bosan semakin terus menggelayuti diri kami. Ditambah lagi rasa kangen dengan keluarga membuat kami seolah-olah terus menghitung waktu menunggu datangnya hari libur kerja. Kondisi tersebut menambah kami makin putus asa. Kami tak lebih, datang jaga kantor.

Bagai katak dalam tempurung. Itulah yang kami alami. Tidak ada musik, tidak ada berita apalagi hiburan yang menentramkan batin. Ada CD-ROM tapi tidak ada speaker. Kalau nekat memutar film mungkin seperti film charli caplin, film bisu tanpa suara. Semuanya sunyi sepi, menumbuhkan kerinduan kepada keluarga. Belum ada pekerjaan yang datang. Surat-surat pun hanya ada satu atau dua. Itu pun cukup dikerjakan oleh satu orang dan hanya membutuhkan waktu paling lama lima menit.

Jam empat sore kami pulang kantor. Namun masih dengan pertanyaan apa yang akan kami kerjakan di rumah kos. Tidak ada keluarga. Mau masak, tidak ada alat masak. Akhirnya hanya jalan-jalan keluar sambil menunggu saat buka puasa. Bila tiba waktu buka, kami masuk warung makan. Malamnya pergi ke mesjid untuk sholat isya dan tarawih. Pulang dari mesjid, mengobrol sebentar kemudian langsung tidur sampai akhirnya bangun makan sahur.

Kami sadar tidak ada gunanya terus mengeluh. Mengeluh tidak membuat semuanya menjadi lebih baik. Ada yang harus kami lakukan. Kami memang harus berubah. Kami harus pindah dari tempat yang telah memberikan kebahagiaan ke tempat yang harus pula membuat kita bahagia. Kita sendiri yang bisa merubah kondisi buruk menjadi lebih baik. Kami harus cepat menyadari bahwa semuanya sudah menjadi jalan hidup dan pilihan kami. Mungkin kita ditempatkan di tempat yang belum kita senangi. Kita harus berusaha menyenangi dan mendapatkan kebahagiaan yang sama bahkan lebih dari tempat yang lama.

Harus dimaklumi jika kami belum siap dengan keadaan kami. Itu mungkin karena kami tidak terbiasa dengan kondisi yang memprihatinkan. Kami terbiasa hidup di kota besar, berkecukupan dan bahagia bersama keluarga. Namun kita juga harus menyadari bahwa kebahagiaan itu bisa berpindah tempat, tergantung bagaimana kita bersikap dan menciptakannya kembali di tempat baru.

Percaya atau tidak, itulah keadaan kami. Hanya ada satu keyakinan bahwa kebahagiaan pasti dapat kami raih kembali. Dan kebahagiaan di tempat itu mungkin tidak akan berlangsung lama. Selanjutnya, mungkin kami akan berpindah tempat yang tidak kami ketahui sebelumnya. Akan ada pengganti kami disini. Dan hal itu akan terus berulang. Begitulah hidup, kita harus mau berubah. Tidak ada yang abadi, kecuali perubahan itu sendiri.

(Tulisan saya diatas pernah dimuat di majalah Anggaran Edisi no.78 tahun 2002, hal 50 – 51, saya tulis kembali dengan beberapa editing)

Rabu, 26 Desember 2012

Cerpen : Laki-Laki Itu



(Sepotong Cerita Di Solo Balapan)

-Pada rentang waktu di tahun 1997-,

Semburat merah kedua pipinya tak bisa ia sembunyikan ketika mata lelaki di depannya dengan tajam menatap matanya. Buru-buru ia tundukkan kepalanya karena tak kuasa melihat mata penuh kerinduan itu. Jantungnya berpacu dengan cepat. Senang, bahagia, malu, takut bercampur jadi satu ia rasakan saat itu. Pria itu kemudian menyapanya dengan lembut. “Sudah lama nunggunya ?”. Suara itu bergetar. “Ah ndak, kira-kira ¼ jam”. Suaranya juga bergetar. Tak pernah ia seperti itu, kenapa ? “Saya ke kamar mandi dulu, tolong titip tasnya.” Ia hanya mengangguk, tidak berani berucap. Ia perhatikan pria tinggi itu pergi ke kamar mandi. Sepertinya masih seperti dulu, tinggi, kurus dan sederhana. Senyumnya juga masih mahal dan pertemuan tadi pun juga tanpa ada senyuman.

Ia buka album wisuda yang ada diatas tas pria itu. Ia perhatikan foto-foto didalamnya, namun pikirannya melintas kembali ke masa SMA. Ia tahu persis siapa lelaki ini. Dia pintar dan juara di sekolahnya. Ia juga hebat karena setamat SMA, ia diterima kuliah di beberapa PTN/Sekolah kedinasan. Namun rupanya ia pilih kuliah ikatan dinas di Jakarta.

Jantungnya kembali berdebar-debar. “Seriuskah, laki-laki ini? ia kembali teringat kata-kata pria itu dalam surat yang dikirimnya seminggu lalu. Tapi ia belum menemukan kata-kata cinta di dalamnya. Ia hanya merasakan ada perhatian di dalamnya. Nafasnya ia tarik dalam-dalam.

Ia kaget karena tiba-tiba pria itu sudah ada disampingnya. “Melamun, ya ?”. Pria itu tersenyum kepadanya. Ia hanya gelengkan kepala sambil pula tersenyum. “Mari ke tempatku dulu” katanya. Ia pun bergegas menuju tempat parkir diikuti pria tinggi kurus yang kadang hadir dalam mimpinya.

Sepanjang perjalanan ia tak banyak bicara. Tidak tahu kenapa, padahal biasanya ia sangatlah cerewet dan banyak cerita. Ia hanya ngasih komando, belok kiri, kanan atau nyebrang jalan.  Tak pernah ia membayang dirinya bisa begitu dekat dengan pria itu. Tapi lagi-lagi seberkas keraguan selalu saja lewat, membuat jantungnya berdesir.

Tibalah mereka di tempat kost dan ia persilakan laki-laki itu masuk dan duduk di ruang tamu. Sebentar kemudian ia masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian. Mereka telah sepakat akan pulang bersama ke kota kampung halaman pagi itu.

Kembali ia menarik nafas dalam-dalam, ia perhatikan foto laki-laki itu bersama gerombolan teman-temannya, yang ia pajang diatas meja. Ia mendapatkan foto itu dari seorang teman SMA-nya dulu. Foto yang senantiasa menghantuinya tapi juga ikut menjaga dirinya untuk tetap menyimpan rasa kepada pria itu. Padahal banyak teman prianya yang naksir dirinya. Bahkan kemarin ada yang mengirim bunga untuk dirinya, belum lagi si fulan yang selalu mengejar-ngejar dirinya. Tapi bagi dirinya cinta bukanlah hal yang bisa ia paksakan untuk diterima. Bayangan wajah pria itu selalu saja melekat di dinding-dinding kamarnya setiap ia akan beranjak tidur.

Sudah tiga tahun ia berpisah selepas SMA dan jarang bertemu dengan laki-laki yang sekarang ada di luar kamarnya. Ia dan laki-laki itu hanya bisa berkomunikasi lewat surat dan itu pun kadang-kadang terputus dan untuk kemudian sambung kembali. Ada sebuah keyakinan bahwa laki-laki itu juga menyimpan perasaan yang sama dengan dirinya. Ia sangat yakin sekali karena di setiap suratnya selalu saja yang terbaca adalah sebuah perhatian melebihi seorang teman, meski ia selalu menyebut dirinya sobat. Ia pun juga rindu dengan surat-surat yang dikirim kepadanya. Hanya surat-surat itu yang selama ini bisa mengobati kerinduan hatinya.

Kadangkala ia tidak bisa mengerti dengan laki-laki itu, apa sebenarnya yang ia mau dari hubungan yang mereka jalin lewat surat-surat. Sebab, dalam surat-suratnya laki-laki itu selalu memasang umpan dan menyalakan api untuk menjerat dan membakar hatinya. Selanjutnya hanya mengambang di awang-awang tanpa ada sebuah kepastian.

Dan kepastian itulah yang selalu ia nantikan. Laki-laki itu telah membuat janji untuk bertemu dan memintanya menunggu di Stasiun Solo Balapan. Begitulah yang terjadi pada dirinya hari itu. Sebuah hari indah yang mungkin tidak bisa ia lupakan sampai kapan pun. 

Maka selanjutnya adalah sebuah lakon manis yang ia jalani dengan suka cita dan begitu melegakan hati. Ia duduk disamping laki-laki itu dan dapat berbicara banyak tentang dirinya di sepanjang perjalanan diatas bus jurusan Surabaya. Rasanya waktu berjalan begitu cepat dan tak terasa mereka telah sampai di kota kampung halaman mereka. Sebuah kado ia terima dari laki-laki itu dan untuk kemudian mereka berpisah untuk pergi ke rumah masing-masing.

Kamis, 20 Desember 2012

MENTAL "ECEK-ECEK"


"Saya ditempatkan di Rumah Tangga". Itulah bunyi sms-ku untuk menjawab sms temandi seberang sana. Seperti yang telah saya duga sebelumnya bahwa di tempat baru saya pasti ditaruh di bagian umum. Tak ada rasa kecewa maupun senang, biasa saja! Saya sudah bisa membayangkan suka dukanya di bagian Rumah Tangga. Saya enjoy saja, bahkan kalimatku sebelum ini harus saya ralat menjadi tak ada dukanya di rumah tangga. Mengapa? Karena tak ada pekerjaan yang mendesak, bahkan tidak banyak pekerjaan alias banyak waktu luang yang bisa dimanfaatkan. Salah satunya duduk di depan komputer untuk menulis.

Maka, melalui tulisan saya mencoba untuk menuangkan uneg-uneg tentang kerumahtanggaan dan mungkin malah ngelantur kemana-mana. Saya membayangkan begini : Pada suatu saat, entah tahun berapa, Pemerintah menghendaki suatu laporan tentang inventaris kekayaan negara pada masing-masing instansi, berapa luas tanah, nilai bangunan, nilai semua perabotannya dsb. Bagaimana mungkin data ini bisa muncul jika kerumahtanggaan ancur-ancuran alias mawut. Coba saja Anda bertanya ke sebuah instansi berapa nilai kekayaan yang dimilikinya. Pasti mereka bingung untuk menjawabnya karena mereka tidak pernah punya data tentang itu. Disinilah peran penting kerumahtanggaan dibutuhkan untuk melakukan pendataan. Jadi tugas utama yang harus dilakukan adalah pendataan.

Saya pikir, data inventaris kekayaan masing-masing instansi menjadi salah satu syarat utama sebuah pemerintahan yang bersih. Pemerintahan yang bersih salah satu cirinya adalah efisiensi dengan tidak melakukan pemborosan anggaran negara. Saya membayangkan para penyusun anggaran belanja rutin tiap instansi memegang data tentang barang inventaris kantor tersebut, sehingga ia dapat merencanakan berapa jumlah dana yang diperlukan untuk melakukan pemeliharaan maupun untuk menambah barang inventaris kantor tersebut. Anda mungkin masih bingung..... Saya lanjutkan.....

Saya mulai dengan membuat asumsi sebuah kantor sederhana. Kita sebut saja Kantor Pelayanan, terserah mau melayani apa..... (pokoke pelayanan lah...). Kantor ini berdiri diatas tanah seluas 1.000 meter persegi. Kantor ini memiliki 1 mobil dinas dan 1 motor dinas dengan perolehan tahun 2000. Di dalam kantor terpasang 8 AC dan 30 titik lampu. Inventaris lainnya yaitu 1 buah TV 20" merk Panasonic, 4 unit komputer multimedia lengkap dengan printer untuk masing-masing komputer, 10 buah lemari arsip, 10 filling cabinet, 30 meja, 40 kursi dst ..... (saya jadi bingung untuk menuliskan lengkap, karena terlalu banyak). Tapi maksud saya begini dengan data-data diatas dapat kita rencanakan berapa anggaran belanja untuk biaya perawatannya, barang apa lagi yang perlu kita beli, berapa sebenarnya kebutuhan kertas dalam satu tahunnya dan sebagainya.

Sudah lama saya curiga dengan usulan anggaran belanja rutin masing-masing kantor. Saya mensinyalir adanya pembengkakan dalam usulan tersebut. Ada anggapan bahwa namanya minta, mintalah yang banyak. Karena sudah menjadi tradisi setiap usulan anggaran pasti akan dipangkas. Jadi kalau minta sedikit dan tetap akan dipangkas maka yang kita dapat menjadi lebih sedikit lagi.

Kembali ke masalah kerumahtanggaan, ada pertanyaan yang cukup mengganggu pikiran saya yaitu maukah kita serius dengan data rumah tangga ini ....? Sampai disini saya mulai ragu sendiri, saya juga mulai malas untuk meneruskan tulisan ini. Mengapa? pada saat menulis saya teringat dengan mentalitas pegawai kita. Saya kaget setengah berdiri menyaksikan ternyata masih ada beberapa pegawai bermentalitas "kuno". Saya sulit mencari istilah yang tepat untuk mengikhtisar sebuah sikap yang senang mempersulit diri dan orang lain dengan alasan sebuah aturan, yang menurut kita sudah kadaluwarsa dan tidak lagi relevan dengan jaman yang semua orang serba ingin cepat, tetapi sikap mempersulit ini berubah seketika setelah melihat ada angpao. Jadi saya pakai saja istilah "kuno" karena saya kira bukan lagi jamannya. Ada lagi sikap "mata duitan". Sikap ini memposisikan diri dengan melihat bahwa apa yang kita kerjakan harus ada imbalan untuk diri kita, meski sebenarnya kita bekerja telah mendapat gaji dan tunjangan setiap bulannya. Sikap "mata duitan" ini memang agak kurang ajar, bukan agak lagi, tapi memang sudah kurang ajar. Saya kira, sikap inilah yang melahirkan pungli dan suap di dalam birokrasi kita.

Dan inilah sikap yang paling parah yang cukup menghambat kerja kerumahtanggaan dan kerja lainnya, yaitu sikap "tidak serius". Sikap ini merupakan akibat dari sikap "mata duitan". Karena merasa di dalam pekerjaan itu tak ada duitnya maka ia menjadi tidak serius dalam bekerja. Bukan lagi tidak serius tetapi malas dan bosan. Selain sebab itu, sikap "tidak serius" juga ditimbulkan oleh sebuah sistem yang membagi pekerjaan dalam satu kantor antara bagian yang "basah" dan "kering", antara yang banyak anggaran dan minim anggaran. Jika kita dalam satu Kantor dimana kita ditempatkan dalam bagian yang kering, maka dapat dipastikan jika kita bermental "ecek-ecek" pasti kita akan malas bekerja. Tubuh kita menjadi kurus, pikiran kusut dan hawanya iri, dengki dengan teman-teman ditempat yang gemuk dananya.

Apakah kemudian kita menyalahkan teman-teman kita yang bermental "ecek-ecek" ini. Saya kira kurang bijaksana menyalahkan mereka karena mereka bermental "ecek-ecek" bukan kehendak mereka tetapi terbentuk oleh sistem kerja yang membagi antara yang gemuk dan kurus antara yang basah dan kering. Sudahlah kita tidak perlu berpolemik. Saya tahu pendapat saya tidak sepenuhnya benar, tetapi paling tidak masih ada benarnya. Biarlah masalah mental pegawai ini, kita serahkan pada proses reformasi birokrasi. (Ditulis pada suatu ketika di tahun 2004)

Budaya Menanam Pohon

Memiliki lingkungan yang sehat, hijau dan asri adalah dambaan kita. Setelah hutan di Pulau Jawa nyaris habis dan begitu pula dengan hutan di Pulau Sumatera dan Kalimantan, kita baru menyadari akan pentingnya kelestarian lingkungan. Beberapa kali banjir bandang yang telah terjadi membawa hikmah bagi kita akan perlunya keseimbangan lingkungan. Begitu pula dengan musim kemarau panjang yang kerap kita alami sehingga di beberapa daerah mengalami krisis air bersih adalah pelajaran bagi kita akan pentingnya menjaga persediaan air tanah dan mata air.

Saya kira kita semua telah menyadari akan pentingnya lingkungan yang berkelanjutan, karena memang lingkungan tempat kita hidup sekarang bukanlah semata-mata akan kita nikmati saat ini, tetapi merupakan titipan dari anak cucu kita. Pikiran bahwa dengan menebangi hutan untuk membiayai hidup keluarga tanpa berpikir bahwa kelak anak cucu kita juga berhak menikmatinya adalah sebuah pemikiran yang salah. Saya kira pemerintah telah menyadari dan beberapa tahun terakhir telah muncul gerakan atau kegiatan untuk kembali menanam hutan. Namun gerakan ini baru terlihat hangat-hangat tahi ayam. Ada hal yang lebih penting dari sekedar slogan atau iklan-iklan di media massa yaitu aksi nyata.

Saya tinggal di Sragen, sebuah kota kecil di bagian paling timur Provinsi Jawa Tengah. Dengan lingkungan yang bersih dan masih banyak pepohonan di pinggir-pinggir jalan, jadilah nama Sragen diimbuhi dengan pelengkap Asri menjadi Sragen Asri. Maka tidak heran, kota Sragen menerima Adipura.

Sebelum di Sragen, saya pernah bertugas di Kota Jati di wilayah Sulawesi. Ada dua hal yang sering membuat saya selalu teringat akan Kota Jati. Pertama, setiap saya membaca koran atau menonton berita di TV mengenai penebangan hutan dan kedua, ketika saya melintasi hutan di wilayah Ngawi setiap saya pulang ke rumah orang tua saya di daerah Jawa Timur. Mengapa? alasannya adalah seperti yang pernah saya tulis dalam ''Habis Jati Terbitlah Bencana''.

Pada saat musim kemarau, beberapa daerah di Pulau Jawa seringkali mengalami kekeringan. Beberapa sungai dan bendungan juga kering. Salah satu penyebabnya adalah hutan di dekat hulu sungai telah habis dibabat manusia. Begitu pula dengan nasib air tanah yang mulai mengering. Contohnya di daerah saya sendiri. Karena banyak petani yang memakai mesin disel untuk menyedot air tanah untuk pengairan, telah berakibat keringnya sumur-sumur warga. Tetapi ini pun juga merupakan salah satu imbas dari penebangan hutan dan menipisnya areal hutan. Belum lagi jika musim hujan tiba. Yang terjadi bukan berkah yang kita peroleh, tetapi bencana banjir yang kita alami sebagai akibat ulah kita sendiri.

Solusi utama dari semua permasalahan lingkungan adalah menanami kembali hutan yang telah gundul termasuk lingkungan sekitar kita. Kita tak perlu lagi berdebat panjang akan pentingnya penanaman pohon. Telah nyata bahwa pepohonan telah membawa dampak positif bagi lingkungan kita, antara lain mencegah erosi, menyimpan persediaan air tanah, mencegah polusi udara dan masih banyak lagi manfaat lainnya. Ini semua harus sejak sekarang kita propagandakan kepada masyarakat.

Saya teringat ketika masa-masa SD, SMP dulu. Ketika tiba musim hujan kami diperintahkan guru kami untuk membawa biji-biji tanaman. Tanaman apa saja dari biji mangga, lamtoro, turi dsb. Setelah terkumpul kami melakukan kerja bakti menanam biji-biji tanama di lingkungan sekolah dan di pinggir-pinggir jalan di daerah kami.

Hikmah yang saya petik dari kegiatan menanam pohon ketika saya SD dan SPM seperti diatas adalah kesadaran dalam diri saya untuk melakukan hal serupa hingga kini. Kesadaran yang kemudian berekmbang menjadi budaya merupakan kunci dari solusi permasalahan lingkungan. Penanaman kebiasan hidup sehat, peduli lingkungan dan gemar menanam pohon dari sejak dini adalah hal yang harus kita lakukan sekarang. Kita harus segera memasukkan budaya menanam pohon ini dalam kurikulum sekolah baik kurikulum SD, SMP maupun SMA.

Memang, jika kita berpikir untuk saat sekarang, rasanya agak terlambat karena kerusakan-kerusakan hutan telah demikian parah. Saya rasa tindakan tegas pemerintah harus dilakukan untuk menghentikan penebangan hutan. Dan kemudian kita mulai kembali dari awal untuk menata hutan kita. Mumpung saat ini pemerintah telah mencanangkan gerakan menanam 1 milyar pohon. Saya kira ini juga menjadi momen yang tepat bagi penegakan hukum khususnya terhadap penebang liar.

Saya kira pemerintah juga dapat membuat gerakan menanam pohon yang dipelopori oleh para PNS dan guru. Saya membayangkan jika semua kantor pemerintah diberi kewajiban untuk menanam pohon di lingkungan  kantor dan sekitarnya, kemudian merawat dan menjaganya, saya kira ini adalah hal yang luar biasa. Belum lagi ditambah dengan sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi yang menggerakkan murid dan mahasiswanya untuk menanam pohon di lingkungannya.

Saya kira kampanye dan gerakan menanam pohon harus terus didengungkan agar segera terwujud lingkungan yang lebih nyaman, asri atau paling tidak hasilnya akan dinikmati oleh anak cucu kita. Janganlah kita biarkan anak cucu kita hidup menderita hanya karena kita tidak sadar akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Janganlah kemudian kita menjadi keledai yang selalu mengulangi kesalahannya. Sudah banyak bencana yang kita alami akibat kerusakan lingkungan yang notabene semuanya karena ulah kita juga. Untuk itu, mari kita menanam pohon sekarang juga....!!!

Rabu, 19 Desember 2012

Umpan Balik Pelaksanaan Tugas Pada Unit Layanan SDM



Keberhasilan unit layanan SDM dalam pelaksanaan tugas-tugas pengelolaan administrasi dan tata usaha kepegawaian, dapat dinilai dari jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dibawah ini. Saya kira daftar pertanyaan dibawah ini juga dapat digunakan untuk melakukan pembinaan unit kerja vertikal pada setiap kementerian/lembaga.

Penataan Dosir

  1. Apakah Dosir dikemas dalam ordner dengan warna & tampilan yang seragam ?
  2. Apakah Ordner ditempelkan foto pegawai dan diberi label dengan data: nama pegawai, NIP,  tanggal lahir, tmt. CPNS dan tanggal pensiun ?
  3. Apakah dosir ditempatkan dalam suatu lemari tersendiri ?
  4. Apakah isi dosir lengkap sesuai ceklis dokumen utama yang telah ditentukan ?

DP3

  1. Apakah ukuran kertas yang dipergunakan adalah ukuran kertas standar DP3?
  2. Apakah tanggal penilaian DP3 tahun 20X1 (tanggal dibuat oleh pejabat penilai) adalah tanggal 31 Desember 20X1 tanpa dibatasi jam kerja atau hari libur. Sedangkan tanggal diterima pegawai yang dinilai dan atasan pejabat penilai adalah setelah 31 Desember 20X1 (atau tanggal 31 Desember bagi atasan pejabat penilai yang pensiun 1 Januari)?
  3. Apakah setiap unsur penilaian selalu dinilai dengan angka bulat dan hasil penilaian pejabat penilai selalu angka bulat. Sehingga apabila setelah dirata-rata dalam penilaian unsur yang dinilai diperoleh angka pecahan < 0,50 (lebih kecil atau sama dengan 0,50) maka dibulatkan ke bawah dan apabila mendapatkan angka pecahan >0,50 (lebih besar dari 0,50) maka dibulatkan keatas?
  4. Apakah DP3 meliputi lembar luar dan lembar dalam?
  5. Apakah data DP3 masing-masing pegawai telah diinput ke dalam database kepegawaian kementerian/lembaga?

Cuti Tahunan

  1. Apakah Cuti tahunan diberikan dengan jumlah paling sedikit 3 (tiga) hari kerja (kecuali yang digabung cuti bersama atau sisa cutinya memang kurang dari 3 hari)?
  2. Apakah masing-masing pegawai telah dibuatkan kartu cuti?
  3. Apakah Permohonan cuti yang akan dijalankan di dalam negeri dan sudah mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang memberikan cuti, sudah disampaikan kepada pejabat yang berwenang menetapkan surat izin cuti paling lama 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal pelaksanaan cuti?
  4. Apakah pemberian cuti sudah sesuai dengan perhitungan sisa cuti tahun lalu dan hak cuti tahun bersangkutan?
  5. Jika terdapat pegawai yang mengalami mutasi unit kerja, apakah kartu cuti pegawai tersebut telah dicek perhitungan sisa cutinya dengan baik, digaris dan ditandatangani oleh pejabat pengelola kepegawaian dan selanjutnya dikirimkan bersama Dosir Jalan pegawai tersebut?
  6. Apakah ada manipulasi sisa cuti pegawai?

Izin Keluar Negeri

  1. Apakah setiap pegawai telah jauh-jauh hari merencanakan dengan baik, perjalanan haji atau perjalanan umroh atau perjalanan rohaninya?
  2. Apakah setiap Pegawai dan isteri/suaminya yang melakukan perjalanan ke luar negeri tidak dalam rangka dinas telah mendapatkan izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang?
  3. Apakah permohonan izin keluar negeri sudah mencantumkan keperluan cuti, tanggal pelaksanaan dan jenis cuti yang digunakan (sesuai ketentuan mengenai cuti PNS yang berlaku) dengan format yg telah ditentukan?
  4. Apakah tanggal pengiriman permohonan izin keluar negeri untuk ibadah haji sudah sesuai ketentuan dan tidak melewati batas waktu yang ditetapkan pada tahun itu?
  5. Apakah permohonan izin keluar negeri dalam rangka ibadah haji menggunakan cuti besar dan tidak menggunakan cuti karena alasan penting?

SPMT, Pelantikan & SPMMJ

  1. Apakah pegawai yang dimutasi dan telah melapor/bekerja ditempat tugas yang baru sudah dibuatkan SPMT terhitung sejak tanggal pegawai tersebut melapor?
  2. Kapan tunjangan jabatan struktural dibayarkan, apakah dibayarkan terhitung mulai tanggal 1 bulan berikutnya setelah PNS yang bersangkutan dilantik (setelah tanggal 1 atau tanggal 2 (jika tanggal 1 libur)?
  3. Apakah setiap permulaan tahun anggaran, pejabat yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk, membuat Surat Pernyataan Masih Menduduki Jabatan (SPMMJ)?
  4. Apakah SPMMJ sudah disampaikan kepada PPABP masing-masing selambat-lambatnya minggu pertama bulan Januari tahun berkenaan dan tembusan disimpan dalam dosir pegawai ybs?

Penunjukan Plt dan Plh

  1. Apakah bila terjadi kekosongan jabatan, dilakukan penunjukan Pelaksana Tugas (Plt.) atau Pelaksana Harian (Plh.)? atau masih dengan sebutan lain?
  2. Apakah bila berhalangan sementara ditunjuk pejabat Pelaksana Harian (Plh.)?
  3. Apakah bila berhalangan tetap ditunjuk pejabat Pelaksana Tugas (Plt.)?
  4. Apakah pengangkatan sebagai Plt dan Plh ditetapkan dengan surat perintah?
  5. Apakah Cap stempel yang digunakan untuk menyertai tanda tangan pejabat yang bertindak sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) atau Pelaksana Harian (Plh.) adalah cap stempel instansi?
  6. Apakah Surat Perintah dibuat sesuai dengan tata naskah?

KP4

  1. Apakah setiap awal tahun anggaran seluruh pegawai negeri (termasuk calon pegawai) diwajibkan melaporkan susunan keluarganya untuk memperoleh tunjangan keluarga dengan mengisi formulir DA.01.04 (KP4)?
  2. Apakah seluruh anggota keluarga (anak) dimasukkan dalam formulir DA.01.04 (KP4) meskipun jumlah anak yang ditanggung hanya satu atau dua orang anak?
  3. Apakah Formulir DA.01.04 (KP4) disampaikan kepada Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) masing-masing selambat-lambatnya minggu pertama Januari tiap tahunnya dan tembusan disimpan dalam dosir pegawai ybs?
  4. Apakah pegawai yang mempunyai anak berusia 21 sampai 25 tahun dan masih mengikuti pendidikan serta masih dimintakan tunjangan anak, diwajibkan melampirkan surat keterangan dari sekolah/perguruan tinggi/kursus di tempat yang bersangkutan?

Satyalancana Karya Satya

  1. Apakah pegawai yang diusulkan untuk menerima tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya sudah memenuhi persyaratan?
  2. Apakah usulan calon penerima penghargaan diinisiasi dan diusulkan pihak atasan?
  3. Apakah unit yang berwenang melakukan seleksi administrasi terhadap daftar usulan di lingkungan kerjanya dalam hal kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan?
  4. Apakah dalam proses seleksi administratif, setiap satu usulan dimasukkan dalam satu map tersendiri dan diperiksa kelengkapannya menggunakan lembar pengawasan/check list?
  5. Apakah hasil seleksi administrasi di unit yang berwenang dibuatkan Daftar Calon Penerima yang disusun berdasarkan jenis tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya dan dikirimkan bersama-sama dengan surat pengusulan ke unit yang berwenang di Kantor Pusat Kementerian/Lembaga/Unit eselon I?
  6. Apakah penyampaian usulan Satyalancana Karya Satya untuk tahun bersangkutan tidak melewati batas waktu yang ditentukan?

LHKPN

  1. Apakah unit kerja memiliki data wajib LHKPN dan telah ditatausahakan dengan baik?
  2. Apakah unit kerja telah menyampaikan himbauan kepada Wajib LHKPN tentang kewajiban penyampaian LHKPN?
  3. Apakah Penyelenggara Negara (PN) di unit kerja yang wajib menyampaikan LHKPN sudah mengirimkan LHKPN ke KPK?
  4. Apakah PN yang selama 2 tahun menduduki jabatan yang sama; dan/atau yang baru mengalami promosi/mutasi; dan/atau pensiun, sudah menyampaikan LHKPN kepada KPK paling lambat 2 bulan setelah dilantik/pensiun?
  5. Apakah Formulir LHKPN yang digunakan sudah sesuai ketentuan?
  6. Apakah fotokopi Tanda Terima/Bukti Kirim penyampaian LHKPN (berupa resi kirim dari Kantor Pos, Tiki, KGP atau bentuk lainnya) telah disampaikan PN/Wajib LHKPN kepada unit kerja Kantor Pusat Kementerian/Lembaga/Unit eselon I yang bertugas melakukan monitoring LHKPN?
  7. Apakah Penyelenggara Negara/Wajib LHKPN yang telah menerima Tambahan Berita Negara (TBN) dari KPK, sudah menempelkan Poster TBN pada papan pengumuman resmi di lingkungan instansi masing-masing selama 30 hari berturut-turut?

Karpeg, Karis/Karsu, Kartu Taspen, Kartu Askes

  1. Apakah seluruh pegawai sudah memiliki Kartu Pegawai, Karis/Karsu, Kartu Taspen dan Kartu Askes?
  2. Apakah pimpinan kantor sudah menfasilitasi pembuatan Kartu Pegawai, Karis/Karsu, Kartu Taspen dan Kartu Askes?
  3. Apakah di dosir para pegawai sudah terarsip fotokopi Kartu Pegawai, Karis/Karsu, Kartu Taspen dan Kartu Askes?

Sumpah/Janji PNS

  1. Apakah setiap PNS sudah mengucapkan sumpah/janji PNS?
  2. Apakah unit kerja sudah melakukan pendataan para pegawai yang belum mengucapkan sumpah/janji PNS dan melaksanakan kegiatan pengambilan sumpah/janji PNS?
  3. Apakah unit kerja sudah melaporkan ke Unit Pengelola SDM Kementerian/Lembaga dengan lampiran nama-nama para pegawai yang diambil sumpah/janji PNS?
  4. Apakah para pegawai yang diambil sumpah sudah dibuatkan Berita Acara Pengambilan Sumpah dengan format sesuai ketentuan?

NPWP, SPT, LP2P

  1. Apakah semua pegawai sudah memiliki NPWP?
  2. Apakah semua pegawai sudah menyampaikan SPT tahunan?
  3. Apakah SPT disampaikan paling lambat tanggal 31 Maret?
  4. Apakah unit kerja telah menyampaikan himbauan kepada semua pegawai tentang kewajiban penyampaian SPT Tahunan?
  5. Apakah unit kerja telah menatausahakan bukti tanda terima SPT semua pegawai dengan baik?
  6. Apakah unit kerja memiliki data wajib LP2P (Laporan Pajak-Pajak Pribadi) dan telah ditatausahakan dengan baik?
  7. Apakah unit kerja telah menyampaikan himbauan kepada semua pegawai tentang kewajiban penyampaian LP2P?
  8. Apakah seluruh Pejabat Wajib LP2P pada unit kerja telah menyampaikan LP2P tahun berkenaan?
  9. Apakah penyampaian LP2P telah sesuai jadwal waktu yang telah ditentukan?