Rabu, 28 November 2012

DOSIR PEGAWAI



Bagi kementerian yang memiliki kantor wilayah dan unit kerja di daerah, tanggung jawab pengelolaan dan penyimpanan dosir pegawai adalah unit kerja yang bersangkutan, Kantor Wilayah dan Kantor Pusat. Satu orang pegawai memiliki 3 (tiga) dosir kepegawaian, yaitu : Dosir Jalan, Dosir Kanwil dan Dosir Induk di Kantor Pusat. Bagi pegawai Kanwil akan terdapat 2 dosir di Kanwil tersebut yaitu Dosir Jalan dan Dosir Kanwil, begitu juga bagi pegawai Kantor Pusat, selain dosir induk, akan ada 2 dosir yang perlu disimpan yaitu Dosir Jalan dan Dosir Kanwil.
Apabila pegawai mengalami mutasi, maka unit kerja lama harus mengirimkan Dosir Jalan pegawai tersebut ke unit kerja barunya. Apabila pegawai tersebut pindah dari satu unit kerja ke unit kerja lain (beda Kanwil), maka Kanwil asal mengirimkan Dosir Kanwil pegawai tersebut ke Kanwil barunya. Apabila pegawai dari unit kerja daerah mutasi ke Kantor Pusat, maka Dosir Jalan dan Dosir Kanwil dikirimkan ke Kantor Pusat. Untuk itu, baik di unit kerja Kantor Pusat maupun Kantor Wilayah agar disediakan dua tempat khusus yaitu satu tempat untuk Dosir Jalan dan satunya untuk Dosir Kanwil. Selanjutnya, apabila pegawai mengalami mutasi dari Kantor Pusat ke unit kerja daerah, maka Kantor Pusat mengirimkan Dosir Jalan ke unit kerja dan Dosir Kanwil ke Kanwil berkenaan.
Pengelola kepegawaian mempunyai tugas melakukan pengecekan dosir yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga keberadaan dan kelengkapan isi dosir selalu terbina sesuai dengan kegiatan mutasi kepegawaian yang bersangkutan, termasuk pengecekan sebelum dilakukan pengiriman dosir apabila pegawai tersebut mengalami mutasi unit kerja. Diusahakan dalam pengiriman dosir dengan sarana tercepat dan aman serta paling lambat 1 (satu) bulan sejak pegawai tersebut pindah, dosir sudah harus diterima di tempat baru.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah ketika terdapat pegawai yang mutasi, maka kartu cuti wajib disertakan setelah dilengkapi catatan tentang cuti pegawai ybs dan sisa cuti tertulis dengan jelas, kemudian digaris dan ditandatangani pejabat pengelola kepegawaian. Upaya-upaya pemutihan kartu cuti (penambahan sisa cuti, penghapusan catatan cuti, dsb) agar dihindari. Untuk itu diperlukan pengawasan terutama pengecekan oleh Kepala Kantor (pejabat pengelola kepegawaian), selain sebelum dikirim, kartu cuti dicopy terlebih dahulu dan diarsipkan di kantor lamanya.

DOSIR ELEKTRONIK
Selain itu itu, dalam rangka pembuatan dosir elektronik, masing-masing unit kerja agar melakukan proses scan terhadap semua dosir pegawai khususnya dokumen-dokumen kepegawaian sebagaimana diatas. File hasil scan dalam format Pdf diberi nama sesuai dokumennya dan disimpan dalam satu CD RW/flashdisk untuk masing-masing pegawai. Jika terdapat penambahan dokumen, maka dokumen di-scan dan disimpan dalam CD RW/flashdisk pegawai tersebut. CD/flashdisk selanjutnya diberi label sesuai data pegawai dan disimpan dalam lemari khusus.
Dalam tahap awal kegiatan pembuatan dosir elektronik ini memang akan memakan waktu dan tenaga, untuk itu apabila dimungkinkan tersedia dana dalam DIPA agar dibentuk Tim yang mendapatkan honorarium. Kegiatan pembuatan dosir elektronik yang dikerjakan oleh Tim tersebut dapat sekaligus digunakan untuk pembaharuan dan penataan dosir.
Dalam hal pembaharuan dan penataan dosir, perlu dilakukan langkah-langkah perencanaan sebagai berikut : 
1. Apakah ordner/map dosir akan diganti (jika telah usang) dengan ordner baru 
    dengan model yang sama?
2. Apakah label dosir akan diganti dengan bentuk label yang lebih bagus dengan 
    memuat data nama, nip baru, tanggal lahir, tmt. cpns, tmt. pensiun, dan foto 
    pegawai?
3. Apakah dosir pegawai akan ditata dan diurutkan sesuai dengan NIP baru 
    (18 digit)?
4. Apakah satu orang pegawai membutuhkan 1 ordner atau lebih untuk dosirnya?

Selasa, 27 November 2012

Sumpah/Janji PNS



Berdasarkan Undang-undang nomor 43 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, pasal 26 ayat (1) dinyatakan bahwa setiap calon pegawai negeri sipil pada saat pengangkatannya menjadi pegawai negeri sipil wajib mengucapkan sumpah/janji. Dan dalam Peraturan Pemerintah nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, pasal 3 disebutkan bahwa salah satu kewajiban setiap PNS adalah mengucapkan sumpah/janji PNS.

Merujuk dasar hukum diatas, apabila masih terdapat PNS di lingkungan kementerian/lembaga  yang belum mengucapkan sumpah/janji PNS maka unit kerja dimana pegawai tersebut berada agar melaksanakan kegiatan pengambilan sumpah/janji PNS khususnya bagi pegawai yang baru diangkat sebagai PNS.
Pejabat yang berwenang mengambil sumpah/janji PNS agar berpedoman pada Keputusan Menteri dan atau Direktur Jenderal tentang pendelegasian wewenang.



TATA CARA PENGAMBILAN SUMPAH/JANJI PNS
1.  Pengambilan sumpah/janji PNS dilakukan dalam suatu upacara khidmat. Pengambilan sumpah/janji PNS dapat dilakukan secara perorangan atau secara bersama-sama.
2.    Yang hadir dalam upacara tersebut adalah :
a.       Pejabat yang mengambil sumpah/janji PNS, sebagai inspektur upacara
b.      PNS yang mengangkat sumpah/janji
c.       Saksi-saksi
d.      Rohaniawan
e.       Undangan
3. PNS yang mengangkat sumpah/janji didampingi oleh seorang rohaniawan menurut agama/kepercayaan masing-masing.
4.  Saksi-saksi terdiri dari PNS yang pangkatnya serendah-rendahnya sama dengan pangkat PNS yang mengangkat sumpah/janji.
5.    Pejabat yang mengambil sumpah/janji PNS mengucapkan susunan kata-kata sumpah/janji PNS kalimat demi kalimat dan diikuti oleh PNS yang mengangkat sumpah/janji.
6.   Pada waktu mengucapkan sumpah/janji PNS, semua orang yang hadir dalam upacara itu berdiri.
7.  Pejabat yang mengambil sumpah/janji PNS membuat berita acara tentang pengambilan sumpah/janji tersebut. 
8. Berita acara dimaksud dibuat rangkap tiga dan ditandatangani oleh pejabat yang mengambil sumpah, PNS yang mengangkat sumpah, dan dua orang saksi.
a.       Rangkap pertama untuk PNS yang mengangkat sumpah/janji
b.      Rangkap kedua untuk BKN
c.       Rangkap ketiga untuk arsip kantor
9.   Pengucapan Sumpah/janji dilakukan menurut agama yang diakui Pemerintah, yakni :
a.    diawali dengan ucapan “Demi Allah” untuk penganut agama Islam;
b.   diakhiri dengan ucapan “ Semoga Tuhan menolong saya” untuk penganut agama Kristen   Protestan/Katolik;
c.    diawali dengan ucapan “Om Atah Paramawisesa” untuk penganut agama Hindu;
d.  diawali dengan ucapan “Demi Sang Hyang Adi Budha” untuk penganut agama Budha.