Selasa, 30 April 2013

Tak Pernah Ditulis

Indah bunyi tak terukir kata
mudah sirna ditelan masa
mudah diganti kala insan berganti

Tak dipahat karena takut kualat
tak dilukis karena takut menangis
tak dipola karena enggan menjahit

Bagai bersandar di rumput layu
laksana berdiri di pasir rapuh

Biar saja hari ini
esok hari tidak lagi

Ksatria malam siap mengganti
rasakan saja kearifan hati, saatnya nanti

Senin, 29 April 2013

Kereta Cinta

Bangku kosong berserak di gerbong
Takbiasa hati bertanya
Pengamen cantik menyusuri lorong
Memamer gitar memerdu lagu

Pengasong kopi berteriak nyaring
Lalu lalang membimbang selera

Kereta berhenti tiba di Jogja
Hati merana melepas cinta
Ingin saja tetap di Jogja
Tapi kereta harus ke Jakarta

Melambai tangan penuh sayang
Hati membuncah penuh gundah
Berpisah cinta bersama kereta
Bertemu cinta diantar kereta pula

Ini Bukan Saja Kereta

Ini bukan saja kereta
Ini tempat peraduan manusia
Tubuh terbujur di lorong dan kolong
Duduk tertunduk di kursi pojok

Ini bukan saja kereta
Ini bukti pengorbanan cinta
Cahaya temaram tertutup koran
Koran berserakan mengalaskan badan

Ini bukan saja kereta
Ini pula keperkasaan pria
Menekuk kaki sepanjang malam
Tidur ayam pegal badan

Ini bukan saja kereta
Ini juga perpisahan cinta
Memisah hati di dua kota
Di Jakarta dan di Jawa sana

Ini bukan saja kereta
Sabtu bertemu minggu berlalu
Hati merindu belumlah kelu
Tapi kereta sudah menunggu

Senin, 08 April 2013

Tentang Jabatan Bendahara

Seri Teknik Perbendaharaan (6)
 
Pendahuluan

Pada tanggal 5 April 2003 RUU tentang Keuangan Negara telah diundangkan sebagai UU Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU tentang Keuangan Negara menjabarkan aturan pokok yang tertuang dalam konstitusi ke dalam bentuk asas-asas umum, baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan negara selama ini, seperti asas periodisitas (vang menjelaskan tentang periode anggaran negara), asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas, maupun asas-asas baru sebagaimana diterapkan diberbagai negara maju, antara lain: akuntabilitas yang berorientasi pada hasil, profesionalitas, proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara, adanya lembaga pemeriksaan keuangan yang bebas dan mandiri.
Asas-asas umum tersebut digunakan untuk menjamin terselenggaranya kepemerintahan yang baik (good governance) di tingkat Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Dengan dianutnya asas-asas umum tersebut di dalam UU Keuangan Negara, pelaksanaan UU ini selain menjadi acuan dalam reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara selanjutnya menjadi landasan bagi pelaksanaan pembenahan manajemen pemerintahan, khususnya di sektor keuangan, yang akan membawa dampak yang sangat luas kepada kehidupan perekonomian nasional.
Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 29 UU No.17 tahun 2003, dalam rangka pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang ditetapkan dalam APBN dan APBD, perIu ditetapkan kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan negara. Selama ini kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan negara didasarkan pada ketentuan UU Perbendaharaan Indonesia (UUPI)/ lndische Comptabiliteitswet (ICW) Staatsblad No 448/1925. Terakhir, UU ICW diubah dengan UU No 9/1968. UUPI tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi dan teknologi. Oleh karena itu, UU tersebut perlu diganti dengan UU baru yang mengatur kembali ketentuan di bidang perbendaharaan negara. Dan hal itu telah dapat direalisir setelah pada tanggal 18 Desember 2003, rapat paripuma DPR menyetujui disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perbendaharaan Negara menjadi Undang-Undang (UU) Perbendaharaan Negara yang kemudian diundangkan pada tanggal 14 Januari 2004 sebagai UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
UU tentang Perbendaharaan Negara mengatur tentang ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan negara, pelaksanaan pendapatan negara, dan kewenangan pejabat perbendaharaan Negara/daerah. UU itu juga mengatur pengelolaan uang Negara/daerah, pengelolaan piutang dan utang Negara/daerah, pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD, pengendalian intern pemerintah, penyelesaian kerugian Negara/daerah, serta pengelolaan keuangan badan layanan umum.
Maka menjadi jelas kedua paket UU tersebut yaitu UU No.17 tahun 2003 dan UU No.1 tahun 2004 merupakan undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara yang menjadi acuan setiap penyelenggara negara dalam meIaksanakan kegiatan kepemerintahan. Dan masih ada satu lagi paket UU yang juga sangat penting yaitu UU No. 15 tabun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Oleh karena itu pemahaman yang benar dan komprehensif mengenai undang-undang tersebut menjadi suatu keniscayaan bagi segenap unsur aparatur penyelenggara negara dan kegiatan kepemerintahan.
Salah satu pemahaman yang perIu kita ketahui dalam UU tersebut adalah seputar jabatan bendahara. Untuk itu, tulisan ini akan mencoba memaparkan hal-hal seputar bendahara dalam perspektif UU tersebut khususnya UU tentang Perbendaharaan Negara.

Pengertian, Tugas, Pengangkatan dan Kedudukan Bendahara
Sesuai pasa] 35 ayat (2) UU Keuangan Negara (UUKN) dan pasal 1 UU Perbendaharaan Negara (UUPN) istilah bendahara mempunyai definisi yaitu setiap orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama Negara/daerah, menerima, menyimpan dan membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang Negara/daerah. Kemudian ditegaskan dalam penjelasan pasal 10 UUPN, tugas kebendaharaan meliputi kegiatan menerima, menyimpan, menyetor/membayar/menyerahkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan penerimaan/pengeluaran uang dan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya.
Di dalam pelaksanaan tugas pengelolaan keuangan Negara/daerah, ada tiga pembagian bendahara, yaitu bendahara umum, bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran. Bendahara Umum adalah pejabat yang diberi tugas untuk meIaksanakan fungsi bendahara umum Negara/daerah. Dalam hal fungsi bendahara umum negara dipegang sepenuhnya oleh Menteri Keuangan yang kemudian dikuasakan kepada KPPN sedangkan untuk bendahara umum daerah dipegang oleh Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah, biasa disebut Kabag Keuangan Pemda.
Pembagian bendahara yang kedua adalah Bendahara Penerimaan, yaitu orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara dalam rangka pelaksanaan APBN / APBD pada kantor satuan kerja kementerian Negara/lembaga/pemda. Setiap awal tahun anggaran Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota mengangkat bendahara penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga.
Adapun Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja Negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian Negara/lembaga/pemda. Persis seperti halnya bendahara penerimaan, setiap awal tahun Menteri/pimpinan lembaga/gubernur /bupati/walikota mengangkat bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendabaraan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga/pemda. Selanjutnya pembahasan pada tulisan ini akan difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan bendahara penerimaan dan pengeluaran.
Dengan UU Perbendaharaan Negara, kedudukan bendahara penerimaan dan pengeluaran dalam pengelolaan keuangan negara menjadi semakin istimewa karena menjadi bagian dari pejabat perbendaharaan, selain dua pejabat lainnya yaitu pejabat pengguna anggaran dan pejabat bendahara umum Negara/daerah. Disamping itu jabatan bendabara akan berubah menjadi jabatan fungsional seperti ditegaskan dalam pasal 10 ayat (3) UUPN yang menyatakan bahwa Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran adalah Pejabat Fungsional. Karena itu Jabatan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran tidak boleh dirangkap oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum Negara.
Jabatan fungsional bendahara tersebut dibentuk selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak UU ini diundangkan. Sehingga mulai tahun anggaran 2005 aturan jabatan fungsional bendahara ini seharusnya sudah diberlakukan. Sedangkan persyaratan pengangkatan dan pembinaan karier bendahara diatur oleh Bendahara Umum Negara yaitu Menteri Keuangan selaku Pembina Nasional Jabatan Fungsional Bendahara.

Pengelolaan Uang Persediaan/Kas Kecil
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas kementerian Negara/lembaga/ satker perangkat daerah kepada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. Untuk itu, Menteri/pimpinan lembaga /gubernur/ bupati/walikota mengangkat bendahara untuk mengelola uang yang harus dipertanggungjawabkan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran kementerian Negara/lembaga/satker perangkat daerah. Uang itu kemudian dikenal dengan istilah uang persediaan (UP), yang sebelumnya disebut dengan istilah UYHD (Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan).
Sesuai pasal 21 ayat (3) UUPN, bendahara pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya setelah :
  • Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran
  • Menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran
  • Menguji ketersediaan dana yang bersangkutan
Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran apabila persyaratan tidak dipenuhi. Dengan kewenangan untuk menolak tersebut, maka bendahara pengeluaran tak lagi berfungsi sebagai kasir belaka.

Larangan pada Bendahara dan Pertanggungjawabannya

Di dalam pasal 10 ayat (5) UUPN dinyatakan bahwa Bendahara Penerimaan/Pengeluaran dilarang melakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan tersebut. Larangan tersebut jelas ditujukan dalam rangka pemberantasan KKN. Sebenarnya selama ini larangan ini sudah ada namun belum secara tegas dinyatakan dalam sebuah UU.
Selanjutnya, setiap bendahara bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang berada dalam pengurusannya. Begitu juga dengan Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakannya. Dan sebagai pejabat fungsional Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya kepada Kuasa Bendahara Umum Negara/Daerah. Selain itu, berdasarkan pasal 35 ayat (2) UUKN, Bendahara juga wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada BPK.

Sanksi dan Ganti Rugi pada Bendahara

Bendahara yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara/daerah, wajib mengganti kerugian tersebut. Segera setelah kerugian Negara/daerah tersebut diketahui, kepada bendahara yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian negara/daerah dimaksud.
Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian Negara/daerah, Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota yang bersangkutan segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan. Surat Keputusan dimaksud adalah yang mempunyai kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita jaminan.
Pengenaan ganti kerugian Negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Apabila dalam pemeriksaan kerugian Negara/daerah ditemukan unsur pidana, BPK menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Maksudnya adalah rnenyampaikan hasil pemeriksaan tersebut beserta bukti-buktinya kepada instansi yang berwenang. Ketentuan lebih lanjut tentang pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara diatur dalam UU mengenai pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Bendahara yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi. Kewajiban bendahara untuk membayar ganti rugi menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.
Dalam hal bendahara yang dikenai tuntutan ganti kerugian negara berada dalam pengampuan, melarikan diri, atau meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya, yang berasal dari bendahara yang bersangkutan. Tanggung jawab pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti kerugian negara menjadi hapus apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada bendahara, atau sejak bendahara yang bersangkutan diketahui melarikan diri atau meninggal dunia, pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat yang berwenang mengenai adanya kerugian Negara/daerah.
Ketentuan penyelesaian kerugian negara sebagaimana diatur dalam UU Perbendaharaan Negara berlaku pula untuk uang dan/atau barang bukan milik negara, yang berada dalam penguasaan bendahara yang digunakan dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.