Kamis, 30 Oktober 2014

“Udun” Sebesar Terong


Ada dua macam penyakit: penyakit jasmani dan penyakit rohani. Penyakit jasmani adalah penyakit badan, seperti batuk, pilek, sakit perut, sakit kulit, panu, kudis, kurap, dsb. Penyakit rohani adalah penyakit hati seperti sombong, ujub, riya’, ghibah, iri dengki, tidak rukun dengan sanak keluarga, tidak baik dengan tetangga, dll. Penyakit jasmani tidak berpengaruh ke masyarakat, hanya orang tersebut yang merasakan sakit. Keluarga, tetangga, teman tidak ikut merasakan sakitnya. Misalnya, ada orang yang sakit udun sebesar terong. Makin lama, “udun” itu makin besar. Tentu yang merasakan sakitnya, hanya orang itu sendiri, orang lain tidak ikut menderita. Malah mungkin, orang-orang akan senyum-senyum sambil mengejek dengan kalimat: “Udun sebesar terong begitu, mbok kalau sudah panen, saya bantu metik, saya dikasih, hehehe…….
Berbeda dengan penyakit rohani. Ini adalah penyakit akhlak dan sangat menganggu masyarakat meski orang yang menderitanya tidak merasakannya. Yang sakit tidak merasa susah, kesakitan, tetapi tetangga dan masyarakat yang merasakannya. Contoh: Ada seorang yang pekerjaannya menjadi maling alias pencuri. Dia yang sakit rohani, sakit akhlak, tetapi dia tidak merasa sakit. Justru yang merasa resah, susah adalah masyarakat. Para tetangga merasa terganggu, merasa tidak aman dan tidak nyaman.
Maka, maling atau pencuri itu tidak waras, karena senang mengambil milik orang, padahal jika miliknya diambil, dia akan merasa kehilangan dan jelas tidak senang. Orang itu pasti marah, jika barang miliknya dicuri orang, namun dia sendiri kok teganya mengambil barang orang lain. Ini berarti dia tidak waras, kena penyakit mental.
Begitu pun misalnya bila kita gemar ngomongin orang lain padahal kita sendiri jika diomongin orang, merasa sakit hati dan tidak terima. Kalau sudah seperti itu, suka ngomongin keburukan orang lain, gemar membicarakan tetangga atau teman, hendaknya kita mulai berhati-hati, jangan-jangan kita sudah mulai tidak waras.

***
Keterangan :
Udun = Bisulan

Rabu, 29 Oktober 2014

Kafilah Bukan Anjing



Orang yang ikhlas yang tidak mengharapkan imbalan jika membantu sesama. Untuk menjadi lebih ikhlas, sebaiknya kita belajar pada matahari. Setiap hari matahari menyinari bumi, memberi cahaya dan energi pada seluruh makhluk hidup. Sinar matahari memberikan manfaat bagi kehidupan. Tak ada yang berterima kasih. Tetapi matahari tidak pernah kapok, tidak pernah berhenti menyinari dan tidak butuh ucapan terima kasih. Setiap hari ia akan selalu hadir menyinari jagad raya.
Orang yang baik dan ikhlas, tidak ada urusan dengan orang lain, apakah mau membalas kebaikannya atau malah menyakitinya. Orang yang ikhlas tidak akan berubah untuk tetap membantu sesama.
Mau orang lain bersikap baik atau buruk, orang yang ikhlas akan tetap baik. Biar anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. Mengapa anjing menggonggong? Karena dia anjing yang memang kerjaannya menggongong. Mengapa kafilah hanya berlalu dan tidak membalas? Karena kafilah bukan anjing. Jika kafilah balas menggonggong maka sejatinya dia juga telah berubah menjadi anjing. Sehingga ia sama saja dengan anjing.
Bila kita difitnah, dihina, dicaci maki, sesunguhnya kita akan mendapatkan anugerah dari Tuhan. Seperti yang terjadi pada pohon mangga. Bila musim berbuah, mangga yang berdaun rimbun oleh petani akan dikurangi daun-daunnya. Petani akan melukai, memotong dahan dan ranting, dengan tujuan agar berbuah banyak. Dan memang pohon mangga itu akan menghasilkan banyak buah.
Maka, jika kita dipotong, dilukai, difitnah, sesungguhnya saatnya kita akan berbuah banyak, memperoleh anugerah dan rejeki dari Tuhan. Untuk itu, janganlah terlalu mudah untuk cepat sakit hati, biasa saja dan tidak perlu mendendam. Itulah ikhlas. Bahkan ketika pohon mangga dilempar batu, ia akan membalas dengan menjatuhkan mangga. Bukankah demikian?

***

Selasa, 28 Oktober 2014

Konslet



Iman seseorang memang tidak kelihatan, tetapi keberadaanya bisa ditandai. Untuk menandai keberadaan iman, bisa dilihat dari gejala-gejala berupa amal perbuatan atau amal sholih. Seseorang yang rajin sholat berjamaah, puasa, zakat, baik dengan keluarga dan tetangga, menunjukan orang itu memiliki iman. Dan sebaliknya.
Secara kasat mata, setrum atau listrik tak bisa dilihat oleh mata. Tetapi, bahwa lampu itu menyala menunjukkan adanya setrum atau listrik. Karena ada setrum, pengeras suara berbunyi. Karena setrum, kipas angin berputar. Karena ada setrum, TV dan PC menampilkan gambar dan suara.
Maka, jika pada diri seseorang terdapat iman, ketika diajak sholat berjamaah, ia akan berangkat ke masjid. Karena ada iman, diajak ikut pengajian atau majelis dzikir, maka ia akan mendatangi majelis itu. Karena ada iman, diserukan untuk berzakat, berpuasa, ia akan menunaikan kewajiban itu.
Adakalanya terdapat setrum, tetapi lampu tidak menyala. Ada setrum, tapi kipas angin tidak berputar.  Ada setrum, microphone tidak bunyi. Maka, semua orang juga akan tahu bahwa telah terjadi konslet.
Sehingga, jika seseorang mengaku iman, tetapi tidak sholat, bisa diartikan orang tersebut sedang konslet. Mengaku iman, tetapi tidak baik dengan tetangga berarti konslet. Mengaku iman tetapi tidak mau shodaqoh, zakat, puasa berarti juga konslet.
Ketika jaringan atau aliran listrik pada sebuah lampu mengalami konslet, biasanya akan diperbaiki. Jika tidak bisa diperbaiki, ia akan dibuang. Apakah demikian juga bila terjadi pada manusia?

***