Senin, 17 Februari 2014

Diatas Tanah Laut



Senja temaram Pelaihari
Adalah saksi kuberdiri disini
Di depan keasrian gedungmu
Pesonamu menyambutku

Hangat sapaan insanmu
Memenuhi lubang kerisauanku
Semangat mereka menggugah sisi optimisku

Kusongsong matahari lebih awal
Hari ini kulalui dengan keceriaan
Ini bukan unit sembarangan
Ini modernisasi dibalut teknologi

Tak sekedar berdiri di atas bumi, tapi diatas Tanah Laut
Membawaku pada kedamaian
Kunikmati ketentraman
Lepas dari hiruk dan kebuntuan

Dan pagi itu bukan basa basi, bukan pula pencitraan
Tidak juga siang bahkan sore
Ia sungguh melayani

Kecepatan adalah andalan
Kecermatan adalah kebiasaan
Kemudahan adalah tradisi
Ketepatan adalah tujuan

Lalu, apakah arti prestasi tanpa inovasi
apakah arti inovasi tanpa kebanggaan
apakah makna kebanggaan tanpa keabadian

Maka, kami ukir prasasti kesungguhan hati
Kami kumandangkan kebesaran di langit
Kami tulis di dinding-dinding hati kalian
Inilah kami......

Puso



Terik matahari menyengat tubuhnya yang telah renta
Kepulan asap nikotin lekat dengan wajahnya
Berdiri mematung memandangi buliran padi yang memutih
Keputusasaan menyeruak
Terbayang jerih payah yang tak berarti
Padi puso dimamah hama

Setahun berlalu, saat bahagia itu menghampirinya
Ia telah menjadi petani, bukan buruh tani
Status yang baru disandangnya dikala senja
Hamparan sawah telah menjadi milik keluarga

Semangatnya terus menyala tak seimbang dengan jumlah usia
Jiwa tani sejati telah menghunjam
Putus asa tak lebih dari hitungan detik
Bangkit segera, lupakan duka

Alkisah, berpuluh tahun ia bergelut di negeri sebrang
Demi cita-cita keluarga dan putra-putrinya
Pantang menyerah, meski penjara taruhannya

Kini, cita-cita itu bukan lagi mimpi
Sang putra telah menjadi sarjana
Mandiri dan penuh balas budi

Tetap saja, tak ada bahagia yang sempurna
Ada lubang yang tak lagi bisa ditambal
Kekasih jiwa telah tiada
Disaat bahagia keluarga mulai menyapa