Jumat, 04 Juli 2014

Sang Nelayan (2)

Inilah kehebatan nelayan kita. Pandai berdebat dengan logika yang membuat polisi negara tetangga menjadi mampet.

Suatu hari, sang nelayan sedang asyik mencari ikan di laut. Tanpa dia sadari, dia telah memasuki wilayah laut negara tetangga. Dengan cepat, patroli polisi negara tetangga mengetahui dan mendekati sang nelayan.

"Selamat siang... Anda kami tangkap!". Nelayan pun kaget, "Apa salah saya?". Seorang polisi berkata : "Anda masuk wilayah kami dan Anda telah mencuri ikan-ikan negara kami."

Dengan mata mendelik dan sedikit marah, nelayan itu menjawab, "Siapa bilang saya mencuri ikan. Saya tidak mencuri ikan-ikan negaramu. Saya tadi menangkap ikan di laut dekat kampung saya. Ternyata ikannya lari kesini. Saya kejar. Dan ini ikannya sudah berhasil saya tangkap." "Nih, lihat.." kata nelayan kepada Polisi sambil menunjukkan ikan tangkapannya.

Polisi-polisi itu bingung, garuk-garuk kepala...

(Diadaptasi dari cerita humor yang disampaikan Cak Nun di suatu kesempatan)

Kamis, 03 Juli 2014

Sang Nelayan

Suatu hari, seorang nelayan sedang mencari ikan di laut. Sudah berjam-jam, belum juga seekor ikan yang berhasil dia tangkap. Mulailah ia berdoa. "Oh Tuhan, berilah aku ikan, lima saja... satu untuk diriku, satu untuk istri dan tiga untuk masing-masing anakku..". Berulang-ulang dia berdoa, namun belum juga dia berhasil mendapatkan ikan.

Dengan sedikit kesal, ia berdoa kembali dengan doa yang sedikit mengancam. "Tuhan, kalau Engkau tak memberiku ikan, aku tak mau lagi taat kepada-Mu, maka berilah aku ikan, lima saja, Tuhan..". Tiba-tiba, meloncatlah lima ikan ke dalam perahunya.

Nelayan itu senang, tetapi belum merasa puas. "Tuhan.., masak lima beneran... katanya Engkau Rahman Rahim..., berilah aku ikan yang lebih banyak, Tuhan...". Maka, meloncatlah puluhan bahkan ratusan ikan ke dalam perahunya.

Dengan gembira sang nelayan kembali ke pantai dan menambatkan perahunya. Tiba-tiba, dilihatnya asap membumbung tinggi di kejauhan dari lokasi kampungnya. Dia segera bergegas kembali ke rumah. Ditengah jalan dia melihat orang-orang kampung yang berlari menghampirinya, dan berkata :"Hei.. itu rumahmu kebakaran... rumahmu terbakar...". Nelayan itu kaget bukan kepalang. Dengan berkacak pinggang, wajah menghadap keatas dan tangan yang menunjuk-nunjuk, dia berlantang : "Tuhan, kenapa masalah di laut, Kau bawa-bawa ke darat...".

(Diadaptasi dari cerita humor yang disampaikan Cak Nun di beberapa kesempatan)
***

Selasa, 01 Juli 2014

Pendekkanlah Khutbah



Dulu, ada satu majalah yang cukup terkenal yang sekarang sepertinya sudah tiada. Ada satu tulisan yang saya selalu mengingatnya, meski tak lengkap. Hanya sebuah kesimpulan yang akan saya coba urai dengan kalimat saya sendiri secara singkat.

Tulisan tersebut menceritakan : ada sebuah masjid di Yogyakarta yang setiap hari Jumat Wage (saya tidak terlalu ingat persisnya), selalu ramai dengan jamaah sholat Jumat bahkan sampai tumpah ke halaman. Dan itu tidak terjadi pada Jumat lainnya. Usut punya usut ternyata khotib hari Jumat tersebut menyampaikan khutbah cukup singkat. Dan itulah yang disenangi dan menarik minat jamaah.

Saat ini, yang terjadi adalah sebaliknya. Terutama di beberapa masjid di kota-kota besar. Khotib terlalu bersemangat untuk menyampaikan dakwah sehingga kurang mampu menahan diri untuk berlama-lama. Akibatnya, sebagian jamaah tertidur lelap. Maka, ada anekdot yang berkembang : kalau sedang insomnia, obatnya gampang, dengarkan khutbah Jumat.

Ada juga khotib yang pada bagian awal menyampaikan dalil-dalil agar jamaah tidak tidur sewaktu mendengarkan khutbah. Dia begitu percaya diri, bahwa apa yang akan disampaikan menarik minat jamaah untuk mendengarkan. Anehnya, dia malah berpanjang-panjang dalam khutbahnya bahkan melebihi 30 menit. Sebagian jamaah tertidur lelap, sebagian menggerutu. Tidurnya jamaah tidak hanya dipengaruhi faktor internal dari diri jamaah tetapi juga karena faktor eksternal. Tidur merupakan satu-satunya respon atas apa yang ada di sekitarnya disaat tak lagi ada pilihan respon lain. Sebagus apapun materi yang dia sampaikan tetapi jika terlalu lama, tentu akan mengurangi kebaikan atas apa yang disampaikan.

Sejatinya, Rasul SAW sudah mengingatkan akan hal ini. Bagaimana khutbah dan sholat Jumat yang dianjurkan.

Sesungguhnya panjang shalat seseorang dan khutbahnya yang pendek menjadi tanda dari kedalaman pemahaman agamanya. Maka panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khutbah. Sesungguhnya sebagian dari kata-kata itu ada yang bisa menjadi sihir.” (HR. Muslim).

Dalam riwayat lain, “Beliau tidak memanjangkan khutbah pada hari Jum’at. Sesungguhnya khutbah beliau hanya ucapan-ucapan yang pendek saja.” (HR. Muslim)

Saya kira, sebenarnya para khotib pasti sudah mengetahui hadist tersebut. Saya menduga, mengapa mereka memanjangkan khutbah, karena ada kaitannya dengan honor yang diberikan oleh pengurus masjid. Saya menduga mereka berusaha memantaskan durasi khutbah dengan jumlah honor yang mereka terima. Dan ini saya kira yang menjadi persoalan khususnya di kota-kota besar, dimana di beberapa masjid memberikan honor bagi khotib sholat Jumat.

Maka dalam hal ini, menjadi tugas pengurus masjid untuk memberikan rambu-rambu bagi para khotib tentang durasi waktu. Dengan apa yang disampaikan oleh pengurus, para khotib menjadi tahu seberapa lama mereka membatasi khutbah Jumatnya.

Begitu juga dengan ceramah tarawih maupun kuliah subuh yang sedang marak di bulan ramadhan. Sebaiknya para penceramah berdisiplin dengan waktu yang diberikan. Kalau memang kultum, ya cukup 7 menit, tidak lebih. Penceramah juga agar lebih bisa menahan diri. Jangan kemudian menjadi bumerang yang berakibat kejenuhan dan kejengkelan jamaah. Sehingga, alih-alih memberikan pencerahan malah membuat jamaah menjadi malas atau beralih ke masjid lain yang menurut mereka lebih kondusif.

Wallahu a’lam bishowab.
***