Jumat, 07 April 2017

Sendiriku di Monas

Pagi ini saya datang ke monas. Ini adalah kali kedua setelah bertahun tahun yang lalu saat masih kuliah. Masih terekam di ingatan, kala itu rombongan kami didatangi beberapa tentara. Seorang tentara menegur dan menanyai kami. Rupanya sedang berlangsung konferensi yang dihadiri beberapa negara, sehingga dilakukan peningkatan keamanan dan penjagaan, sampai sampai kami yang datang ke Monas patut dicurigai.
Karena satu sebab, minggu ini saya tidak pulang dan saya gunakan kesempatan untuk mendatangi Monas. Saya parkir motor di Stasiun Gambir, lalu berjalan kaki menuju pintu masuk di sebelah selatan. Awalnya saya menduga, pintu Monas yang dekat Stasiun Gambir dibuka. Ternyata tidak. Ya sudah, saya ikuti beberapa orang yang menurut dugaan saya juga akan masuk ke Monas. Saya perhatikan dari pakaian dan bawaannya.
Sampailah saya di pintu selatan.
"Kalau tahu disini ada parkir motor, ngapaian saya parkir di Stasiun Gambir," batin saya.
Saya mencoba amati areal parkiran. Lalu terbersit di hati: “untunglah saya parkir di Stasiun Gambir.” Disini parkiran motor sudah berjubel.
Saya melewati parkiran mobil. Untuk masuk ke kawasan Monas, saya harus melewati Lenggang Jakarta, kumpulan para pedagang makanan, minuman, pakaian dan pernik-pernik lainnya.
Akhirnya saya berhasil masuk. Adat istiadat masa kini tidak saya lewati, saya selfi dengan latar Monas yang kokoh menjulang.
Tua, muda, anak-anak, laki-laki, perempuan, semua ada. Dari yang cadaran hingga celana ketat tiga perempat paha, ada.
Saya mendekat ke monas, biasalah foto-foto, rekam video. Lalu berjalan memutari Tugu Monas sambil mengamati aktivitas para pengunjung. Senam, main badminton, lari-lari, jogging, bersepeda, duduk-duduk, pacaran, makan minum dari bekal yang  mereka bawa atau beli di Lenggang Jakarta, bahkan ada yang merokok. Satu terakhir ini yang kadang bikin hati sebel. Yang lain pengen olah raga, cari kegembiraan, biar sehat.... e.. yang ini malah merokok, bawa racun. Sungguh satu warisan nenek moyang yang sangat sya sesali. Dulu kenapa juga nenek moyang kita menemukan rokok? Yo wis lah...
Dari apa yang saya perhatikan, saya kemudian menarik kesimpulan berdasarkan subyektifitas saya dan hipotesa saya. Begini.
Dimana pun ternyata sama saja. Berakhir pekan dengan keluarga itu ya paling-paling  jalan-jalan ke kawasan taman, berbaur dengan keramaian. Tidak di Jakarta atau Pelaihari, sama saja. Menikmati hari minggu ya sebenarnya begitu-begitu saja. Yang membuat mereka tampak bahagia adalah kebersamaan mereka bersama dengan orang yang mereka kasihi. Poinnya itu.
Walau di Monas, kalau Anda sendirian, jauh dari kekasih dan terpisah dengan mereka yang Anda cintai, ya rasanya sama saja saat Anda mbulok di Pelaihari.