Bisa
dipastikan setiap akhir tahun fenomena ini terus berulang. Perhatikan saja
kegiatan seluruh instansi pemerintah menjelang akhir tahun. Banyak proyek
dikebut. Jalan, jembatan diperbaiki. Gedung-gedung pemerintah berganti keramik dan
dicat ulang. Taman-taman kantor dipercantik. Hotel-hotel dipenuhi dengan
kegiatan rapat, workshop, rakernas dan konsinyering. Tiket-tiket pesawat
diborong untuk kegiatan perjalanan dinas monitoring dan evaluasi. Begitulah,
pengadaan barang dan jasa bertubi-tubi terjadi di akhir tahun. Seolah-olah
semua instansi pemerintah berlomba untuk menghabiskan anggaran.
Maka yang
terjadi adalah penumpukan permintaan pencairan dana dari kas negara.
Pengeluaran anggaran meningkat drastis di periode akhir tahun.
Salah satu
implikasi langsung dari lambannya penyerapan anggaran, adalah pertumbuhan
ekonomi melambat menjadi 6,5% dari kuartal sebelumnya 6,6%. Padahal BI
memperkirakan pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 6,6% pada kuartal III kendati
ada krisis Eropa.
Implikasi kedua, realisasi anggaran secara besar-besaran pada akhir tahun (2011)
akan membuat 'gejolak' pada stabilitas moneter terutama dari sisi nilai tukar
dan inflasi. Diperkirakan akan ada realisasi anggaran sekitar Rp60 triliun-Rp70
triliun.
Masih menurut Darmin Nasution, jika realisasi anggaran dilakukan lebih awal
akan memicu dampak berganda. Namun, dia menyadari masalah tersebut bukan hanya
di tangan Kementerian Keuangan, melainkan penyakit pada semua kementerian. Dia
mengungkapkan saat ini saja APBN masih terjadi surplus hingga Rp47 triliun.
Pernyataan Darmin
Nasution tersebut kemudian mendapat tanggapan dari pihak Pemerintah. Mengutip isi berita pada http://www.bisnis.com/articles/belanja-negara-bukan-pemicu-inflasi,
Direktur Jenderal
Perbendaharaan, Agus Suprijanto, menjelaskan bahwa pernyataan Gubernur BI,
bahwa pengeluaran anggaran yang melonjak di akhir tahun akan memicu
inflasi, adalah tidak tepat.
Dalam bantahannya
Agus menjelaskan, bahwa menyangkut jumlah pengeluaran di akhir tahun,
yang diperkirakan BI berkisar Rp40 triliun-Rp50 triliun, relatif kecil
bila dibandingkan dengan total jumlah uang yang beredar. Dana-dana
yang berasal dari pengeluaran di akhir tahun tersebut biasanya langsung
masuk ke sistem perbankan dalam bentuk time deposit karena kegiatan atau
proyek yang dibiayai sudah selesai dilaksanakan. Oleh karena itu
pengeluaran anggaran negara pada akhir tahun tidak ada efek demand
pull (penarik permintaan). Berdasarkan data historis sejak 2005 sampai
tahun lalu, lonjakan pengeluaran di akhir tahun tidak ada efek
inflationary-nya [demand pull]. Kalau ada, itu karena naiknya aktivitas
perekonomian menjelang Natal dan Tahun Baru.
Terlepas dari pro
kontra tersebut, ada fakta yang tidak bisa disangkal yaitu pelonjakan
pengeluaran anggaran di akhir tahun. Pada tulisan ini, penulis ingin mencermati
pada persoalan tersebut yaitu mengapa realisasi kegiatan, proses pengadaan barang/jasa dan pencairan
dana menumpuk di akhir tahun?
Menurut penulis,
hal tersebut disebabkan karena beberapa faktor. Pertama, lemahnya perencanaan pada semua kementerian/lembaga. Meski
sebenarnya pada Dokumen Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sudah harus
mencantumkan rencana penarikan dana setiap bulannya, tetapi dalam prakteknya pencantuman
angka tersebut hanya sekedar untuk kepentingan administrasi dan aplikasi. Termasuk
didalam faktor ini adalah penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga
(RKAKL) yang masih saja mendasarkan pada RKAKL tahun sebelumnya. Yang banyak
terjadi adalah rencana kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya merupakan
copy paste kegiatan tahun berjalan dengan
pagu dana yang ditambahkan atau disesuaikan. Mengapa demikian? Praktek yang
terjadi adalah penyusun RKAKL malas untuk memikirkan kegiatan baru pada tahun
yang akan datang, atau sebagai akibat lemahnya koordinasi dalam penyusunan
RKAKL yang memang melibatkan beberapa unit terkait. Ketika kemudian pada tahun
berjalan tersebut, muncul jenis kegiatan baru, ada inovasi kegiatan dan karena memang
sebelumnya tidak pernah dianggarkan, maka harus dilakukan revisi terlebih
dahulu. Ini yang kemudian memakan waktu dan mengubah time frame realisasi kegiatan.
Kedua, penyusunan DIPA yang kurang akurat. Untuk mengejar target
penyusunan dan penyerahan DIPA, yang terjadi adalah yang penting DIPA bisa
diterbitkan pada 1 Januari atau sebelumnya. Bagaimana kualitas isi maupun persyaratan
pendukung, kadang sedikit diabaikan karena sempitnya waktu penyusunan.
Akibatnya, di DIPA masih banyak ditemukan kegiatan dan pagu dana yang diberi
tanda bintang (diblokir) atau ditemukan akun (kode pembebanan) yang salah. Sehingga
kegiatan belum bisa dilaksanakan karena harus mengajukan revisi untuk penurunan
tanda bintang atau revisi akun. Ini tentu memakan waktu, yang menyebabkan mundurnya
penarikan dana dan realisasi anggaran.
Ketiga, sebagai efek dari lemahnya perencanaan, ketika masuk semester
2, pada umumnya setiap Kementerian/Lembaga melakukan evaluasi penyerapan
anggaran, yang kemudian memutuskan untuk pengalihan pagu dana antar unit di
lingkungan kementerian tersebut. Keputusan ini dapat diwujudkan dengan
melakukan revisi terlebih dahulu. Ini juga memakan waktu. Kemudian, bagi unit
yang tiba-tiba mendapat pengalihan dana juga membutuhkan waktu untuk melakukan
persiapan sampai dengan proses pengadaan barang/jasa. Dengan start waktu pada semester dua, tak ayal
lagi, proses pencairan dana akan menumpuk pada akhir tahun.
Keempat, masih rendahnya kualitas pengelola keuangan. Meski saat
ini, proses pencairan dana relatif lebih simple,
namun pada kenyataannya masih saja terdapat pengembalian dokumen pencairan dana
karena persyaratan yang belum lengkap atau kesalahan pada dokumen. Ini tentu
menyebabkan kualitas penyerapan dana menjadi kurang bagus, karena adanya
tambahan waktu untuk melakukan perbaikan dokumen atau melengkapi dokumen
persyaratan.
Kelima, mengejar target penyerapan anggaran. Hal ini merupakan
akumulasi dari sebab-sebab sebelumnya. Setelah melakukan evaluasi dan ternyata
prosentase penyerapan anggaran relatif rendah, maka pada akhir tahun proses
penyerapan terus digenjot. Dan terjadilah fenomena akhir tahun diatas.