Selama ini, penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS diatur dalam PP Nomor 10
tahun 1979. Kita mengenalnya dengan istilah DP3. Sebenarnya sudah lama disadari
bahwa DP3 ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan
pembinaan PNS.
Maka kemudian, pemerintah menerbitkan PP
Nomor 46 Tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS (klik disini) dan Peraturan Kepala
BKN Nomor 1 Tahun 2013 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 46 Tahun 2011
tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS (klik disini)
PP Nomor 46 Tahun 2011 mulai dilaksanakan pada tanggal
1 Januari 2014. Pada saat PP tersebut dilaksanakan, PP Nomor 10 Tahun 1979
tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS (DP3) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku. Karena baru berlaku 1 Januari 2014, berarti untuk penilaian
pelaksanaan pekerjaan PNS tahun 2013 masih tetap menggunakan DP3 selama ini.
Berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2011 diatas, penilaian
prestasi kerja PNS dilaksanakan oleh Pejabat Penilai sekali dalam 1 tahun yang
dilakukan setiap akhir Desember pada tahun yang bersangkutan atau paling lama
akhir Januari tahun berikutnya. Penilaian tersebut terdiri dari : Sasaran Kerja
Pegawai (SKP) dengan bobot nilai 60% dan Perilaku Kerja dengan bobot nilai 40%.
Terkait penilaian SKP dan perilaku kerja, dapat
dijelaskan secara ringkas sebagai berikut :
- Setiap PNS wajib menyusun SKP berdasarkan Rencana Kerja Tahunan (RKT) instansi;
- SKP memuat kegiatan tugas jabatan dan target yang harus dicapai dalam kurun waktu setahun yang bersifat nyata dan dapat diukur;
- SKP harus disetujui dan ditetapkan pejabat penilai sebagai kontrak kerja;
- SKP ditetapkan setiap tahun pada awal Januari;
- PNS yang tidak menyusun SKP dijatuhi hukuman disiplin sesuai PP 53 tahun 2010;
- Penilaian perilaku kerja meliputi aspek : orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerjasama dan kepemimpinan.
Adapun formulir penilaian prestasi kerja PNS
sebagaimana dibawah ini :
Dari formulir diatas, tentunya ada proses untuk
menentukan nilai masing-masing item. Proses penilaian ini yang perlu dijaga
agar tidak terjadi di kemudian hari proses loncat atau by pass dengan langsung
memberikan penilaian pada formulir tersebut. Hal ini mungkin terjadi dengan
pertimbangan toh yang dibutuhkan untuk proses administrasi kepegawaian adalah
formulir tersebut, dan bukan semua dokumen pendukungnya.
Saya kira ini butuh keseriusan di masing-masing
kementerian/lembaga/pemerintah daerah untuk melaksanakan ketentuan tersebut
dengan sebaik-baiknya. Sehingga penilaian kinerja ini benar-benar dapat
dimanfaatkan untuk pembinaan PNS yang dititikberatkan pada sistem prestasi
kerja. Mestinya, ini menjadi satu-satunya metode penilaian kinerja PNS dan
tidak perlu lagi ada model penilaian kinerja lainnya. Dan kita berharap
penilaian kinerja ini tidak sekedar menjadi “DP3” yang berlaku selama ini.
Dengan waktu implementasi yang sudah makin
dekat, saya kira perlu segera mengambil langkah-langkah persiapan dengan
melakukan sosialisasi dan simulasi kepada seluruh pegawai di lingkungan
masing-masing.