Seri Teknik Perbendaharaan (6)
Pendahuluan
Pada
tanggal 5 April 2003 RUU tentang Keuangan Negara telah diundangkan sebagai UU Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU tentang Keuangan
Negara menjabarkan aturan pokok yang tertuang dalam konstitusi ke dalam bentuk
asas-asas umum, baik asas-asas yang telah lama
dikenal dalam pengelolaan keuangan negara selama ini,
seperti asas periodisitas (vang menjelaskan tentang periode anggaran negara),
asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas, maupun asas-asas baru
sebagaimana diterapkan diberbagai negara maju, antara lain: akuntabilitas yang
berorientasi pada hasil, profesionalitas,
proporsionalitas, keterbukaan dalam pengelolaan keuangan Negara, adanya lembaga
pemeriksaan keuangan yang bebas dan
mandiri.
Asas-asas
umum tersebut digunakan untuk menjamin terselenggaranya kepemerintahan yang
baik (good governance)
di tingkat Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Dengan
dianutnya asas-asas umum tersebut di
dalam UU Keuangan Negara, pelaksanaan UU ini selain
menjadi acuan dalam
reformasi manajemen keuangan negara, sekaligus dimaksudkan
untuk memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
UU Nomor
17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara selanjutnya menjadi landasan bagi
pelaksanaan pembenahan manajemen pemerintahan, khususnya di sektor keuangan,
yang akan membawa dampak yang sangat luas kepada kehidupan perekonomian
nasional.
Sesuai
dengan ketentuan dalam pasal 29 UU No.17 tahun 2003, dalam rangka pengelolaan
dan pertanggungjawaban keuangan negara yang ditetapkan dalam APBN
dan APBD, perIu ditetapkan kaidah-kaidah hukum administrasi keuangan negara.
Selama ini kaidah-kaidah
hukum administrasi keuangan negara didasarkan pada ketentuan UU Perbendaharaan
Indonesia (UUPI)/ lndische Comptabiliteitswet (ICW) Staatsblad No 448/1925. Terakhir, UU ICW diubah
dengan UU No 9/1968. UUPI
tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan pengelolaan keuangan negara yang
sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi dan teknologi. Oleh
karena itu, UU tersebut perlu diganti dengan UU baru yang mengatur kembali ketentuan di
bidang perbendaharaan negara. Dan hal itu
telah dapat direalisir setelah pada tanggal 18 Desember 2003,
rapat paripuma DPR menyetujui disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU)
Perbendaharaan Negara menjadi Undang-Undang (UU) Perbendaharaan Negara yang kemudian
diundangkan pada tanggal 14 Januari 2004 sebagai UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara.
UU tentang Perbendaharaan Negara mengatur
tentang ruang lingkup dan asas umum perbendaharaan negara, pelaksanaan
pendapatan negara, dan kewenangan pejabat perbendaharaan Negara/daerah.
UU itu juga mengatur pengelolaan uang Negara/daerah, pengelolaan piutang dan utang Negara/daerah, pengelolaan investasi dan barang milik negara/daerah, penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD, pengendalian intern
pemerintah, penyelesaian kerugian Negara/daerah, serta pengelolaan keuangan
badan layanan umum.
Maka
menjadi jelas kedua paket UU tersebut yaitu UU No.17 tahun 2003 dan UU No.1 tahun
2004 merupakan undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara yang
menjadi acuan setiap penyelenggara negara dalam meIaksanakan kegiatan
kepemerintahan. Dan masih ada satu lagi paket UU yang juga sangat penting yaitu
UU No.
15 tabun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Jawab Keuangan Negara. Oleh karena itu pemahaman
yang benar dan komprehensif mengenai undang-undang tersebut menjadi suatu
keniscayaan bagi segenap unsur aparatur penyelenggara negara dan kegiatan
kepemerintahan.
Salah satu
pemahaman yang perIu kita ketahui dalam UU tersebut
adalah seputar jabatan bendahara. Untuk itu, tulisan ini akan mencoba memaparkan hal-hal seputar
bendahara dalam perspektif UU tersebut khususnya UU tentang Perbendaharaan
Negara.
Pengertian,
Tugas, Pengangkatan dan Kedudukan Bendahara
Sesuai
pasa] 35 ayat (2) UU Keuangan Negara (UUKN) dan pasal 1 UU Perbendaharaan Negara (UUPN) istilah bendahara mempunyai definisi yaitu setiap orang atau badan
yang diberi tugas untuk dan atas nama Negara/daerah, menerima, menyimpan dan
membayar/menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang Negara/daerah.
Kemudian ditegaskan dalam penjelasan pasal 10 UUPN, tugas kebendaharaan meliputi
kegiatan menerima, menyimpan, menyetor/membayar/menyerahkan, menatausahakan dan
mempertanggungjawabkan penerimaan/pengeluaran uang dan surat berharga yang
berada dalam pengelolaannya.
Di dalam
pelaksanaan tugas pengelolaan keuangan Negara/daerah, ada tiga pembagian
bendahara, yaitu bendahara umum, bendahara penerimaan dan bendahara
pengeluaran. Bendahara Umum adalah pejabat yang diberi tugas untuk meIaksanakan
fungsi bendahara umum Negara/daerah. Dalam hal fungsi bendahara umum negara
dipegang sepenuhnya oleh Menteri Keuangan yang kemudian dikuasakan kepada KPPN
sedangkan untuk bendahara umum daerah dipegang oleh Kepala Satuan Kerja Pengelola
Keuangan Daerah, biasa disebut Kabag Keuangan Pemda.
Pembagian
bendahara yang kedua adalah Bendahara Penerimaan, yaitu orang yang ditunjuk
untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan
mempertanggungjawabkan uang pendapatan negara dalam rangka pelaksanaan APBN /
APBD pada kantor satuan
kerja kementerian Negara/lembaga/pemda. Setiap awal tahun anggaran Menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota mengangkat bendahara penerimaan
untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka
pelaksanaan anggaran pendapatan pada kantor/satuan kerja di lingkungan
kementerian negara/lembaga.
Adapun
Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan,
membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja Negara/daerah dalam rangka pelaksanaan APBN/APBD
pada kantor/satuan kerja kementerian Negara/lembaga/pemda. Persis seperti
halnya bendahara penerimaan, setiap awal tahun Menteri/pimpinan lembaga/gubernur
/bupati/walikota mengangkat bendahara pengeluaran untuk melaksanakan tugas
kebendabaraan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja
pada kantor/satuan kerja di lingkungan kementerian negara/lembaga/pemda.
Selanjutnya pembahasan pada tulisan ini akan
difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan bendahara
penerimaan dan pengeluaran.
Dengan
UU Perbendaharaan
Negara, kedudukan bendahara penerimaan dan
pengeluaran dalam pengelolaan keuangan negara menjadi
semakin istimewa karena menjadi bagian dari pejabat perbendaharaan, selain dua
pejabat lainnya yaitu pejabat pengguna anggaran dan pejabat bendahara umum Negara/daerah.
Disamping itu jabatan bendabara akan berubah menjadi jabatan fungsional seperti
ditegaskan dalam pasal
10 ayat (3) UUPN yang menyatakan bahwa Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran
adalah Pejabat Fungsional. Karena itu Jabatan Bendahara Penerimaan/Pengeluaran
tidak boleh dirangkap oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau Kuasa Bendahara Umum
Negara.
Jabatan
fungsional bendahara tersebut dibentuk selambat-lambatnya 1 (satu)
tahun sejak UU ini diundangkan. Sehingga mulai tahun anggaran 2005 aturan
jabatan fungsional bendahara ini seharusnya sudah diberlakukan. Sedangkan
persyaratan pengangkatan dan pembinaan karier bendahara diatur oleh Bendahara
Umum Negara yaitu Menteri Keuangan selaku Pembina Nasional Jabatan Fungsional
Bendahara.
Pengelolaan
Uang Persediaan/Kas Kecil
Untuk
kelancaran pelaksanaan tugas kementerian Negara/lembaga/ satker
perangkat daerah kepada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dapat
diberikan uang persediaan yang dikelola oleh Bendahara Pengeluaran. Untuk itu, Menteri/pimpinan
lembaga /gubernur/ bupati/walikota mengangkat bendahara untuk mengelola uang
yang harus dipertanggungjawabkan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran
kementerian Negara/lembaga/satker perangkat daerah. Uang itu kemudian dikenal
dengan istilah uang persediaan (UP), yang sebelumnya disebut dengan istilah UYHD (Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan).
Sesuai
pasal 21 ayat (3) UUPN, bendahara pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang
persediaan yang dikelolanya setelah :
- Meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa
Pengguna Anggaran
- Menguji kebenaran perhitungan tagihan
yang tercantum dalam perintah pembayaran
- Menguji ketersediaan dana yang
bersangkutan
Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran apabila persyaratan tidak dipenuhi.
Dengan kewenangan untuk menolak tersebut, maka bendahara
pengeluaran tak lagi berfungsi sebagai kasir belaka.
Larangan
pada Bendahara dan Pertanggungjawabannya
Di dalam pasal
10 ayat (5) UUPN dinyatakan bahwa Bendahara Penerimaan/Pengeluaran dilarang
melakukan baik secara langsung maupun tidak langsung, kegiatan perdagangan, pekerjaan
pemborongan dan penjualan jasa atau bertindak sebagai penjamin atas kegiatan/pekerjaan/penjualan
tersebut. Larangan tersebut jelas ditujukan dalam rangka pemberantasan
KKN. Sebenarnya selama ini larangan ini sudah ada namun
belum secara tegas dinyatakan dalam sebuah UU.
Selanjutnya,
setiap bendahara bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara
yang berada dalam pengurusannya. Begitu juga dengan Bendahara Pengeluaran bertanggung
jawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakannya. Dan sebagai pejabat fungsional
Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran bertanggung jawab secara fungsional atas
pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya kepada Kuasa Bendahara Umum Negara/Daerah.
Selain itu, berdasarkan pasal 35 ayat (2) UUKN, Bendahara juga wajib menyampaikan
laporan pertanggungjawaban kepada BPK.
Sanksi
dan Ganti Rugi pada Bendahara
Bendahara
yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan
kepadanya secara langsung merugikan keuangan negara/daerah, wajib mengganti kerugian
tersebut. Segera setelah kerugian Negara/daerah tersebut diketahui, kepada
bendahara yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya segera
dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian
tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti kerugian
negara/daerah dimaksud.
Jika surat
keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin
pengembalian kerugian Negara/daerah, Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota
yang bersangkutan segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian
sementara kepada yang bersangkutan. Surat Keputusan dimaksud adalah yang mempunyai
kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita jaminan.
Pengenaan
ganti kerugian Negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan. Apabila dalam pemeriksaan kerugian Negara/daerah ditemukan unsur
pidana, BPK
menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Maksudnya adalah rnenyampaikan hasil pemeriksaan
tersebut beserta bukti-buktinya kepada instansi yang berwenang. Ketentuan lebih
lanjut tentang pengenaan ganti kerugian negara terhadap bendahara diatur dalam UU mengenai pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara.
Bendahara
yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat
dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana. Putusan pidana tidak
membebaskan dari tuntutan ganti rugi. Kewajiban
bendahara untuk membayar ganti rugi
menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak
dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.
Dalam hal
bendahara yang dikenai tuntutan ganti kerugian negara berada dalam pengampuan,
melarikan diri, atau meninggal dunia, penuntutan dan penagihan terhadapnya
beralih kepada pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris,
terbatas pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya, yang berasal dari bendahara yang bersangkutan. Tanggung jawab pengampu/yang
memperoleh hak/ahli waris untuk membayar ganti kerugian negara menjadi hapus
apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan pengadilan yang menetapkan
pengampuan kepada bendahara, atau sejak bendahara yang bersangkutan diketahui
melarikan diri atau meninggal dunia, pengampu/yang
memperoleh hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat yang berwenang
mengenai adanya kerugian Negara/daerah.
Ketentuan
penyelesaian kerugian negara sebagaimana diatur dalam UU Perbendaharaan
Negara berlaku pula untuk uang dan/atau barang bukan milik negara, yang berada
dalam penguasaan bendahara yang digunakan dalam penyelenggaraan tugas
pemerintahan.