Ada banyak macam
pembagian. Ada pengelompokan sesuai dengan jenis, warna, bentuk, ukuran,
asal-usul atau manfaatnya. Atau variasi item yang memiliki satu kemiripan,
kesamaan hingga membuat mata menyimpulkan bahwa benda atau makhluk itu masih
dalam satu kelompok. Dan siapa saja bisa
membuat kategori sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Maka, saya pun ingin
membuat pengelompokan atas jenis pria yang hidup di dunia ini. Bukan pria yang
sudah mati atau masih anak-anak, tetapi pria dewasa yang sudah memiliki istri
dan anak alias sudah berkeluarga. Tidak hanya berhenti disitu, lebih jauh lagi bagaimana
pria dewasa ini hidup dan menjalani kehidupan berkeluarganya.
Saya membaginya
menjadi dua macam pria.
Pertama, pria yang
selalu hidup dengan keluarganya, menghabiskan waktu bersama istri dan anaknya
dan hanya berpisah dalam jangka waktu kurang dari 10 jam setiap harinya karena
dia harus bekerja di luar rumah. Setelah itu, ia akan tetap menemani istri dan
anak-anaknya. Bagi sebagian besar orang, menjadi pria jenis yang pertama ini
merupakan idaman karena menganggap jenis pria inilah yang merupakan pria paling
bahagia.
Jenis pria kedua
adalah pria yang hidupnya terpisah dari keluarga, sendiri menghidupi diri,
mengurus dirinya sendiri dan tidur sendiri. Dalam setahun tak lebih dari 60
hari, yang ia habiskan bersama keluarganya. Selebihnya hidup mandiri. Ada
banyak sebab mengapa ia menyendiri. Paling banyak adalah karena pilihan pekerjaan
yang mengharuskan ia memilih untuk hidup jauh dari homebase. Ada yang seminggu sekali pulang yang sering dikenal dengan
singkatan PJKA (Pulang Jumat Kembali Ahad), atau bisa jadi dua mingguan, satu
bulanan atau mungkin 2 bulanan bahkan 3 sampai 6 bulanan hingga tahunan. Bila
sudah mencapai tahunan, bisa dipastikan karena pria ini menjadi TKI yang
bekerja di luar negeri dengan kontrak tahunan yang hanya memberikan kesempatan pulang
setahun sekali. Atau pria yang bekerja di kapal pesiar yang berlayar hingga
setahun lebih dan hanya memberi libur
bagi anak buah kapal setelah sembilan bulan berlayar.
Mengapa ada pembagian
seperti itu? Dan soal apakah ini sebenarnya? Tak lebih dari bagaimana
seharusnya kita melihat diri kita sebagai seorang pria dewasa. Apa yang harus dilakukan
jika kita sebagai pria jenis kedua, yang sebagian besar orang menganggap
sebagai kehidupan berkeluarga yang tidak normal. Dan yang pasti menjalin
hubungan jarak jauh dengan keluarga, bukanlah sesuatu yang mudah.
Waktu yang begitu
longgar dengan kesendirian perlu dimanfaatkan dengan menyibukkan diri pada
hal-hal yang positif agar tidak terjerumus pada kekosongan jiwa dan pikiran
hingga menyebabkan diri terperosok pada jurang ketidakmanfaatan dan mungkin perselingkuhan.
Kekuatan apa yang
harus kita miliki, tak lain adalah motivasi dari dalam diri kita sendiri yang
hanya bisa tumbuh dari kesadaran bahwa hidup ini harus terus berlanjut, apapun
kondisi kita. Sendiri ataukah ditemani istri, tak jarang hanya sebuah bentuk
ilusi. Terkadang, malah pria jenis pertama yang sering gagal dalam berumah tangga.
Karena jiwanya tak bisa menyatu dengan alam pikiran istri dan anak-anak. Tubuh
dan raga terlihat berkumpul, tapi hanya sebatas onggokan daging yang beriringan.
Jiwa dan pikirannya lepas entah kemana. Kejenuhan kadang menggeroti pada
hubungan yang monoton. Rutinitas menjadi epidemi yang melumpuhkan pikiran untuk
berbuat kreatif. Inovasi pun nihil karena yang terjadi hanya kehidupan yang
klerikal, hanya dari satu titik ke titik berikutnya, dimana titik yang kita
tuju dan apa yang terjadi disana, dengan mudah bisa kita tebak. Artinya, tak
ada lagi kejutan-kejutan yang memompa adrenalin. Karena, sesungguhnya pria
dewasa membutuhkan adrenalin untuk terus hidup dan bahagia.
Pada pria jenis
kedua, sering terjadi kejutan-kejutan dalam hidupnya, tanpa direncana dan
terpikirkan oleh dirinya. Siapa bilang hidup terencana memberi kebahagian. Pada
sebagian orang, justru itu membosankan karena tak ada lagi tantangan dan semua
telah terantisipasi dengan baik. Hidup semacam itu, hanya menarik bagi
orang-orang yang takut akan tantangan dan menyerah pada waktu.
Namun, bukan juga
mudah menjalani kehidupan sebagai pria jenis kedua. Kesunyian dan kesepian
merupakan musuh utama yang sangat menakutkan dan menggerogoti pikiran serta
usia. Aktivitas seperti terasa hanya sekedar membunuh waktu. Bagai ada sesuatu
yang selalu ditunggu atau tujuan dan waktu yang mesti diraih dengan lebih dulu
melampaui urutan hari yang terasa lamban berjalan. Dan tidur menjadi
satu-satunya obat mujarab untuk mempersingkat panjangnya hari tersebut.
Celakanya, insomnia datang menggerogoti mata.
Sudah pasti, kedua
pilihan jenis pria ini memiliki tantangannya sendiri. Didalamnya terkandung
kelebihan dan kekurangan masing-masing dan tak ada yang benar-benar sempurna
dan terlepas dari segala cacat.
Dan pertanyaan akhir
yang perlu diajukan adalah: dari jenis pria manakah Anda? Pertama ataukah
kedua? Ini menjadi sebuah pertanyaan retoris yang tidak perlu Anda jawab.
Karena saya sendiri yang akan menjawabnya. Bagi saya pembagian diatas, tidaklah
penting dan tidak menjadi urgen dan prioritas bagi hidup saya, seperti halnya
pilihan pilkada langsung atau tak langsung. Malah, pilihan itu sangat
membatasi, karena masing-masing pribadi sangat sanggup untuk menciptakan
pilihannya sendiri. Hidup tak harus jelas pada pilihan satu warna. Sebab,
selalu ada campuran warna. Dan kombinasi warna itu menciptakan pelangi yang
sangat indah.
***