Salah satu temuan BPK
pada pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat di salah satu unit eselon I di
suatu kementerian adalah adanya sejumlah pegawai yang melakukan kerja lembur
pada saat yang bersangkutan melaksanakan perjalanan dinas dan kepada pegawai
tersebut dibayarkan uang lemburnya.
Ini jelas tidak
masuk akal dan secara logika administrasi hal tersebut tidak semestinya terjadi.
Tetapi mengapa ini terjadi? Karena daftar hadir kerja lembur masih dibuat
secara manual. Dan menjadi pertanyaan, disaat daftar kehadiran masuk/pulang kerja
sudah menggunakan sistem kehadiran elektronik, mengapa daftar hadir kerja lembur
masih menggunakan daftar hadir manual ? Sesuatu yang sangat rawan manipulasi.
Sejatinya, kerja lembur dengan absensi manual tidak menyalahi ketentuan. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.05/2009 tentang Kerja Lembur dan Pemberian Uang
Lembur Bagi Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
Nomor PER-41/PB/2009 tentang Prosedur dan Tata Cara Permintaan serta Pembayaran
Uang Lembur Bagi Pegawai Negeri Sipil, belum mewajibkan pelaksanaan kerja lembur
dengan sistem kehadiran elektronik.
Namun, reformasi birokrasi yang telah dilaksanakan harus terus
disempurnakan. Nila setitik tidak boleh merusak susu sebelanga. Kerja keras dan
layanan birokrasi yang sudah mendapat apresiasi dan penghargaan, jangan sampai
ternoda oleh masalah sepele. Maka kemudian, muncul gagasan untuk mengatur
pelaksanaan kerja lembur dengan menggunakan sistem kehadiran elektronik. Lahirlah
pengaturan internal dalam bentuk surat edaran.
Maksud tulisan ini adalah barangkali ada kementerian lain atau eselon I
lain yang berminat untuk mencontoh apa yang telah dilakukan oleh eselon I
kementerian ini.
Beberapa poin dalam pengaturan surat edaran tersebut, diantaranya : pertama, pegawai dapat diperintahkan melakukan
kerja lembur untuk menyelesaikan tugas-tugas kedinasan yang mendesak. Kerja
lembur yang akan dibayarkan uang lembur harus berdasarkan Dokumen Perintah
Lembur (DPL), yang terdiri dari Surat Perintah Kerja Lembur (SPKL) dan Surat
Pernyataan Tanggung Jawab Perintah Lembur (SPTPL) dan sepanjang pagu dana uang
lembur dalam DIPA tersedia. Dalam hal terdapat Pegawai yang kerja Jembur namun
namanya tidak tercantum dalam DPL, kepada pegawai tersebut tidak dapat
dibayarkan uang lembur. Hal ini dimaksudkan agar tidak semua orang yang selesai
jam kantor dan masih berada di kantor karena menunggu macet atau hujan atau
bahkan tidur di kantor, dianggap sebagai kerja lembur.
Kedua, SPKL dibuat pada awal bulan dan ditandatangani oleh Kuasa
Pengguna Anggaran/Direktur/Kepala Kantor. Atas dasar SPKL diterbitkan SPTPL,
yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pejabat eselon III di
masing-masing unit eselon III. Mengapa eselon III? Karena eselon III dianggap
paling mengetahui pekerjaan yang perlu dilemburkan. SPTPL dibuat sebelum atau
paling lambat pada hari pelaksanaan kerja lembur.
Ketiga, Pegawai yang diperintahkan melaksanakan kerja lembur wajib
mengisi daftar hadir masuk/pulang kerja sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada saat
masuk kerja dan pada saat pulang kerja dengan menggunakan Mesin Kehadiran Elektronik.
Untuk Kerja lembur pada hari kerja : Jam masuk kerja adalah sesuai ketentuan
yang berlaku dan Jam pulang kerja adalah sampai batas akhir waktu kerja lembur
sesuai SPTPL. Pelaksanaan kerja lembur pada hari kerja dihitung mulai pukul
17.00 (akhir jam kerja).
Untuk Kerja lembur
pada hari libur, jumlah jam kerja lembur sesuai dengan kebutuhan waktu penyelesaian
pekerjaan. . Jika diperhatikan, di form SPTPL hanya mencantumkan jumlah jam
lembur, bukan rentang waktu kerja lembur. Sehingga bersifat fleksibel, tergantung
masing-masing pegawai kapan memulai dan mengakhiri kerja lembur. Dalam hal ini,
perhitungan jam lembur pada hari libur dimulai pada saat pegawai absen masuk
lembur dan berakhir saat pegawai absen pulang lembur.
Keempat, penghitungan jumlah jam kerja lembur adalah pembulatan
kebawah. Contoh : Kerja lembur mulai pukul 17.00 s.d. 20.50 dihitung 3 jam;
Kerja lembur mulai pukul 17.00 s.d. 21.05 dihitung 4 jam.
Pegawai yang kerja lembur tidak sampai batas akhir jam lembur
yang tercantum dalam SPTPL, maka yang dihitung adalah jam lembur riilnya. Sedangkan, pegawai yang kerja lembur
melebihi batas akhir jam lembur yang tercantum dalam SPTPL, maka yang
dihitung adalah jam lembur sesuai SPTPL.
Kelima, bagi pegawai yang tidak diperintahkan melaksanakan kerja
lembur dengan SPTPL, pengisian daftar kehadiran mengikuti ketentuan yang
berlaku, dimana ada batasan waktu untuk melakukan absensi pulang.
Keenam, uang lembur tidak diberikan kepada : Pegawai yang berada di
kantor di luar jam kerja kedinasan tetapi tidak diperintahkan untuk kerja
lembur berdasarkan SPTPL; Pegawai yang mendapat surat tugas melakukan
perjalanan dinas dalam/luar kota dan mendapatkan biaya yang dibebankan pada
APBN/APBD/pihak lain; Pegawai yang lupa dan atau tidak mengisi daftar hadir pulang
kantor; dan Pegawai yang melakukan rapat di dalam kantor di luar jam kerja
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya.
Bagaimana dengan pegawai yang
diperintahkan kerja lembur tetapi tidak melaksanakan kerja lembur? Dalam hal
ini, belum dianggap sebagai pelanggaran disiplin sesuai PP Nomor 53 Tahun 2010.
Selain, karena memang sudah berada di luar jam kerja. Tentu ada resikonya,
yaitu tidak mendapatkan uang lembur dan mungkin menjadi kurang baik di mata
pimpinan.