Terik mentari menyengat tubuhnya yang renta
Kepulan nikotin lekat dengan muka
Berdiri mematung memandangi buliran padi
Keputusasaan menyeruak diri
Terbayang jerih payah yang punah
Padi puso dimamah hama sawah
Ia telah menjadi petani, bukan
buruh tani
Status baru disandangnya dikala senja
Hamparan sawah telah menjadi milik keluarga
Semangatnya terus menyala tak imbang dengan jumlah usia
Jiwa tani sejati telah
menghunjam
Putus asa tak lebih dari hitungan detik jam
Bangkit segera, lupakan duka
Alkisah, berpuluh tahun ia bergelut di negeri sana
Demi cita-cita keluarga dan
putra-putrinya
Pantang menyerah, meski kurungan taruhannya
Kini, cita-cita itu bukan lagi
mimpi
Putra putri telah menjadi
sarjana sejati
Mandiri dan penuh balas budi
Tetap saja, tak ada bahagia yang sempurna
Ada lubang di hati, yang tak bisa
ditambalnya
Kekasih jiwa telah tiada
Disaat bahagia keluarga, mulai menyapa
***