Pagi ini
saya datang ke monas. Ini adalah kali kedua setelah bertahun tahun yang lalu
saat masih kuliah. Masih terekam di ingatan, kala itu rombongan kami didatangi
beberapa tentara. Seorang tentara menegur dan menanyai kami. Rupanya sedang
berlangsung konferensi yang dihadiri beberapa negara, sehingga dilakukan
peningkatan keamanan dan penjagaan, sampai sampai kami yang datang ke Monas
patut dicurigai.
Karena
satu
sebab, minggu ini saya tidak pulang dan saya gunakan kesempatan untuk
mendatangi Monas. Saya parkir motor di Stasiun Gambir, lalu berjalan
kaki menuju pintu
masuk di sebelah selatan. Awalnya saya menduga, pintu Monas yang dekat
Stasiun
Gambir dibuka. Ternyata tidak. Ya sudah, saya ikuti beberapa orang yang
menurut
dugaan saya juga akan masuk ke Monas. Saya perhatikan dari pakaian dan
bawaannya.
Sampailah
saya di pintu selatan.
"Kalau
tahu disini ada parkir motor, ngapaian saya parkir di Stasiun Gambir,"
batin saya.
Saya mencoba
amati areal parkiran. Lalu terbersit di hati: “untunglah saya parkir di Stasiun
Gambir.” Disini parkiran motor sudah berjubel.
Saya melewati
parkiran mobil. Untuk masuk ke kawasan Monas, saya harus melewati Lenggang Jakarta,
kumpulan para pedagang makanan, minuman, pakaian dan pernik-pernik lainnya.
Akhirnya
saya berhasil masuk. Adat istiadat masa kini tidak saya lewati, saya selfi dengan
latar Monas yang kokoh menjulang.
Tua, muda,
anak-anak, laki-laki, perempuan, semua ada. Dari yang cadaran hingga celana
ketat tiga perempat paha, ada.
Saya mendekat
ke monas, biasalah foto-foto, rekam video. Lalu berjalan memutari Tugu Monas
sambil mengamati aktivitas para pengunjung. Senam, main badminton, lari-lari,
jogging, bersepeda, duduk-duduk, pacaran, makan minum dari bekal yang mereka bawa atau beli di Lenggang Jakarta,
bahkan ada yang merokok. Satu terakhir ini yang kadang bikin hati sebel. Yang lain
pengen olah raga, cari kegembiraan, biar sehat.... e.. yang ini malah merokok, bawa
racun. Sungguh satu warisan nenek moyang yang sangat sya sesali. Dulu kenapa juga
nenek moyang kita menemukan rokok? Yo wis
lah...
Dari apa
yang saya perhatikan, saya kemudian menarik kesimpulan berdasarkan subyektifitas
saya dan hipotesa saya. Begini.
Dimana pun ternyata sama saja. Berakhir pekan dengan keluarga itu ya paling-paling jalan-jalan ke kawasan taman, berbaur dengan keramaian. Tidak di Jakarta atau Pelaihari, sama saja. Menikmati hari minggu ya sebenarnya begitu-begitu saja. Yang membuat mereka tampak bahagia adalah kebersamaan mereka bersama dengan orang yang mereka kasihi. Poinnya itu.
Dimana pun ternyata sama saja. Berakhir pekan dengan keluarga itu ya paling-paling jalan-jalan ke kawasan taman, berbaur dengan keramaian. Tidak di Jakarta atau Pelaihari, sama saja. Menikmati hari minggu ya sebenarnya begitu-begitu saja. Yang membuat mereka tampak bahagia adalah kebersamaan mereka bersama dengan orang yang mereka kasihi. Poinnya itu.
Walau di Monas,
kalau Anda sendirian, jauh dari kekasih dan terpisah dengan mereka yang Anda cintai,
ya rasanya sama saja saat Anda mbulok
di Pelaihari.