Saat ini hampir di setiap Kementerian
sudah memberikan tunjangan kinerja (tukin) kepada para pegawainya berdasarkan
kehadiran. Artinya, bila pegawai tersebut tidak masuk kerja, terlambat atau
pulang sebelum waktunya akan dikenakan potongan dengan prosentase tertentu atas
tukin yang diterima.
Untuk mengetahui pegawai hadir,
telat atau pulang cepat, setiap instansi pemerintah sudah menerapkan daftar kehadiran
elektronik, baik dengan handkey atau
sidik jari.
Pada kondisi tertentu, pegawai dapat
dibebaskan untuk tidak mengisi daftar hadir dan tidak dikenakan potongan absen
atas tukin, apabila pegawai mendapat penugasan baik perjalanan dinas keluar
kota atau bahkan perjalanan dinas dalam kota sampai dengan 8 jam. Bentuk penugasan
itu dibuktikan dengan adanya surat tugas (ST) yang diterbitkan pimpinan
instansi.
Dalam pasal 3 ayat (1) PMK Nomor 72/PMK.05/2016
tentang Uang Makan Bagi Pegawai Aparatur Sipil Negara, menyebutkan salah
satunya: Uang Makan tidak diberikan kepada Pegawai ASN yang tidak hadir kerja.
Bagi PNS, hadir kerja dibuktikan
dengan pengisian daftar kehadiran, dimana biasanya ada dua kewajiban pengisian
daftar hadir yaitu: masuk kerja dan pulang kerja pada jam yang sudah
ditetapkan. Melewati jam masuk kerja, disebut terlambat dan bila pulang lebih
cepat atau mengisi absen sebelum jam pulang kantor disebut pulang cepat atau
pulang sebelum waktunya. Meski pegawai tersebut terlambat masuk kantor atau
pulang cepat, masih dapat dikatakan yang bersangkutan hadir kerja. Karena daftar
absensi menunjukkan ybs telah hadir di kantor atau tempat kerja. Yang itu
artinya, meski terlambat atau pulang cepat atau kombinasi keduanya, ybs masih
tetap berhak untuk mendapatkan uang makan.
Sementara itu, pasal 3 ayat (3) PMK
Nomor 72/PMK.05/2016, menyebutkan Pegawai ASN yang melaksanakan perjalanan dinas
jabatan yang dilaksanakan di dalam kota sampai dengan 8 (delapan) jam dapat diberikan Uang Makan sepanjang
Pegawai ASN yang bersangkutan mengisi
daftar hadir kerja pada hari kerja berkenaan.
Agar ketentuan tersebut tidak
disalahgunakan atau agar tidak dimanfaatkan untuk sekedar keuntungan pegawai, definisi
“mengisi daftar hadir kerja”,
menurut saya harus diartikan: mengisi daftar hadir kerja meliputi absen masuk
dan absen pulang sesuai jam yang telah ditentukan, yang itu artinya: tidak
boleh terlambat dan tidak boleh pulang cepat. Selain hal itu agar konsisten
dengan pembayaran tunjangan kinerja.
Agar lebih mudah dipahami, saya berikan
ilustrasi sbb:
Ilustrasi 1: Seorang pegawai hari itu mendapat tugas dinas dalam kota untuk
monitoring atau memberikan penyuluhan pada instansi yang berjarak beberapa kilo
di bagian utara rumahnya. Sementara kantornya beberapa kilo di bagian selatan
rumah. Karena sudah mendapat ST, ybs dibebaskan untuk tidak mengisi daftar
hadir baik masuk kerja maupun pulang kerja, dan bisa langsung berangkat dari
rumahnya ke instansi lokasi monitoring atau penyuluhan. Dan tukin bulanannya
tidak ada dikenakan potongan, malah atas tugas dinas dalam kota tersebut ia
berhak mendapat biaya transport dalam kota. Karena pegawai tersebut masih
berharap mendapat uang makan, selesai acara ia ke kantor untuk melakukan absen.
Ilustrasi 2: Seorang pegawai pada hari Jumat mendapat tugas dinas dalam
kota menghadiri rapat koordinasi atau seminar di sebuah hotel, dimana acaranya
sampai dengan tengah hari. Pagi hari setelah ke kantor dan melakukan absen
masuk, ia berangkat ke lokasi acara. Tiba-tiba, pada saat acara ia mendapat
kabar untuk segera pulang kampung. Setelah selesai acara dan sembahyang Jumat,
ia pergi ke terminal dan berangkat ke kampung halaman. Pada contoh ini, ybs
tidak sempat lagi melakukan absen pulang kerja.
Bila definisi “mengisi daftar hadir kerja”, bisa diartikan seperti
ilustrasi diatas, saya kira akan muncul permasalahan di kemudian hari. Paling
tidak, menurut saya hal itu tidaklah elok. Satu sisi, dengan ST dinas dalam
kota, membebaskan pegawai tidak melakukan absen dan tidak dipotong tukinnya.
Sementara, cukup dengan absen sekali baik kategori terlambat atau pulang cepat,
ia sudah bisa mendapat uang makan. Saya rasa, akan muncul apa yang saya sebut “sikap
mencari keuntungan” dimana pegawai mendapat biaya transport, tidak dikenakan
potongan tukin dan tetap mendapat uang makan.
Untuk itu, karena di pasal 17 ayat
(1) PMK Nomor 72/PMK.05/2016, disebutkan Menteri/pimpinan lembaga menyelenggarakan
pengendalian internal terhadap pelaksanaan pembayaran Uang Makan. Dan karena pasal
3 ayat (3) bunyinya “DAPAT”, maka menurut saya, setiap instansi bisa melakukan
pengendalian dengan menerapkan aturan yaitu untuk perjalanan dinas dalam kota
dimana pegawai sudah mendapatkan biaya transport, dan tidak dipotong tukin,
pegawai tidak perlu mendapat uang makan, kecuali pegawai tersebut melakukan
absensi masuk kerja dan pulang kerja sesuai jam kantor (tidak terlambat dan
atau pulang cepat).
***