Ini benar-benar subuh yang memprihatinkan.
Demikian yang terjadi di sebuah masjid besar di Dusun Beluk. Hanya seorang
kakek yang datang, tak ada jamaah subuh lainnya. Mbah Sastro, begitu warga
menyebut nama kakek itu. Satu orang marbot yang paling rajin.
Tenaga Mbah Sastro tak lagi muda. Tangannya
sudah mulai gemetar memegang kayu penabuh bedug. Bunyi bedug tak begitu keras
suaranya.
“Allahu
Akbar…. Allahu Akbar……!”
Suara azan Mbah Sastro terdengar mengalun,
mengiris hati. Bukan karena suaranya yang merdu, tapi suara tua yang tak lagi
terdengar jelas dan lemah.
“Assholatu
khoirum minan naum…..,” suaranya bergetar, menyayat.
Selesai azan, ia tunaikan sholat sunnah.
Mbah Sasatro menengok kearah serambi masjid.
Belum juga ada warga yang datang, belum ada jamaah subuh.
“Sambil menunggu yang lain, aku pujian saja,”
gumamnya.
Masjid itu lumayan besar. Ada 10 kipas angin
yang dipasang di ruang sholat. Semuanya berputar. Sehingga terdengar seperti angin
topan.
“Wussuwussuwusssss…….”
Begitu juga dengan lampu-lampu di ruangan
sholat dan serambi. Semua menyala terang.
“Robbana,
robbana, atiinaa… fidun ya hasanah……… “
Suara pujiannya pun makin menyayat, lemah
dengan selingan suara batuk tua. Memang, sudah waktunya ada pengganti dari
kalangan anak muda. Tapi, tak juga ada anak muda yang tergerak hatinya untuk
menggantikan tugas Mbah Sastro.
Sudah lima menit Mbah Satro pujian, tapi belum
juga ada yang datang.
Tiba-tiba terdengar bunyi gemericik air dari
kamar mandi disamping mesjid.
Mbah Sastro girang.
“Akhirnya, senandung pujianku ada hasilnya,
ada yang datang untuk berjamaah,” bisiknya dalam hati.
Karena penasaran, dibukanya jendela samping
masjid sambil terus melafalkan pujian. Dari jendela yang terbuka, ia melihat seseorang
yang sedang kencing dan setelah itu pergi lagi.
“Kurang ajar, kukira mau ikut berjamaah,
ternyata cuma numpang kencing,” gumam Mbah Sastro.
Rupanya yang datang ke kamar mandi itu adalah
seorang pencari kodok yang singgah untuk buang air. Mbah Sastro melanjutkan
kembali pujiannya hingga setengah jam. Namun, tak juga ada orang yang datang.
Akhirnya, ia tutup dengan membaca iqomat.
Mbah Kyai Imam yang biasanya menjadi imam
sholat, subuh itu juga tidak muncul. Kemarin, ia ijin menengok cucunya di dusun
sebelah dan menginap disana. Ia titipkan tugas sebagai imam pada Mbah Sastro.
Meski tak ada jamaah dan karena di masjid, Mbah
Sastro tetap berniat sholat subuh sebagai imam. Siapa tahu tiba-tiba ada yang
datang. Atau bukankah yang diperintahkan untuk sholat tidak hanya manusia? Makhluk
Jin juga diperintahkan untuk sholat. Mungkin saja ada Jin yang menjadi makmum dibelakang
Mbah Sastro.
“Usholli
fardos subuhi……”
Setelah membaca doa iftitah, Mbah Sastro
membaca fatihah dengan mengeraskan suara, seperti sholat jamaah subuh jamaknya.
“Ghoiril
maghdubi ‘alaihim, waladdhooliiin……”
“Aaamiiiiinnnnnn…….,”
terdengar suara keras dari belakang Mbah Sastro.
Mbah Sastro kaget, tubuhnya gemetar karena ketakutan.
“Bukankah tadi tak ada siapapun dibelakangku,”
begitu pikirnya.
“Lalu siapa yang berteriak “amiinn” tadi?”
Sebenarnya Mbah Sastro ingin membaca surat
yang agak panjang. Tapi, karena rasa takut dan penasaran ingin melihat siapa yang
ada di belakangnya, ia lalu membaca surat Al-Ikhlas (Qulhu).
Sambil membaca surat qulhu, dengan badan
gemetar dan rasa penasaran yang sangat, ia sedikit menengok kebelakang. Dan……
Dilihatnya beberapa orang bertubuh besar, berpakaian
hitam-hitam, dengan jenggot panjang sampai ke lantai dengan bola mata yang
besar-besar. Seketika itu pula, Mbah Sastro berteriak.
“Tolong…., Tolong…., Tolong….”
Lalu pingsan.
Pagi itu, warga Dusun Beluk geger dan gempar mendengar
suara orang minta tolong dari arah masjid. Sepertinya, microphone masjid lupa tidak
dimatikan oleh Mbah Sastro. Warga yang tadinya asyik terlelap, berselimut
hangat, bangkit dan bergegas menuju masjid. Mereka mendapati Mbah Sastro yang pingsan
di ruang sholat.
Warga dusun mengerubungi Mbah Sastro yang
mulai siuman.
“Ada apa, Mbah? Kok teriak tolong tolong,” tanya
seorang warga.
Setelah menyeruput kopi panas dari gelas yang
dipegang seorang warga dan dengan nafas yang masih tersengal-sengal, Mbah Sastro
menceritakan peristiwa yang baru saja ia alami.
Selesai bercerita, Mbah Sastro merasakan ada
keganjilan atas kedatangan para warga desa yang berbondong-bondong ke masjid.
“Sebentar…, kalian kok pada berduyun-duyun ke
mesjid ini, siapa yang manggil, siapa yang ngasih tahu, kalau aku pingsan?”
Tanya Mbah Sastro.
Lalu, seorang warga berkata.
“Tadi kami mendengar suara orang berteriak tolong
tolong dari arah mesjid. Makanya kami ramai-ramai datang ke mesjid ini.”
“Lho.., kalian semua ini memang aneh. Tadi aku
pukul bedug, lalu azan, bahkan lanjut pujian sampai setengah jam, kalian gak
ada yang datang,” ujar Mbah Sastro.
“Apa besok, adzan subuhnya aku ganti saja
jadi tolong tolong.. apa gitu aja, ya.?”
Warga terdiam, menunduk malu. Lalu ngeloyor pergi satu persatu.
Mbah Sastro terlihat sumringah, ia sudah
menemukan cara untuk memanggil warga pergi ke masjid.
***
(Diadaptasi dari cerita yang disampaikan KH. Anwar Zahid pada
suatu pengajian)
Keterangan :
Pujian : senandung doa, dzikir, sholawat atau nasehat setelah adzan
untuk mengisi waktu menunggu para jamaah datang ke masjid.