Seri Teknik Perbendaharaan (10)
(Sungguh
berani sekali saya menuliskan sebagai Teknik Perbendaharaan… Apa yang saya tulis adalah tata cara
perbendaharaan jaman dulu atau bisa dikatakan sudah lewat jaman alias
kedaluarsa. Namun, saya meyakini teknik atau pengetahuan ini akan berguna pada
saatnya nanti, minimal sebagai wasilah untuk bernostalgia…)
Gonjang-ganjing
tentang keberadaan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) mulai terdengar
riuh. Bunyinya sumbang dan tidak enak di telinga. Karena suaranya sangat
menyakitkan yaitu KPKN bubar dan berubah menjadi KPPN, yaitu singkatan dari
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. Tetapi ini baru
katanya, masih sekedar isu. Beberapa kewenangan KPKN akan dipretheli. KPKN
tak lagi punya gigi taring. Dia hanya mempunyai gigi geraham
yang hanya cukup untuk mengunyah sayur mayur dan buah-buahan, tidak halnya dengan
sate kambing dan tongseng. Apakah ini benar, tentu harus diuji kembali.
Cerita
ini bermula
dari pokal-gawene IMF yang "memaksa" kita untuk menerbitkan UU
Keuangan Negara. Meski sebenarnya UU ini tidak pernah ditandatangani
oleh Presiden Megawati, namun dengan gagah berani tetap meluncur deras hingga menelorkan
UU tentang Perbendaharaan Negara. Apakah dengan tiadanya tanda tangan Presiden Megawati
dalam UU Keuangan Negara akan menimbulkan persoalan di kemudian hari, bukan menjadi urusan
kita. Yang jelas pada saat ini dengan kedua UU tersebut ternyata
cukup merepotkan salah satu unit eselon I Departemen Keuangan. Banyak hal yang
harus dipikirkan terutama nasib para pegawai setelah reorganisasi.
Dalam
kedua UU tersebut dinyatakan bahwa kewenangan ordonatur tak lagi
dipegang oleh Menkeu, tetapi menjadi kewenangan masing-masing departemen.
Sedangkan Menkeu hanya selaku bendaharawan umum negara. Dari sinilah kemudian
berlanjut dengan kebisingan mengenai apa yang akan dilakukan
oleh KPKN. Bukan merupakan sebuah dosa jika kemudian kita ikut membedah UU Keuangan
Negara dan UU Perbendaharaan Negara serta menggagas apa yang akan dikerjakan
oleh KPKN. Untuk itu melalui tulisan ini dan dengan berpatokan pada kedua UU tersebut
kita mencoba meramalkan dan menggambar tentang tugas pokok dan alur kerja KPKN.
Berawal
dari Pasal 6 UU No. l7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang isinya sebagai
berikut : ayat (1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
pengelolaan keuangan Negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Ayat (2)
Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) : a). dikuasakan kepada Menteri
Keuangan, selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan
kekayaan negara yang dipisahkan; b). dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga
selaku pengguna anggaran/pengguna barang kementrian negara/lembaga yang
dipimpinnya; c). dst .....
Pembagian
tugas antara Menteri Keuangan dan para menteri lainnya
sebagaimana pasal 6 diatas dilakukan dalam rangka peningkatan akuntabilitas dan
menjamin terselenggaranya saling uji dalam proses pelaksanaan anggaran.
Pemisahan dimaksud adalah antara kewenangan administratif (ordonnateur) yang
diserahkan kepada kementerian negara/lembaga dan kewenangan
kebendaharaan (comptable) yang dipegang oleh kementerian keuangan.
Kewenangan
administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan
lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara,
melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian Negara/lembaga
sehubungan dengan realisasi perikatan tcrsebut, serta memerintahkan pembayaran
atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.
Di
lain pihak, menteri keuangan selaku bendahara umum negara sekaligus berfungsi
sebagai kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan disini
terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid dan hanya
dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran.
Selanjutnya
kita perhatikan pasal 8 UU Keuangan Negara tentang tugas menteri keuangan. Secara
lengkap bunyi pasal 8 sebagai berikut : Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas
pengelolaan fiskal, menteri keuangan mempunyai tugas sebagai berikut : a)
menyusun kebijakan fiscal dan kerangka ekonomi makro; b) menyusun rancangan
APBN dan rancangan Perubahan APBN; c) mengesahkan dokumen pelaksanaan
anggaran; d) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; e)
melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang;
f) melaksanakan
fungsi bendahara umum negara; g) menyusun laporan keuangan yang merupakan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN; h) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang
pengelolaan fiscal berdasarkan ketentuan UU.
Merujuk
pasal 8 butir f) diatas, maka dalam UU No.1 tentang Perbendaharaan
Negara yaitu pasal 7 dinyatakan sebagai berikut : ayat (1) Menteri keuangan
adalah bendahara umum Negara. Ayat (2) Menteri keuangan selaku bendahara umum
negera berwenang : a). menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan
anggaran negara; b). mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; c). melakukan
pengendalian pelaksanaan anggaran negara; d). menetapkan sistem penerimaan dan
pengeluaran kas negara; e). menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam
rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara; f). mengusahakan
dan mengatur
dana yang
diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara; g). menyimpan
uang negara; h). menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan
investasi; i). melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna
anggaran atas beban rekening kas umum negara; j). dst.....
Kemudian
dalam pasal 8 dijelaskan : ayat (1) Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara
mengangkat kuasa bendahara umum negara untuk melaksanakan tugas kebendaharaan
dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan.
Ayat (2) Tugas kebendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
kegiatan menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan
uang dan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya. Ayat (3)
Kuasa bendahara umum negara melaksnakan penerimaan dan pengeluaran
kas negara sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2)
huruf c. Ayat (4) Kuasa bendahara umum negara berkewajiban memerintahkan penagihan
piutang
Negara kepada pihak ketiga sebagai penerimaan negara. Ayat (5) Kuasa bendahara
umum negara berkewajiban melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai
pengeluaran anggaran.
Melihat
pasal-pasal diatas, dan tanpa maksud untuk mendahului,
dapat kita artikan bahwa posisi KPKN adalah sebagai kuasa bendahara umum
negara.
Dalam
rangka pelaksanaan anggaran belanja, kita dapat berpendapat bahwa tugas pokok KPKN
telah dijelaskan dalam pasal 19 UU Perbendaharaan Negara yang
bunyi lengkapnya sebagai berikut : ayat (1) Pembayaran atas tagihan yang
menjadi beban APBN dilakukan oleh bendahara umum negara/ kuasa bendahara umum
negara. Ayat (2) Dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bendahara umum negara/ kuasa bendahara umum negara berkewajiban untuk
: a). meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/
kuasa pengguna anggaran; b). menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban
APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran; c). menguji ketersediaan
dana yang bersangkutan; d). memerintahkan pencairan dana sebagai dasar
pengeluaran negara; e). menolak pencairan dana apabila perintah pembayaran yang
diterbitkan oleh pengguna anggaran/ kuasa pengguna anggaran tidak memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
Secara
sepintas beberapa kcwajiban bendahara umum Negara/kuasa bendahara umum negara (baca
: KPKN) bertentangan dengan salah satu filosofi UU Perbendaharaan
yaitu adanya pembagian wewenang ordonatur dan comptable. Disini
masih terlihat adanya kewenangan KPKN untuk memeriksa, menguji dan menolak
pencairan dana yang menjadi kewenangan ordonatur. Benarkah demikian
? Mari kita kaji kembali.
Jika
kita tetap konsisten dengan pembagian wewenang antara ordonatur & comptable,
maka beberapa
kewajiban KPKN sebagaimana pasal diatas, harus kita
jalankan sebagai berikut :
Pertama,
KPKN meneliti kelengkapan perintah pembayaran.
Persoalan apakah kelengkapan dokumen tersebut benar atau salah, bukan
kewenangan KPKN untuk menghakiminya. KPKN tidak bisa menolak pencairan dana karena
adanya kesalahan dalam penulisan/pembuatan kelengkapan dokumen, seperti pembuatan
kontrak tidak memenuhi item-item pokok sebuah kontrak.
Kedua,
KPKN menguji kebenaran perhitungan tagihan. Disini harus
kita artikan bahwa KPKN hanya meneliti kebenaran perhitungan potongan pajak
atau potongan lainnya. KPKN tidak dapat merubah jumlah kotor perintah
pernbayaran dari instansi pengguna anggaran. KPKN hanya boleh memperbaiki nilai
potongan pajak atau potongan lainnya sesuai ketentuan berlaku.
Ketiga,
KPKN menguji ketersediaan dana yaitu dengan melihat pagu
dana pada kartu pengawasan masing-masing instansi. Disinilah KPKN baru dapat
menolak pencairan dana apabila memang perintah pembayaran tersebut melampaui
pagu dana yang telah ditentukan untuk masing-masing instansi. Selain itu KPKN
juga dapat menolak pencairan dana apabila terdapat kesalahan materiil dalam
pembuatan perintah pembayaran
seperti
perintah pembayaran belum ditandatangani, format tidak sesuai ketentuan
berlaku, perintah pembayaran palsu dan kesalahan-kesalahan lain yang bersifat
materiil.
Bagaimana
dengan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada kelengkapan dokumen perintah pembayaran
atau misalnya, ada pembayaran tunjangan anak yang telah dewasa, atau berita
acara serah terima terlambat dan lain sebagainya yang bersifat merugikan negara
atau bersifat administratif yaitu tidak sesuai dengan ketentuan berlaku?
Untuk
mengatasinya di KPKN perlu dibentuk satu seksi yang bertugas memeriksa dokumen
kelengkapan perintah pembayaran tersebut. Anggap saja seksi ini kita beri nama
Seksi Verifikasi, meski sebagaian orang berpendapat nama Verifikasi tidak cocok.
Setelah perintah pembayaran diteliti secara materiil oleh Seksi Bendaharawan
Umum Negara dan telah dilakukan pencairan dananya, perintah pembayaran
beserta kelengkapan dokumennya disampaikan ke Seksi Verifikasi untuk diteliti
tentang kebenarannya. Hasil pemeriksaan oleh Seksi Verifikasi akan dituangkan
dalam bentuk Daftar Kesalahan dan Surat Perintah Penagihan (SPN). Lebih lanjut
tentang tugas-tugas Seksi Bendaharawan Umum Negara dan Seksi Verifikasi akan
dijelaskan seperti dibawah ini.
Gagasan Pola Kerja Baru KPKN
Maka,
dengan asumsi-asumsi diatas, dapat kita gagas sebuah pola kerja KPKN setelah pemberlakuan
secara efektif UU perbendaharaan negara sebagai berikut :
Dari
pola kerja diatas, sesungguhnya ada tambahan pekerjaan untuk KPKN yaitu memeriksa
kebenaran dokumen kelengkapan perintah pembayaran yaitu pada Seksi Verifikasi.
Dengan kewenangan seksi verifikasi untuk menerbitkan Daftar Kesalahan dan SPN,
maka sebenamya sudah menambah nilai plus KPKN di mata instansi-instansi
lainnya. Jika benar demikian, KPKN tidak perlu takut akan kehilangan gigi
taring, justru gigi taring KPKN akan semakin tajam. Selain itu dengan pindahnya
kewenangan ordonatur pada masing-masing pengguna anggaran, akan membuat KPKN menjadi
lebih "aman" dari tanggung jawab akibat salah bayar atau penyimpangan
pembayaran lainnya, karena perintah membayar sudah langsung dari masing-masing
instansi.
Apakah
gagasan diatas cocok ?