Ada dua jenis PNS. Pertama, PNS yang rajin
bekerja, berkreasi, berinovasi hingga lupa melanjutkan jenjang pendidikan. Ia
merupakan ujung tombak instansi, berada di lini penting layanan atau di bagian
yang merampungkan segala macam pekerjaan. Seolah ia adalah sapu jagad. Hampir
semua jenis pekerjaan bisa ia sapu bersih. Ia juga tak segan-segan membantu
rekan-rekannya bila menghadapi masalah. Bagi pimpinan ia dicintai,
diharap-harap kehadirannya di kantor. Bahkan, sekali ia pergi dinas, rasanya
mau kiamat saja bagi pimpinan. Dalam banyak hal ia sangat membantu target
pimpinan mencapai tujuan organisasinya.
Kedua, PNS yang biasa-biasa saja dalam
bekerja. Prestasi dalam pekerjaan kantor kurang menonjol. Kalaupun ia pergi
dinas atau ijin tidak masuk kantor, orang lain tidak akan kesulitan
menggantikan pekerjaannya. Ia punya ambisi pribadi. Ada target pribadi untuk
memperoleh beasiswa pendidikan lebih tinggi. Sehingga, waktunya lebih terforsir
untuk menyiapkan diri menghadapi tes seleksi. Ia memilih menggunakan waktunya
untuk belajar. Kapasitas dan kompetensi
belum ia optimalkan dalam bekerja. Hampir-hampir tak ada kreasi atau
inovasi yang ia ciptakan. Ia memang pintar, namun hanya sekedar pandai saja.
Dan pada akhirya, tujuan pribadinya tercapai, ia lulus seleksi, mendapat
beasiswa. Beberapa tahun kemudian, ia lulus dan memperoleh penghargaan dari
institusi berupa jabatan yang lebih tinggi. Lalu, hal ini menjadi kiblat para
yunior. Mereka melihat pola semacam itu, hingga kemudian mereka contohnya. Pada
para pegawai jenis ini, yang penting bisa sekolah mendapat beasiswa, dan
jabatan pun dapat mereka duduki.
Kini, pemerintah telah lebih jeli. Pemerintah
sudah mendeteksi gejala PNS jenis kedua diatas. Makanya kemudian setelah lulus beasiswa,
perlu adanya magang untuk waktu yang lebih lama, sekaligus sebagai pembuktian
atas keilmuan yang telah ia dapatkan. Telah juga disadari bahwa untuk menduduki
jabatan tidak cukup dengan modal ilmu yang ia dapatkan di bangku kuliah. Pengalaman
kerja tetap diperlukan untuk mendukung kematangan dalam memimpin suatu unit.
Terhadap PNS jenis pertama, pemerintah juga telah
mencari terobosan dengan
menyelenggarakan talent pool atau ajang pencarian bakat dan minat di bidang
tertentu. Selain itu, rekomendasi secara obyektif dari pimpinan unit yang
melihat dan menilai secara langsung kinerja bawahan perlu juga diperhatikan. Harapannya
adalah dedikasi yang telah diberikan oleh PNS jenis pertama mendapatkan reward
dari organisasi termasuk dalam jenjang karir yang lebih tinggi.
Bila masing-masing bagian dari dua jenis PNS diatas digabungkan, maka akan ada PNS jenis ketiga dan keempat. Jika kelebihannya yang digabung, kita menyebutnya sebagai PNS yang berdedikasi tinggi dan mampu meraih beasiswa. Seorang PNS yang merupakan ujung tombak institusi, namun juga sanggup memperoleh beasiswa pendidikan yang lebih tinggi. Jelas, ini adalah tipe ideal seorang PNS dimana organisasi selalu mendorong lahirnya PNS model ini.
Namun, jika kekurangan dari dua jenis PNS diatas dikolaborasi, lahirlah PNS jenis keempat, yaitu mereka yang biasa saja dalam bekerja, cenderung miskin inovasi dan tidak pula punya gairah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
Bila masing-masing bagian dari dua jenis PNS diatas digabungkan, maka akan ada PNS jenis ketiga dan keempat. Jika kelebihannya yang digabung, kita menyebutnya sebagai PNS yang berdedikasi tinggi dan mampu meraih beasiswa. Seorang PNS yang merupakan ujung tombak institusi, namun juga sanggup memperoleh beasiswa pendidikan yang lebih tinggi. Jelas, ini adalah tipe ideal seorang PNS dimana organisasi selalu mendorong lahirnya PNS model ini.
Namun, jika kekurangan dari dua jenis PNS diatas dikolaborasi, lahirlah PNS jenis keempat, yaitu mereka yang biasa saja dalam bekerja, cenderung miskin inovasi dan tidak pula punya gairah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
***