Aneh….
Saya juga tidak tahu persis cerita awal mula dipakainya istilah supervisor
di kantor saya. Tetapi saya teringat ketika pertama kali saya bertugas di daerah
Sulawesi. Tugas pertama
saya sesuai nota dinas adalah operator program aplikasi dokumen perintah pembayaran.
Waktu itu selain operator ada salah seorang pegawai yang diangkat menjadi
supervisor. Operator bertugas merekam dan mencetak dokumen perintah pembayaran,
sedangkan supervisor bertugas mencetak daftar penguji dokumen perintah pembayaran,
melakukan load data, yang dilanjutkan dengan pengiriman data melalui disket ke
Seksi yang menangani pelaporan penerimaan dan pengeluaran. Jadi tugas
supervisor hanya sebatas itu dan penetapan jabatan supervisor ditentukan dengan
pangkat yang biasanya lebih tinggi daripada operator tanpa memperhatikan
tingkat kemampuan di bidang komputer.
Dengan adanya reorganisasi dan berubahnya nomenklatur
kantor dengan segala perangkat aplikasi yang terintegrasi, tersebutlah kemudian
jabatan supervisor. Sebuah jabatan yang tidak ada di struktur organisasi, bukan
pula jabatan fungsional bahkan tidak tercantum dalam uraian jabatan. Celakanya, istilah ini muncul di SOP.
Awalnya juga sama dengan paragraf pertama diatas, yaitu sebagai supervisor dokumen
pembayaran (dengan istilah yang sedikit berbeda yaitu dokumen pencairan dana),
dengan tugas utama menjaga dan melakukan pemeliharaan atas database dokumen perintah
pencairan dana, yang mana database ini dipakai oleh seluruh aplikasi di kantor.
Tidak hanya mencetak daftar
penguji, supervisor juga bertugas melakukan pencetakan atas net dokumen pencairan dana.
Seorang pejabat kantor pusat pernah bertanya pada seorang supervisor ketika
pejabat ini melakukan kunjungan kerja di suatu kantor daerah. Pejabat bertanya
apa tugas supervisor. Sang supervisor pun menjawab dengan lugu dengan jawaban
seperti isi paragraf kedua diatas. Tetapi sang pejabat tidak puas atas jawaban
tersebut. Bagaimana kelanjutan cerita ini saya lupa. Yang jelas saya bingung
dengan ketidakpuasan pejabat tersebut. Dengan tidak adanya petunjuk atau uraian
jabatan supervisor, sejurus waktu kemudian saya mencoba merumuskan tugas
supervisor kira-kira seperti berikut ini :
- menjaga dan memelihara database;
- menjalankan aplikasi startup database agar seluruh aplikasi dapat dijalankan;
- melakukan pencetakan net dokumen pencairan dana;
- melakukan pencetakan daftar penguji;
- melakukan load data;
- di awal tahun melakukan install database dan aplikasi di semua client;
- memantau perkembangan aplikasi di intranet, mendonwload dan melakukan update aplikasi;
- memberikan bantuan kepada client atas hal-hal yang berkaitan dengan aplikasi;
- menjaga dan memelihara jaringan komputer agar tetap terkoneksi satu sama lain dan selalu terkoneksi dengan intranet/internet;
- menjaga dan memelihara hardware komputer, printer;
- melakukan pelaporan atas penggunaan blangko dokumen pencairan dana termasuk melakukan permintaan blangko dan nomor dokumen;
- melakukan pembetulan database apabila ditemukan kesalahaan dalam penerbitan dokumen pengeluaran maupun dalam perekaman data penerimaan;
- selalu memantau perkembangan aplikasi di website;
- memantau perkembangan informasi dan melakukan pemeliharan terhadap email kantor (melakukan penghapusan terhadap email yang sudah tidak dibutuhkan);
- melakukan backup data setiap hari;
- menjaga database dan seluruh komputer dari serangan virus;
- memberikan bantuan kepada seksi lain dalam hal penggunaan database;
- menjadi petugas helpdesk untuk aplikasi yang digunakan mitra kerja, bahkan aplikasi lainnya;
- menguasai seluruh aplikasi termasuk aplikasi satker;
Memang lumayan banyak tugas yang harus diemban oleh supervisor. Makanya
kemudian untuk jabatan ini dibutuhkan SDM yang handal dibidang komputer,
software maupun hardware. Itulah kemudian hampir setiap tahun supervisor
dipanggil ke Jakarta untuk mendapatkan bimbingan teknis. Selebihnya harus
belajar sendiri agar tidak memalukan dan disebut sebagai supervisor ecek-ecek. Sehingga kemudian yang
ditunjuk sebagai supervisor biasanya mereka yang muda-muda dengan kemampuan
komputer yang handal. Namun sayangnya mereka ini masih dengan pangkat golongan
pemula karena biasanya mereka adalah teman-teman lulusan D1 maupun D3, meski
ada juga yang berasal dari pegawai penerimaan umum.
Sampai pada bagian sebelum ini sepertinya belum muncul persoalan. Setelah
penerapan job grading dan renumerasi,
barulah timbul masalah. Ternyata
jabatan supervisor tidak ada dalam daftar peringkat jabatan. Mereka-mereka yang
menjabat supervisor tetap diberikan peringkat jabatan sesuai pangkat golongannya.
Bagi supervisor dengan pangkat golongan yang sudah tinggi, tidak menjadi soal. Masalah
ada pada supervisor dengan pangkat dan golongan pemula. Sungguh kasihan mereka
ini. Sudah dengan tugas yang seperti diatas tetapi dengan peringkat jabatan
yang rendah..., apa kata dunia....? Namun apa mau dikata, daftar peringkat
jabatan sudah ditetapkan Menteri. Untuk merubahnya harus dengan Keputusan Menteri
pula. Mungkin pengusul/pengonsep peringkat jabatan belum mengenal jabatan
supervisor, karena mungkin belum pernah bertugas di kantor daerah.
Apa kemudian yang harus dilakukan? Berdoa sajalah, semoga hal ini
terpikirkan kembali oleh pimpinan pusat. Terus coba kita tanyakan kepada para kepala
kantor. Kira-kira kalau kantor tanpa supervisor, kantor bisa jalan tidak ?
terus sebaliknya kalau kantor cukup dengan 1 orang supervisor untuk menangani
semua aplikasi, bisa jalan tidak? Untuk pertanyaan yang terakhir ini, saya bisa
menjawabnya, yaitu bisa, karena saya telah mengalaminya yaitu merangkap jabatan
sebagai supervisor, petugas loket, operator laporan penerimaan, operator verifikasi
akuntansi sekaligus bahkan sebagai kurir dokumen pembayaran ke bank. Mampukah? Jawabannya
: mampu, karena supervisor memang harus seperti itu. Ketika itu, saya sempat
berkelakar kepada teman-teman di kantor dengan kalimat begini : sudahlah, kalian pulang saja, cukup saya
sendiri yang ngerjakan... Dan saya yakin ada yang tersinggung. Biar saja...
Problem selanjutnya yang perlu juga diperhatikan adalah masalah regenerasi
dan kaderisasi. Kalau tidak hati-hati dalam hal ini, artinya kepala kantor lupa
melakukan kaderisasi jabatan supervisor, bisa-bisa kejadian yang menimpa salah
satu kantor bisa terulang kembali. Kejadiannya begini : ketika sang supervisor
dimutasi, pegawai yang ditunjuk sebagai pengganti belum siap atau belum ideal
untuk menjadi supervisor, karena belum terjadi transfer ilmu dari supervisor
lama. Selang beberapa waktu kemudian database kena virus dan hancurlah semuanya
karena ternyata tidak ada backup data. Kita tidak bisa menyalahkan sang supervisor baru karena memang dia belum
tahu ilmunya. Waktu itu, saya sempat dikontrak untuk membantu memperbaiki data
dan aplikasi kantor tersebut.
Jadi suatu langkah yang tepat jika kemudian saya yang telah lama bertugas
sebagai supervisor diganti oleh teman lain dengan sebuah pesan dari kepala
kantor agar saya memberikan bimbangan teknis kepada teman saya ini. Semoga saya
tidak pelit atas ilmu yang saya miliki.
(ditulis pertama kali di tahun 2008, dan telah mengalami penyuntingan)