Jumat, 16 Agustus 2013

Gagasan Sistem Baru Pelaksanaan APBN - Bagian I (Ditulis pada akhir tahun 2003)



Seri Teknik Perbendaharaan (7)

(Sungguh berani sekali saya menuliskan sebagai Teknik Perbendaharaan…  Apa yang saya tulis adalah tata cara perbendaharaan jaman dulu atau bisa dikatakan sudah lewat jaman alias kedaluarsa. Namun, saya meyakini teknik atau pengetahuan ini akan berguna pada saatnya nanti, minimal sebagai wasilah untuk bernostalgia…)


Memperdebatkan masalah APBN jangan hanya sepotong-potong. Artinya hanya mempermasalahkan berapa jumlah dana untuk sektor pendidikan, pertanian, ini, itu dan sebagainya tanpa memperhatikan bagaimana sebenarnya sistem pelaksanaanya. Percuma saja kita menganggarkan dana sekian trilyun untuk sektor pendidikan, pertanian, misalnya, jika dalam pelaksanaannya mengalami kebocoran bermilyar-milyar. Tetap saja yang menikmati dana tersebut adalah para koruptor dan lagi-lagi rakyat yang menjadi korban untuk menanggung beban hutang luar negeri.

Tidak banyak orang yang mengetahui mekanisme pelaksanaan APBN dan pertanggungjawabannya. Dalam rangka pemberantasan KKN di negeri ini, pengetahuan tentang pelaksanaan APBN sangat penting guna meneliti pintu-pintu mana saja yang digunakan untuk melakukan korupsi dan manipulasi. Setelah itu perlu dipikirkan kembali sebuah mekanisme baru yang lebih efektif dalam rangka meminimalisir terjadinya KKN di negeri ini.

Mekanisme Pelaksanaan APBN Selama lni (pada saat tulisan ini dibuat)

Secara garis besar mekanisme pelaksanaan APBN sebagaimana Keppres 42 tahun 2002 dilakukan dengan dua cara yaitu rnelalui Penyediaan UYHD (Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan) dan Pembayaran Langsung kepada yang berhak. Sedangkan petunjuk pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 531/KMK.03/2000 tanggal 21 Desember 2000 yang dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran (SE DJA) No.SE-18/A/2001 tanggal 29 Januari 2001 dan kemudian diubah kembali dengan SE DJA No. SE-157/A/2002 tanggal 17 September 2002. Sejatinya mekanisme pelaksanaan APBN telah mengalami beberapa kali penyempurnaan.

Munculnya sistem UYHD adalah dengan keluarnya Keputusan Menteri Keuangan N0.217/KMK.03/1990 tanggal 22 Pebruari 1990 yang pelaksanaannya dimulai sejak 1 April 1990. Sebelum itu kita menggunakan dua pola pembiayaan yaitu beban tetap dan beban sementara. Kedua pola tersebut sampai sekarang (pada saat tulisan ini dibuat) masih digunakan pemerintah daerah dalam pelaksanaan APBD.

Mekanisme Pembayaran Langsung dilakukan untuk :
  1. Pelaksanaan pekerjaan pengadaan barang/jasa termasuk pengadaan barang dan bahan untuk pekerjaan yang dilaksanakan sendiri (swakelola) yang nilainya diatas Rp. 5.000.000,00 baik untuk anggaran belanja rutin maupun pembangunan
  2. Subsidi dan bantuan, subsidi/perimbangan keuangan serta angsuran dan bunga utang
  3. Belanja pegawai dan uang pesangon perjalanan dinas melalui bendaharawan

Sedangkan pembayaran melalui penyediaan UYHD dilakukan untuk keperluan :
  1. Pengadaan barang/jasa sampai dengan Rp. 5.000.000,00 untuk tiap jenis barang/jasa serta tiap penyedia barang/jasa
  2. Keperluan lain selain nomor 1 dan 2 pada pembayaran langsung
  3. Biaya keperluan perwakilan RI di luar negeri

Mekanisme Sistem UYHD

Pada permulaan tahun anggaran yang dimulai 1 Januari, atas dasar DIK (Daftar Isian Kegiatan) /DIP (Daftar Isian Proyek) /SKO (Surat Keputusan Otorisasi) yang bersangkutan bendaharawan mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) penyediaan Dana UYHD (SPP-DU) kepada Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN). Besarnya Dana UYHD (DU) yang diminta adalah sebesar keperluan riil selama satu bulan sesuai dengan Rincian Rencana Penggunaan Dana dan tidak boleh melebihi seperempat dari pagu dana DIK/DIP/SKO dengan jumlah setinggi-tingginya Rp. 250.000.000,00 sebagaimana batas-batas yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Kemudian KPKN menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) giro bank/pos kepada bendaharawan atas beban mata anggaran khusus sebagai penyediaan Dana UYHD (SPM-DU). Dana UYHD dapat digunakan untuk berbagai jenis belanja (kecuali belanja pegawai) yang anggarannya tersedia dalam DIK/DIP/SKO bersangkutan, dengan ketentuan bahwa dana UYHD belanja rutin terpisah dari dana UYHD belanja pernbangunan/proyek.

Dana UYHD tersebut harus digunakan menurut ketentuan yang berlaku yaitu :
  1. Pengeluaran tidak diperkenankan melampaui batas angaran yang disediakan dalam DIK untuk MAK bersangkutan.
  2. Pembayaran harus dikuatkan dengan surat-surat bukti yang sah.
  3. Pembayaran kepada satu rekanan tidak diperkenankan melebihi jumlah sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) kecuali untuk biaya langganan daya jasa dan BBM melalui Pertamina.
  4. Dalam setiap pembayaran harus dilaksanakan ketentuan mengenai perpajakan. Selain itu pada setiap pembelian barang tidak diperkenankan dipecah-pecah yang berindikasi adanya usaha untuk menghindar dari pengenaan pajak.
  5. Dana UYHD tidak boleh digunakan untuk pengeluaran yang menurut ketentuan harus dibayarkan dengan cara pembayaran langsung (SPM-LS).
  6. Uang tunai yang ada pada bendaharawan setinggi-tingginya sebesar Rp. 10.000.000,00.

Setelah dana UYHD digunakan, baik sebagian maupun seluruhnya maka untuk mendapatkan dana UYHD lagi, bendaharawan mengajukan SPP penggantian dana UYHD (SPP-GU) kepada KPKN dengan melampirkan semua bukti pengeluaran yang bersangkutan setelah disetujui dan disahkan oleh kepala kantor/pemimpin proyek/atasan langsung bendaharawan. Atau dengan kata lain dana UYHD yang telah digunakan tersebut, oleh bendaharawan harus dipertanggungjawabkan dengan mengajukan SPP-GU selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak diterbitkan SPM DU. Apabila melewati 1 (satu) bulan bendaharawan belum mengajukan SPP-GU maka KPKN akan menyampaikan surat tegoran. SPP-GU untuk penggantian dana disampaikan ke KPKN apabila penggunaan dana UYHD telah mencapai minimal 90 %.

Dalam hal penggunaan dana belum mencapai 90 % maka KPKN akan mengembalikan SPP-GU tersebut. Apabila SPP-GU telah mencapai 90 % namun terdapat bukti pengeluaran yang tidak memenuhi syarat, maka KPKN hanya akan menerbitkan SPM-GU sejumlah yang disetujui.

Pada setiap pengajuan SPP-GU harus dilampiri :
  1. Kuitansi apabila bemilai Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus nbu rupiah) sampai dengan Rp.5.000.000,00
  2. Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja Rutin/Pembangunan (SPTB R/P) untuk bukti-bukti pembayaran berjumlah kurang dari Rp.1.500.000,00 setiap kuitansi atau untuk daftar pembayaran honor/lembur/gaji upah dengan jumlah tidak terbatas
  3. Fotokopi Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah dilegalisir oleh atasan langsung bendaharawan
  4. Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), apabila bernilai Rp.1.500.000,00 atau lebih. SPPD tersebut disertai kuitansi asli dan daftar rincian perhitungan biaya perjalanan dinas.
  5. Rincian Rencana Pengunaan Dana untuk keperluan riil satu bulan berikutnya.

KPKN mengadakan penelitian/pengujian terhadap SPP-GU tersebut dan apabila memenuhi persyaratan, KPKN menerbitkan SPM penggantian UYHD (SPM-GU) kepada bendaharawan atas beban MAK sesuai bukti pengeluaran yang diajukan dan dibayarkan secara giral kepada bendaharawan bersangkutan sebagai penggantian dana UYHD. Dengan penerbitan SPM GU tersebut maka :
  1. Penggunaan dana UYHD telah disahkan/telah dipertanggungjawabkan dengan sah
  2. Jumlah dana UYHD menjadi pulih kembali seperti semula
  3. Penggunaan dan penggantian UYHD dapat dilakukan sepanjang anggaran dalam DIK/DIP/SKO masih tersedia.
Begitu seterusnya berlanjut sampai dengan akhir tahun anggaran. Apabila terdapat sisa dana UYHD pada akhir tahun anggaran maka harus disetor kembali ke rekening kas negara.

Pembayaran langsung

Yang dimaksud dengan pembayaran langsung adalah pelaksanaan pembayaran yang tidak dilakukan dengan dana UYHD melainkan dibayarkan oleh KPKN kepada pihak yang berhak/rekanan dengan menerbitkan SPM-LS atas nama pihak yang berhak atau untuk dibayarkan kepada pihak yang berhak atas dasar SPP dan bukti pengeluaran yang sah yang diajukan oleh kepala kantor/pemimpin proyek. Pada dasarnya pembayaran langsung dapat dilakukan untuk keperluan pembayaran berapapun besarnya pembayaran tersebut.

Pengajuan SPP-LS untuk pembayaran belanja rutin dan pembangunan kepada KPKN harus disertakan bukti-bukti yang sah, antara lain :
  1. Kontrak pengadaan barang dan jasa
  2. Berita acara prestasi pekerjaan/penyerahan barang
  3. Kuitansi yang disetujui oleh kepala kantor/pernimpin proyek dan ditandatangani lunas oleh bendaharawan
  4. Surat pernyataan kepala kantor/pemimpin proyek bahwa penetapan pemenang rekanan yang bersangkutan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
  5. Faktur pajak

Selanjutnya dalam penerbitan SPM, KPKN harus memperhatikan batas-batas anggaran yang tersedia dalam DIK/DIP/SKO yaitu bahwa jumlah SPM-LS ditambah dengan SPM-GU ditambah dengan dana UYHD yang ada pada bendaharawan tidak boleh lebih besar daripada anggaran yang tersedia dalam DIK/DIP/SKO. Khusus untuk anggaran belanja rutin harus diperhatikan batas dana triwulanan yang ditetapkan.

(Bersambung.......)