Kamis, 30 Januari 2014

PEluh LAra Ini HAnya kaRena cInta



Pagi tak pernah bohong. Sebelum kiamat, ia pasti datang. Meski diriku berharap jalannya waktu berhenti, itu hanyalah harapan dari jiwa yang tak mau berpisah.

Tanpa kata berpisah, cinta hanyalah omong kosong. Ini hanya soal waktu dan jarak saja. Bukan perpisahan yang tragis seperti rumah tangga artis.

“Kamu gak usah mengantar sampai Jogja…., aku naik kereta saja.” Kataku. “Perjalanan balikmu dari Jogja malah jadi beban pikiranku.” Ia hanya diam. Ada yang berat dalam  hembusan nafasnya.


***

Kupeluk dua Odeku. Seperti biasa setiap aku akan pergi jauh, kuusap kepalanya sambil kubaca doa-doa perlindungan buat mereka, lalu kutiup kepala mereka.

“Kakak jaga adik ya…”

“Adik jangan nakal ya…. rajin belajar, rajin sholat dan rajin ngaji”

Entah sudah berapa kali aku mengucapkan kalimat itu. Klise….karena setiap kali momen itu, aku tak sanggup lagi memikirkan kalimat lainnya..

Pagi itu, kuantar mereka sampai gerbang sekolah. 


***

“Kalau sudah landing di Banjarmasin, kirim kabar ya…”bisiknya pelan. Aku mengangguk. Kupakai ransel dan kuangkat koperku masuk ke dalam kereta. Saat kereta mulai berangkat, aku berdiri didepan pintu. Aku lambaikan tangan. Ia pun melambaikan tangannya, matanya berkaca-kaca.


***

Kuumpat diriku, karena tak mampu terus-menerus menemani mereka. Kupilih karir demi mereka. Tapi benarkah? Sepertinya bukan. Ini hanyalah tentang diriku, tentang pencapaian dalam hidupku, dan tentang kebanggaan.

Memang, manusia tak pernah puas. Saat telah tiba di puncak dan bersemayam disana, puncak yang lebih tinggi begitu menggoda. Dan aku pun tergiur….


***

Di Banjarmasin, kutulis prasasti. Kuucapkan sumpah jabatan. Aku dilantik. Sejam aku berdiri. Kakiku kesemutan...


***

Dan sore itu menjadi saksi perjumpaanku dengan kantor baruku di PELAIHARI. Semoga ini bukan lagi tentang diriku, karena PELAIHARI itu : PEluh LAra Ini HAnya kaRena cInta.

*****

Selasa, 28 Januari 2014

Serial Perjalanan (1) ~ Pulau Alor - NTT



Tak pernah sekalipun aku menduga perjalananku sampai disini, di Kalabahi, Alor. Saat akan terbang dengan Merpati dari Kupang, aku sempat ragu. Cuaca yang mendung, kredibilitas Merpati yang tidak juga membaik dan jadwal delay, makin menyurutkan nyaliku untuk terbang ke Mali.

Bismillah, aku kuatkan hatiku. Aku tiba di Mali dengan selamat.

Menunggu satu jam lebih. Meski sudah kutelpon berkali-kali seseorang yang dijanjikan untuk menjemput kami berdua, tetap saja kami harus menunggu. Ya sudah, kami bersabar..

"Kemana kita, Pak?” Tanya Ospo saat berada di mobil yang menjemput kami. “Ke kantor saja dulu,” jawabku. Kami tiba di depan sebuah bangunan kecil, dimana salah satu kantor kami beroperasi. Kami masuk ke dalam dan mengamati seluruh isi ruangan. 

 “Kami menginap di hotel saja,” jawabku setelah mendengar tawaran untuk bermalam di kantor. Bukan hotel yang aku temukan, tapi sebuah penginapan. Tak apa, yang penting bisa untuk beristirahat.
Sore itu kami mencoba menikmati kota Kalabahi dengan sepeda motor kantor. Aku arahkan ke Pelabuhan. “Isi bensin dulu,” kataku ke Pring. “Satu botol berapa, Bu?” Tanyaku ke penjual bensin di jalanan masuk ke Pelabuhan. “Sepuluh ribu,” jawabnya.
Setelah berfoto ria di pelabuhan, kami berhenti di pinggir lapangan dengan keramaian masyarakat Kalabahi menyaksikan pertandingan sepak bola. Kulihat diseberang jalan tulisan besar : Kalabahi Kota Kenari.

Malam itu, dengan ditemani hidangan ikan bakar kami merencanakan perjalanan esok hari dengan menyewa mobil. Sebuah petualangan untuk menikmati keindahan Pulau Alor.

Dan benar saja, betapa keaslian alam Pulau Alor sudah aku rasakan di sepanjang perjalanan menuju Takpala, sebuah kampung tradisional. Kami menyusuri pinggiran laut dengan airnya yang jernih.

Aku pun telah berada di sebuah bukit dimana Takpala berada. Hamparan laut nan indah tak dapat kami lewatkan begitu saja.
“Selamat pagi, Bu,” kusapa dan kuberjabat tangan dengan beberapa penduduk yang tinggal disitu. Kucoba menikmati keheningan dan kedamaian jauh dari hiruk manusia modern. Kuamati bangunan rumah, aktivitas penduduk dan berfoto.
“Berapa harga selendang ini,” tanyaku. “Seratus ribu,” jawab seorang ibu. Kami tawar menawar dan sepakat dengan harga tujuh puluh ribu.
Petualangan kami berlanjut. Berpantai-pantai. Ada lima pantai yang kami kunjungi. Sungguh takjub. Pantai yang alami, air yang jernih dan pasir putih.
Sore hari kami mengakhiri petualangan di Pulau Alor. Sangat mengesankan….., dan malam itu, ketakjubanku bertambah. Sebaris BBM dari seseorang yang aku hormati. “Selamat mas ya atas promosinya ke Pelaihari." Deg…… jantungku berdesir. Pelaihari…, sebuah kota di Tanah Laut Kalimantan Selatan.
Tiba-tiba malam itu aku insomnia... Kupaksakan tidur karena esok pagi, kami harus kembali terbang ke Kupang.

Dan episode berikutnya adalah sebuah lakon di Tanah Laut… sebuah nama yang menurutku sangat puitis.

 ***

Jumat, 17 Januari 2014

Kepala Seksi Bank...(Tapi Bukan Bankir)

Kadangkala kita bekerja, berjalan, mengarahkan tujuan pada apa yang telah kita tulis dan telah masuk dalam alam bawah sadar kita. Beberapa waktu yang lalu, saya merapikan lemari dan tanpa sengaja menemukan catatan saya sendiri. Sebuah rencana hidup yang saya susun pada tahun 2004. Dan subhanallah, apa yang saya tulis itu benar-benar terjadi dalam hidup saya. Begitu juga dengan promosi yang saya terima saat ini. Benar-benar terjadi pada tahun yang telah saya susun sebelumnya. Begitu juga dengan beberapa rencana lainnya.


Saya ingat betul saat menerima kabar bahwa saya mendapat promosi. Pada waktu itu saya sedang berada di Pulau Alor untuk merampungkan satu rangkaian kegiatan penulisan. Saya menerima kabar melalui BBM dari seseorang yang saya hormati. Dan sesaat kemudian, sms, telepon masuk ke HP saya untuk menanyakan Pdf SK mutasi. Ini mungkin dipicu status saya di facebook. Jelas, saya tidak bisa melayani permintaan tersebut, karena memang saya belum memiliki Pdf SK mutasi, juga karena tidak ada jaringan internet di gadget yang saya punya. Maka, malam minggu itu mungkin menjadi malam minggu yang cukup menggelisahkan bagi sebagian insan DJPBN.

Selama lima tahun lebih bekerja di Kantor Pusat, memberikan pengalaman yang sangat mengesankan dan juga sangat membanggakan. Saya turut membidani lahirnya beberapa ketentuan dalam bentuk Surat Edaran, Keputusan Dirjen ataupun surat-surat dinas yang bersifat mengatur. Dan ketentuan-ketentuan tersebut masih berlaku hingga saat ini. Diantaranya seperti Kepdirjen tentang pengusulan satyalancana karya satya, Kepdirjen tentang pemberian kuasa, Surat Edaran tentang administrasi kehadiran, Surat Edaran tentang laporan kepegawaian dan terakhir Surat Edaran tentang administrasi kerja lembur dengan sistem kehadiran elektronik. Saya juga menginisiasi dan mengkoordinasikan terbitnya buku Panduan Administrasi Kepegawaian dan kemudian terbit kembali edisi keduanya dengan judul Panduan Layanan SDM.

Jadi, praktis selama lima tahun lebih itu, saya berkecimpung dengan administrasi kepegawaian dan data kepegawaian. Dan ternyata dengan promosi ini, saya mendapatkan tugas baru dengan bidang/jenis pekerjaan yang sangat berbeda. Saya memilih dan menganggapnya bahwa ini sebuah tantangan baru bagi saya. Saya berpikir, ada yang harus saya kerjakan dan saya hasilkan pada bidang/jenis pekerjaan baru ini. Saya diangkat sebagai Kepala Seksi Bank…..(tapi bukan bankir).

Dan lagi-lagi saya berucap subhanallah, saya tak pernah menyangka bahwa buku yang saya peroleh ketika masih bekerja di KPPN (sebelum ke Kanpus) dan tersimpan selama 5 tahun lebih di lemari, saya temukan kembali dan mungkin bermanfaat bagi saya. Saya juga tidak tahu mengapa waktu itu saya menyimpannya. Buku itu berjudul “Bahan Pembinaan Bendum KPPN”, sebuah buku yang saya kira cocok dengan tugas yang akan saya emban sebagai Kepala Seksi Bank….