Selasa, 30 September 2014

BENAR, TAPI APA BAIK?



#Seri_Etika

Pukul enam petang, Kereta Senja berangkat. Sepuluh menit sebelumnya adzan maghrib berkumandang. Mushola stasiun sudah dipenuhi penumpang. Masih cukup waktu untuk sholat maghrib dan isya’ dijamak qashar.
Melihat seseorang maju sebagai imam, firasatku mulai tidak enak. Dari tampilannya, aku menduga ia sedang bersemangat berdakwah, sehingga pada setiap kesempatan mesti memberi teladan. Begitu kira-kira pemikiran pada pendakwah.
Dan benar. Ia membaca Fatihah perlahan dan berusaha mengkhusyu-khusyukan.
“Astaghfirullah!” Kekagetanku belum berhenti. Ia lalu membaca surat As-Shaf.
 “Waduh, gawat, bisa ditinggal kereta nih,” batinku.
Aku melepaskan diri dari jamaah, kupercepat bacaan dan gerakan sholatku. Selesai sholat maghrib, kulanjutkan dua rakaat sholat isya. Selesai salam, kusambar ransel dan bergegas naik ke kereta. 
Kulihat, sang imam baru rakaat ketiga. Tak ada lagi yang makmum dibelakangnya.

***