Kamis, 21 Agustus 2014

JUMAT KRAMAT

#Fiksi

(1)
Setelah beberapa musim berganti, tibalah ia pada JUMAT yang selalu ditunggu. 
Siang itu. 
"Aku ingin ganti suasana, aku sudah jenuh," kata Paijo.
"Baiklah, kita sholat Jumat di Masjid Jalan KRAMAT Raya," jawab Bram.

(2)
"Tempo hari batal, kau bilang setelah pilpres. Sudah 3 tahun aku disini. Jadi, kapan?" Keluh Paijo.
"Bersabarlah kawan, aku janji, setelah lebaran aku antar kau sholat JUMAT di Mesjid Jalan KRAMAT Raya," bujuk Bram.

(3)
"Aku sudah konfirmasi, pastinya hari ini. Siapkan koper dan ranselmu," ujar Bram.
"Benarkah, akhirnya aku bisa pulang kampung?" Kata Paijo setengah tidak percaya.
"Iya.., betul.. setelah sholat JUMAT, kau harus segera ke terminal. Bus KRAMAT Jati sudah menunggumu. Untuk mudik tak harus naik kereta api." Kata Bram.

(4)
Sudah lama ia menunggu kabar. 
Ini JUMAT terakhir. 
Sejak pagi ia duduk, lalu berdiri, silih berganti sambil memegang gadget. 
Panca inderanya mulai peka, siap siaga membaca tanda alam. 
Tapi, kosong. 
Tak juga ada merpati pos yang hinggap. 
Sudah puluhan tahun ia tinggalkan kerabatnya di KRAMAT Jati. 
Di Jalan bernomor 89, 90, 91 mereka tinggal. 
Ia rindu mereka. 
Sangat.

(5)
Ini JUMAT tanpa surat. 
Berkumpul keluarga dekat. 
Bergembira makan ketupat. 
Di dusun, bukan di Jalan KRAMAT.

(6)
Jangan percaya pada JUMAT. Ia makelar. Hanya perantara Kamis dan Sabtu.



***

Kamis, 14 Agustus 2014

Kamboja


Sosok yang terlihat dari sisi utara lantai 2 gedung kelas itu, 
seolah ingin berkata kepadamu. 

Hei.., lihat diriku, aku lebih tinggi dari atap beranda, 
meski hanya cabang -atau kau bisa sebut tangan- yang kau lihat. 

Lihat, walau tidak tegak lurus, 
cabang atau tanganku yang menunjuk langit ada 9, 
dengan 2 atau 3 jari,
yang diujungnya terdapat kuku yang hijau. 
Ada kuku yang sudah panjang dan rimbun 
dan ada juga yang baru tumbuh. 

Di salah satu ujung jariku ada 2 rumpun kelopak putih,
yang pasti menarik perhatianmu.