Senin, 31 Agustus 2015

Sang Petani



Terik mentari menyengat tubuhnya yang renta
Kepulan nikotin lekat dengan muka

Berdiri mematung memandangi buliran padi 
Keputusasaan menyeruak diri
Terbayang jerih payah yang punah
Padi puso dimamah hama sawah

Setahun berlalu, saat bahagia itu menghampiri
Ia telah menjadi petani, bukan buruh tani
Status baru disandangnya dikala senja
Hamparan sawah telah menjadi milik keluarga

Semangatnya terus menyala tak imbang dengan jumlah usia
Jiwa tani sejati telah menghunjam
Putus asa tak lebih dari hitungan detik jam
Bangkit segera, lupakan duka

Alkisah, berpuluh tahun ia bergelut di negeri sana
Demi cita-cita keluarga dan putra-putrinya
Pantang menyerah, meski kurungan taruhannya

Kini, cita-cita itu bukan lagi mimpi
Putra putri telah menjadi sarjana sejati
Mandiri dan penuh balas budi

Tetap saja, tak ada bahagia yang sempurna
Ada lubang di hati, yang tak bisa ditambalnya
Kekasih jiwa telah tiada
Disaat bahagia keluarga, mulai menyapa

***