Minggu, 16 Oktober 2016

Paijo Balas Dendam



Tiba-tiba saja pria itu duduk sekira satu meter dari Paijo. Dengan muka datar, pria itu merogoh kantong mengeluarkan rokok dan korek.
“Jessss..!!”
Tanpa permisi rokok disulut dan asap nikotin berhembus ke arah Paijo.
“Uhuk…uhuk…uhuk!!”
Paijo terbatuk-batuk. Ia tidak terbiasa dengan asap rokok. Emosinya mendidih, pribadi jahat pada dirinya mengumpat.
“Aseeeeeeeeeeeeeeemm...!”
“Apa dia pikir semua orang mau terima sedekah asap.”
Pribadi baik dalam diri Paijo segera menjawab.
“Ah, sudahlah, biarin aja.. namanya juga orang egois, mending segera pergi.”
“Enak saja, balas dong,” kata pribadi jahat.
Paijo berdiri membelakangi pria itu dan sekonyong-konyong terdengar suara agak keras.
“Tuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuutttttttttttttttttt…!!!!!!!!!!”
Paijo pura-pura memegangi perutnya dan bergegas menuju toilet sambil berkata.
“Maaf.., perut saya sakit.”
Pria itu terhenyak dan secara reflek menutup hidungnya. Tangannya kalah cepat, bau amoniak menyengat terlanjur tercium olehnya.
“Hoo-ek..hoo-ek..hoo-ek…!”
Dari toilet Paijo mengintip pria itu sedang muntah-muntah. Tiga puluh puntung rokok keluar dari mulut pria itu.

Sabtu, 15 Oktober 2016

Paijo & Ocehan Istri



Meski hidup mereka sederhana, istri Paijo selalu berkata-kata dengan pilihan kalimat yang menyenangkan.
“Mas…, dulu, hidup aku menderita. Tapi, sejak menjadi istrimu, hidup aku telah berubah. Sekarang hidupku enak, semua kebutuhanku tercukupi dan aku bahagia.”
Mendengar omongan seperti itu, Paijo senang dan makin cinta. Besoknya, dia ajak istrinya ke Toko Perhiasan.
Sementara itu,…..
Penghasilan Paiman sebenarnya lumayan. Karena pengaruh pergaulan arisan, istri Paiman sok bergaya sosialita dengan gonta-ganti gadget setiap bulan.
Dengan bersungut-sungut, istri Paiman mulai mengoceh:
“Mas…, aku mau ngomong, dengerin… Sejak dulu, hidupku itu enak, tak pernah kekurangan. Semua kebutuhanku tercukupi oleh orang tuaku. Tapi, sejak menjadi istrimu, hidupku jadi sengsara. Ngenes, Mas… Aku selalu kalah sama teman-temanku. Mereka bisa beli perhiasan apa aja. HP mereka selalu baru. Aku mau beli gelang aja, harus pinjem. Aku pengen smartphone baru, harus kredit....”
Paiman jengkel, marah mendengar perkataan istrinya. Ia tertunduk lesu dengan muka memerah. Istrinya terus bicara seperti itu hampir setiap hari. Sejak itu, Paiman diam-diam mulai melirik perempuan lain. Istri Paijo.

Jumat, 14 Oktober 2016

Paijo & Sayur Asem



Siang itu, Paijo pulang istirahat. Ia menyantap makan siang ditemani istrinya.
“Hmmm… luar biasa…, sayur asem kok segarnya kayak gini,” puji Paijo kepada istrinya.
Istri Paijo tersipu malu. Hatinya girang.
“Aku bikin kan minuman STMJ, Mas, ya…,” kata istrinya sambil beranjak dari meja makan.
Paijo mengangguk tersenyum dengan menahan asin dan rasa lengkuas yang terdampar di mulut dan sempat tergigit.
Gara-gara pujian itu dan tanpa harus Paijo minta, istrinya begitu semangat menyajikan minuman penambah tenaga kegemarannya. Tentu, Paijo sadar apa akibatnya.
“Sebentar, Dik…aku telepon Bosku dulu, mau kasih tahu kalau aku agak telat balik kantor.”
“Iya, Mas…” kata istrinya yang sudah menunggu di kamar.

***

Sementara itu, di kompleks perumahan sebelah, Paiman pulang istirahat dengan hati dongkol. Ia jengkel kenapa bukan dia yang berangkat dinas luar. Dan kegondokannya belum selesai.
“Sayur asem kok kecutnya kayak gini… mosok isinya cuman asem. Kamu bisa masak gak sih!” Kata Paiman.
Istri Paiman mendelik, lalu melawan.
“Kamu bilang apa, Mas… Dasar suami tak tahu terima kasih. Tadi, kamu sendiri kan yang minta dibuatkan sayur asem. Terus, emangnya cukup dengan uang belanja segitu. Dasar suami tak tahu diri……….bla….bla….bla…..”
Tiga kalimat Paiman, dibalas istrinya dengan semprotan paragraf panjang.
Paiman hanya diam menunduk. Rambutnya terlihat memutih. Beberapa helai kumisnya rontok karena getaran suara istrinya.

***

Jumat, 07 Oktober 2016

Paijo Rapopo

“Bapak...,” panggil anak Paijo.
“Iya, Nak…ada apa?”
“Aku mau malam mingguan,” jawab anaknya.
“Jangan…gak boleh. Bocah kelas lima SD kok malam mingguan. Mau apa malam mingguan. Lebih baik belajar… kalau ada PR dikerjakan. Kalau ada tugas lekas diselesaikan. Hafalan juz ‘amma cepet dihafalkan,” nasehat Paijo.


Anaknya belum menyerah, melanjutkan rengekannya.
Anak: “Bapak… aku emoh naik sepeda onthel, aku pengen naik sepeda motor.”
Paijo : “Gak boleh…kamu masih kecil, belum punya SIM, naik sepeda onthel saja.”
Anak: “Sekolahku jauh, Bapak… 5 kilo, pulang pergi 10 kilo”
Paijo : “Sekolahnya bapak dulu lebih jauh…10 kilo, PP 20 kilo, bapak naik sepeda malah kadang jalan kaki…”
Anak: “Capek, Bapak…apalagi kelas lima ini tiap sore ada ekstra, bolak balik sekolah, aku capek..”
Paijo : “Ya sudah, nanti bapak belikan mobil, bapak siapkan sopirnya juga… nanti kamu diantar jemput..”
Anak: “Lho…kalau beli mobil kan lebih mahal…beli sepeda motor saja, Bapak… lebih murah”
Paijo : “Gak, Nak…bapak akan belikan mobil…mahal gakpapa…ini lihat kaosnya bapak, baca tulisannya: AKU RAPOPO”

Kamis, 06 Oktober 2016

Paijo Riya’



Selesai kuliah, Paijo tidak menyangka di dusunnya tumbuh seorang gadis cantik anak Pak Kiai. Paijo naksir berat. Sejak itu, ia rajin sholat berjamaah di masjid, dimana Pak Kiai sang bapak gadis sebagai imam. Selain karena pahala, ada niat untuk menarik simpati Pak Kiai.
Kala kuliah dulu, Paijo bangun tidur disaat pagi sudah terang. Sekarang tidak lagi.
Subuh itu Paijo berjuang keras pergi ke masjid. Selesai adzan, semua orang menunaikan sholat sunnah. Paijo mengambil posisi di shof terdepan di ujung kanan. Ia melirik ke kiri, dilihatnya Pak Kiai tengah menyelesaikan rakaat pertama. Segera ia berdiri untuk sholat sunnah. Paijo memang mengambil kesempatan, agar Pak Kiai melihat dirinya. Paijo berusaha khusyu’. Ruku’ dan sujudnya sedikit panjang dari biasanya. Dan sampai pada sujud terakhir, Paijo berniat akan lebih panjang lagi. Agar semua orang bersimpati dan kagum atas kehebatan sholatnya.
Sudah hampir setengah jam selepas adzan, Pak Kiai belum memberi aba-aba untuk iqomat. Jamaah mulai gelisah. Mereka masih menunggu Paijo menyelesaikan sholat sunnahnya. Sujud terakhir Paijo betul-betul khusyu’ dan lama. Pak Kiai rupanya juga mulai gelisah karena pagi makin terang. Sejurus kemudian, tiba-tiba terdengar suara orang mendengkur: “kroooook.... kroooookk... kroookkkk...”
Astaghfirullah, ternyata Paijo yang sedang sujud itu tertidur.

Selasa, 04 Oktober 2016

Paijo & Istri Yang Galak



Paijo dan istrinya menghadiri pesta pernikahan. Setelah bersalaman dengan mempelai dan orang tua pengantin, mereka dipersilakan menikmati berbagai hidangan yang telah tersaji.
Paijo mengambil lontong dan 5 tusuk sate.
“Pa.., ingat… sampeyan itu kena kolesterol...ayo kembalikan satenya!” kata istrinya yang galak itu.
Paijo pun mengembalikan sate pada tempatnya. Lalu, mendekati menu yang lain. Ia berhenti di depan panci rawon. Dari belakang, istrinya menyenggol.
“Kolesterol, Pa...!”
Dilihatinya bakso yang ada disebelah rawon.
“Itu juga kolesterol, Pa…!”
Langkah Paijo gontai. Sudah tiga menu gagal ia ambil.
“Nah, ini tidak mengandung kolesterol,” batin Paijo di depan sayur kacang-kacangan.
Belum juga tangannya menyendok sayur, istrinya sudah menghardik:
“Pa…, itu asam urat…, kemarin kan kumat asam uratnya.”
Saat ia akan mengambil tempe goreng.
“Itu juga asam urat…,” bentak istrinya
Akhirnya, Paijo hanya mengambil kerupuk dan ia taruh diatas lontong.
Paijo beranjak ke meja buah dan minuman. Tapi, sajian buah-buahan sudah habis, hanya tersisa potongan melon yang ia tidak suka. Lalu, ia mengambil segelas es buah.
Sejurus kemudian, Paijo bersama istrinya duduk untuk menyantap makanan yang telah mereka ambil. Kala istrinya melihat Paijo membawa segelas es buah, buru-buru istri Paijo merebut es buah itu.
“Papa itu kena diabetes….lebih baik minum air putih aja,” ujar istrinya sewot.
Dan begitulah, di pesta itu Paijo hanya makan lontong, krupuk dan air putih.
“Nasib…nasib… ,” batin Paijo mengumpat-umpat.
Paijo kesal kenapa punya banyak penyakit, tetapi lebih sebal lagi karena punya istri yang galak.