Menjadi pionir memang membutuhkan pengorbanan, baik materi
terlebih lagi pengorbanan batin. Berpisah dari keluarga, terpaksa tidur di
kantor merupakan makanan sehari-hari. Belum lagi bila bertepatan dengan bulan
puasa. Sedih rasanya harus buka puasa atau sahur sendirian dan membiasakan diri
makan mie instant.
Begitulah kira-kira yang kami alami di saat membuka kantor baru.
Dengan adanya keputusan menteri, kantor kami resmi berdiri. Kota dimana kantor
kami berdiri adalah ibukota salah satu kabupaten di salah satu wilayah provinsi
di Sulawesi. Nama kabupaten sendiri adalah nama pulau dimana kabupaten berada,
yang bersebelahan dengan sebuah pulau tetangga.
Memang agak lucu, karena ada sebagian daerah di pulau tersebut
yang masuk wilayah pulau tetangga, dan sebaliknya ada daerah di pulau tetangga
yang masuk wilayah kabupaten di pulau tersebut. Untuk mencapai kota tersebut
kita memerlukan waktu 2 – 3 jam dari ibukota propinsi dengan menggunakan kapal
cepat. Kita juga dapat menempuh jalur laut selama 1,5 jam dari ibukota
kabupaten tetangga, dimana sebelumnya kami berkantor disitu.
Posisi kota berada di pinggiran laut yang memanjang dari arah
utara ke selatan. Di seberang laut, nampak gugusan pulau tetangga. Kondisi kota
mirip kota-kota kecamatan di pulau jawa. Tidak banyak kendaraan yang lalu
lalang.
Kantor kami terletak di daerah pinggiran kota, bersebelahan dengan
hutan jati yang sudah mulai gundul akibat pencurian kayu. Areal hutan jati
tersebut sudah dikapling-kapling masyarakat untuk dijadikan ladang atau tempat
tinggal. Dalam 5 tahun mendatang, kemungkinan pohon-pohon jati akan menjadi
barang langka di kota tersebut.
Dari pelabuhan kita bisa menyewa ojek selama 15 menit menuju
kantor kami. Jalan kota berkelok-kelok, naik turun seperti di perbukitan. Jangan
sekali-kali berjalan sendiri apabila baru pertama kali datang bila tidak ingin
tersesat di jalanan. Anda akan bingung untuk mengingat jalan kembali ke tempat
semula. Meski lebar namun jalanan relatif sepi. Maklum kota kecil.
Dipinggir-pinggir jalan dan di pekarangan rumah banyak tanaman
hijau, yang menandakan tanah di kota tersebut relative subur. Dibutuhkan waktu
agak lama untuk mengenal dan menghafal jalan-jalan di kota. Atau lebih baik
kita tidak perlu malu-malu untuk bertanya. Masyarakat kota tersebut cukup ramah
dan welcome dengan kedatangan orang asing meski orang di kota tersebut terkenal
dengan istilah 'politik tinggi'. Berbagai kericuhan politik di wilayah propinsi tersebut
dapat dipastikan karena ulah orang-orang dari kota/kabupaten tersebut.
Sepi dan sunyi adalah kesan pertama yang kita dapatkan ketika
sampai di kantor baru kami. Selain karena di pinggiran kota, kendaraan yang
lalu lalang juga jarang. Agak sulit mendapatkan kendaraan, paling-paling hanya
ojek yang kadang-kadang lewat tanpa sengaja di depan kantor. Untunglah sebagian
dari kami membawa kendaraan masing-masing.
Hal itu juga tidak lepas dari kesulitan, yaitu mengisi bahan bakar. Kami
harus antri panjang atau kalau tidak mau antri, harus datang pagi-pagi karena hanya ada
satu tempat pompa bensin. Tapi kadang, semua orang pikirannya sama, yaitu datang
pagi-pagi. Akhirnya ya tetap antri juga.
Berkeliling mencari rumah adalah hal pertama yang kami lakukan
ketika tiba di kota tersebut. Agak sulit mencari tempat tinggal. Apalagi ingin
mendapatkan rumah yang sesuai dengan keinginan kita. Ada rumah yang bagus tapi
mahal. Ada yang murah tapi belum layak huni. Belum adanya SK definitif juga
membuat kami ragu-ragu untuk menentukan keputusan apakah menunggu dulu SK baru
mengontrak rumah ataukah langsung mengontrak rumah selama 1 tahun kedepan.
Akhirnya kami memutuskan untuk sewa/kos satu bulan sambil menunggu SK
definitif.
Kantor kami yang masih meminjam dari pemda, cukup bagus, tertata
rapi dengan beberapa ruangan yang bersekat-sekat. Posisinya memanjang menghadap
kearah utara. Bagian depan dan kiri kantor adalah jalanan umum. Di sebelah
barat, hutan jati yang tadi disebutkan. Ada dua ruangan ber-AC yaitu ruang komputer dan ruang kepala kantor. Kamar mandi/WC ada dua, ruangan dapur dan
juga gudang. Halaman yang cukup lebar terletak di bagian depan dan kiri. Belum
ada tempat parkir kendaraan. Ada banyak tanaman bunga di pinggir teras. Pintu
masuk ada di bagian depan dan bagian kiri. Meja, kursi, semuanya tertata rapi.
Pokoknya sudah siap untuk menjadi kantor baru kami.
Hole…hole… hole… kami korps….., begitulah lagu yang akan sebentar
lagi terdengar di langit kota. Sebenarnya bisa saja kami tinggal di kantor
selama masih berstatus sebagai pegawai yang diperkerjakan/detasir. Namun
kebutuhan air-lah yang membuat kami putus asa. Dua hari sekali air baru
mengalir dari PDAM. Dan itu pun kecil mengalirnya, mungkin karena tempatnya
yang agak tinggi dibanding wilayah yang lain. Belum lagi jumlah kami yang tidak
sedikit. Bak mandi yang relatif kecil tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
kami. Dua hari pertama cukup untuk dijadikan bahan pertimbangan. Diputuskan
sebagian ada yang tinggal di kantor dan ada yang menginap di hotel. Benar-benar
merupakan masa-masa sulit yang harus kami hadapi dengan lapang dada dan penuh
kesabaran, apalagi dalam kondisi sedang puasa ramadhan. Akhirnya setelah
mendapatkan informasi dari sana-sini kami mendapatkan tempat tinggal kos-kosan
masing-masing.
Pagi hari masuk kantor, datang absen, duduk sebentar, kemudian
mondar-mandir dari satu ruangan ke ruangan lain mencari teman untuk diajak
ngobrol. Atau paling-paling main game di komputer atau main domino atau main
catur atau duduk termenung sambil terus meratapi keadaan. Jenuh, bosan semakin
terus menggelayuti diri kami. Ditambah lagi rasa kangen dengan keluarga membuat
kami seolah-olah terus menghitung waktu menunggu datangnya hari libur kerja. Kondisi
tersebut menambah kami makin putus asa. Kami tak lebih, datang jaga kantor.
Bagai katak dalam tempurung. Itulah yang kami alami. Tidak ada
musik, tidak ada berita apalagi hiburan yang menentramkan batin. Ada CD-ROM tapi
tidak ada speaker. Kalau nekat memutar film mungkin seperti film charli caplin,
film bisu tanpa suara. Semuanya sunyi sepi, menumbuhkan kerinduan kepada
keluarga. Belum ada pekerjaan yang datang. Surat-surat pun hanya ada satu atau
dua. Itu pun cukup dikerjakan oleh satu orang dan hanya membutuhkan waktu paling
lama lima menit.
Jam empat sore kami pulang kantor. Namun masih dengan pertanyaan
apa yang akan kami kerjakan di rumah kos. Tidak ada keluarga. Mau masak, tidak ada
alat masak. Akhirnya hanya jalan-jalan keluar sambil menunggu saat buka puasa.
Bila tiba waktu buka, kami masuk warung makan. Malamnya pergi ke mesjid untuk
sholat isya dan tarawih. Pulang dari mesjid, mengobrol sebentar kemudian
langsung tidur sampai akhirnya bangun makan sahur.
Kami sadar tidak ada gunanya terus mengeluh. Mengeluh tidak
membuat semuanya menjadi lebih baik. Ada yang harus kami lakukan. Kami memang
harus berubah. Kami harus pindah dari tempat yang telah memberikan kebahagiaan
ke tempat yang harus pula membuat kita bahagia. Kita sendiri yang bisa merubah
kondisi buruk menjadi lebih baik. Kami harus cepat menyadari bahwa semuanya
sudah menjadi jalan hidup dan pilihan kami. Mungkin kita ditempatkan di tempat
yang belum kita senangi. Kita harus berusaha menyenangi dan mendapatkan
kebahagiaan yang sama bahkan lebih dari tempat yang lama.
Harus dimaklumi jika kami belum siap dengan keadaan kami. Itu
mungkin karena kami tidak terbiasa dengan kondisi yang memprihatinkan. Kami
terbiasa hidup di kota besar, berkecukupan dan bahagia bersama keluarga. Namun kita
juga harus menyadari bahwa kebahagiaan itu bisa berpindah tempat, tergantung
bagaimana kita bersikap dan menciptakannya kembali di tempat baru.
Percaya atau tidak, itulah keadaan kami. Hanya ada satu keyakinan
bahwa kebahagiaan pasti dapat kami raih kembali. Dan kebahagiaan di tempat itu mungkin tidak akan berlangsung lama. Selanjutnya, mungkin kami akan
berpindah tempat yang tidak kami ketahui sebelumnya. Akan ada pengganti kami
disini. Dan hal itu akan terus berulang. Begitulah hidup, kita harus mau
berubah. Tidak ada yang abadi, kecuali perubahan itu sendiri.
(Tulisan saya diatas pernah dimuat di majalah Anggaran Edisi no.78
tahun 2002, hal 50 – 51, saya tulis kembali dengan beberapa editing)