Senin, 06 April 2015

Serial Perjalanan (4) : Tanjung Pinang – Kepulauan Riau



Serial sebelumnya: Medan
***
Ini seperti wisata religi. Kami menyeberang ke Pulau Penyengat. Disitu terdapat masjid tua dan makam raja-raja serta tokoh terkenal, khususnya di dunia sastra Melayu. Ada penulis gurindam yang dikebumikan di Pulau Penyengat. Kami berkeliling pulau, dari satu situs ke situs lainnya. Ada rumah panggung besar yang dijadikan seperti museum dan di dalamnya terdapat kursi raja dan permaisuri. Di bawah rumah panggung itu, ada sumur tua dengan satu mitos tentang khasiat meminum air sumur itu.

Sore hari kami kembali ke Tanjung Pinang. Pada saat menyeberang, kami memperoleh pengalaman yang mendebarkan. Perahu kayu yang kami naiki tiba-tiba mati sementara ombak terasa makin mengayun-ayun. Kami saling pandang, lalu tersenyum getir. Aku yakin, di setiap hati, semuanya berdoa memohon keselamatan. Sejurus kemudian, perahu hidup kembali dan mengantar kami menyeberang dengan selamat sampai ke Pelabuhan. Ada pemandangan menarik. “Oh, disinilah rupanya tempat penyeberangan ke Singapura dan Malaysia, termasuk ke Pulau Batam.”

Meski bulan Ramadhan, kami menyempatkan diri ke Pantai Trikora. Ada batu-batu besar di beberapa lokasi pantai. Sepertinya ini menjadi ciri khas pantai di Kepulauan Riau. Bayangan film Laskar Pelangi dengan pantai yang dihuni batu-batu besar terlintas di benakku.

Tak jauh dari hotel tempatku menginap, ada pertokoan. Ada yang berbeda disini. Ada banyak macam barang bikinan Malaysia dan Singapura, terutama snack dan berbagai jenis permen dan cokelat. Beberapa diantaranya, aku jadikan oleh-oleh buat Ode. “Lumayanlah, dengan oleh-oleh ini, serasa pulang dari Singapura.”
***