Serial sebelumnya: Medan
***
Ini seperti wisata religi. Kami menyeberang ke Pulau Penyengat. Disitu
terdapat masjid tua dan makam raja-raja serta tokoh terkenal, khususnya di
dunia sastra Melayu. Ada penulis gurindam yang dikebumikan di Pulau Penyengat.
Kami berkeliling pulau, dari satu situs ke situs lainnya. Ada rumah panggung
besar yang dijadikan seperti museum dan di dalamnya terdapat kursi raja dan
permaisuri. Di bawah rumah panggung itu, ada sumur tua dengan satu mitos
tentang khasiat meminum air sumur itu.
Sore hari kami kembali ke Tanjung Pinang. Pada saat menyeberang,
kami memperoleh pengalaman yang mendebarkan. Perahu kayu yang kami naiki
tiba-tiba mati sementara ombak terasa makin mengayun-ayun. Kami saling pandang,
lalu tersenyum getir. Aku yakin, di setiap hati, semuanya berdoa memohon
keselamatan. Sejurus kemudian, perahu hidup kembali dan mengantar kami
menyeberang dengan selamat sampai ke Pelabuhan. Ada pemandangan menarik. “Oh,
disinilah rupanya tempat penyeberangan ke Singapura dan Malaysia, termasuk ke
Pulau Batam.”
Meski bulan Ramadhan, kami menyempatkan diri ke Pantai Trikora. Ada
batu-batu besar di beberapa lokasi pantai. Sepertinya ini menjadi ciri khas
pantai di Kepulauan Riau. Bayangan film Laskar Pelangi dengan pantai yang
dihuni batu-batu besar terlintas di benakku.
Tak jauh dari hotel tempatku menginap, ada pertokoan. Ada yang
berbeda disini. Ada banyak macam barang bikinan Malaysia dan Singapura,
terutama snack dan berbagai jenis permen dan cokelat. Beberapa diantaranya, aku
jadikan oleh-oleh buat Ode. “Lumayanlah, dengan oleh-oleh ini, serasa pulang
dari Singapura.”
***