Rabu, 30 Oktober 2013

Menakar Jabatan Pelaksana Tugas (Plt)



Dalam lingkungan birokrasi, kekosongan jabatan merupakan hal yang biasa. Adakalanya, jabatan yang kosong terjadi karena pejabat yang bersangkutan pensiun, meninggal dunia, alih tugas atau keluar negeri yang melebihi 6 bulan, dan cuti di luar tanggungan negara.

Mestinya, kekosongan jabatan segera diisi agar tidak mengganggu pelaksanaan tugas pemerintahan. Tetapi, proses pengisian jabatan bukanlah secepat membalikkan roti bakar. Ada proses yang harus dilewati, mulai dari pemilihan calon, evaluasi kompetensi, pengusulan sampai dengan sidang Baperjakat dan penetapan surat keputusan.

Selain itu, ketersediaan dan persyaratan calon pejabat juga menjadi pertimbangan utama. Sesuai PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS Dalam Jabatan Struktural, telah ditentukan syarat-syarat untuk dapat diangkat dalam jabatan struktural, antara lain serendah-rendahnya menduduki pangkat 1 (satu) tingkat di bawah jenjang pangkat yang ditentukan. Persyaratan inilah yang kemudian sering disebut sebagai persyaratan administratif.

Dalam suatu organisasi, mungkin saja terjadi krisis calon pejabat. Artinya, memang banyak calon pejabat yang memenuhi persyaratan administratif, tetapi dari sisi kompetensi dianggap kurang mumpuni. Sebaliknya, ada calon pejabat yang memiliki kompetensi untuk duduk dalam suatu jabatan, tetapi belum memenuhi persyaratan administratif yaitu belum memiliki pangkat minimal untuk menduduki jabatan tersebut.

Apa solusinya?

Dalam hal ini, BKN telah memberikan solusi dengan terbitnya surat Kepala BKN Nomor : K.26-20/V.24-25/99 tanggal 10 Desember 2001 perihal Tata Cara Pengangkatan PNS sebagai Pelaksana Tugas (http://hukum.unsrat.ac.id/inst/bkn_26_01.pdf). Maka, kemudian kita mengenal istilah Pelaksana Tugas (Plt.). Lebih lanjut, mari kita lihat isi surat Kepala BKN tersebut. Diantaranya disebutkan bahwa :
  1. Apabila di lingkungan instansi benar-benar tidak terdapat PNS yang memenuhi syarat (administratif), maka untuk kelancaran pelaksanaan tugas-tugas organisasi, seorang PNS atau pejabat lain dapat diangkat sebagai Pelaksana Tugas;
  2. Pengangkatan sebagai Pelaksana Tugas tidak perlu ditetapkan dengan surat keputusan pengangkatan dalam jabatan, melainkan cukup dengan surat perintah dari pejabat pembina kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk, karena yang bersangkutan masih melaksanakan tugas jabatannya yang definitif;
  3. PNS yang diangkat sebagai Plt tidak perlu dilantik dan diambil sumpahnya;
  4. Pelaksana Tugas bukan jabatan definitif, oleh karenanya PNS yang diangkat sebagai Plt tidak diberikan tunjangan jabatan struktural, sehingga dalam surat perintah tidak perlu dicantumkan besarnya tunjangan jabatan;
  5. Pengangkatan sebagai Plt tidak boleh menyebabkan yang bersangkutan dibebaskan dari jabatan definitifnya, dan tunjangannya tetap dibayar sesuai dengan jabatan definitifnya;
  6. PNS atau pejabat yang menduduki jabatan struktural hanya dapat diangkat sebagai Plt dalam jabatan struktural yang eselonnya sama atau setingkat lebih tinggi di lingkungan kerjanya;
  7. PNS yang tidak menduduki jabatan struktural hanya dapat diangkat sebagai Plt dalam jabatan struktural eselon IV;
  8. PNS yang diangkat sebagai Plt tidak memiliki kewenangan untuk mengambil atau menetapkan keputusan yang mengikat seperti pembuatan DP3, penetapan surat keputusan, penjatuhan hukuman disiplin dan sebagainya.

Penunjukan Plt Pada Kementerian Keuangan

Berdasarkan surat Kepala BKN tersebut, kemudian di suatu kementerian menyusun Peraturan Menteri tentang Pengangkatan Pelaksana Tugas, seperti misalnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 117/PMK.01/2009 tentang Pengangkatan Pelaksana Tugas Dalam Jabatan Struktural di Lingkungan Departemen Keuangan (http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/2009/117~PMK.01~2009Per.htm).

Konsideran PMK tersebut menjelaskan bahwa guna menunjang kelancaran pelaksanaan tugas pada jabatan struktural yang belum dapat terisi secara definitif, pegawai yang memiliki kompetensi namun belum memenuhi persyaratan administrasi sebagai pejabat definitif dapat diangkat sebagai Pelaksana Tugas.

Berikut beberapa point penting dalam PMK tersebut yaitu :
  1. Pegawai yang diusulkan diangkat menjadi Plt harus melalui Seleksi atas persyaratan;
  2. Plt bukan merupakan jabatan definitif sehingga pegawai yang diangkat sebagai Plt : tidak dilantik dan diambil sumpahnya; dan tidak dibebaskan dari jabatan definitifnya;
  3. Pejabat yang berwenang mengangkat Plt adalah : Menteri Keuangan untuk Plt jabatan struktural Eselon II; dan Pimpinan unit Eselon I untuk Plt jabatan struktural Eselon III;
  4. Plt memiliki kewenangan untuk merencanakan, mengkoordinir, mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan fungsi pada jabatan dimana yang bersangkutan ditugaskan sebagai Plt.
  5. Plt tidak memiliki kewenangan untuk mengambil atau menetapkan keputusan yang mengikat yaitu : pembuatan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3); penjatuhan hukuman disiplin; penetapan surat keputusan; dan lain-lain keputusan yang menyebabkan pengeluaran negara.
  6. Pegawai yang diangkat sebagai Plt tidak mendapat tunjangan struktural pada jabatan Plt-nya.
  7. Pegawai yang diangkat sebagai Plt diberikan remunerasi sesuai dengan jabatan dimana yang bersangkutan ditugaskan sebagai Plt dan tidak mendapat remunerasi jabatan definitif-nya.
  8. Plt yang telah memenuhi persyaratan administrasi sebagai pejabat definitif, dapat diusulkan untuk diangkat dalam jabatan definitif dimaksud.
  9. Jabatan struktural yang telah diisi oleh Plt harus tetap diupayakan untuk diisi oleh pegawai yang memenuhi syarat untuk diangkat sebagai pejabat definitif.

Maka, dapat digarisbawahi bahwa PMK diatas mengatur penunjukan Plt dalam hal pejabat yang ditunjuk belum memenuhi persyaratan administratif. Sehingga isi PMK ini klop dengan isi surat Kepala BKN diatas. Karena, kalau kita cermati, isi surat Kepala BKN tersebut sangat tegas menyatakan “apabila di lingkungan instansi benar-benar tidak terdapat PNS yang memenuhi syarat”.

Kesimpulannya : surat Kepala BKN dan PMK tersebut tidak membicarakan penunjukan Plt dimana pejabat yang definitif belum ditetapkan karena masih menunggu proses penetapannya. Konkretnya begini : ada jabatan yang kosong karena pensiun, dan sudah ada pejabat yang memenuhi syarat, tetapi untuk penetapannya masih harus melalui proses yang cukup panjang. Selama masa penantian tersebut, bagaimana penunjukan pejabat penggantinya?

Di lingkungan kementerian tertentu seperti Kementerian Keuangan mengaturnya dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 313/KMK.01/2011 tentang Penunjukan Pejabat Pengganti di Lingkungan Kementerian Keuangan https://www.dropbox.com/s/kbn34dwiofvphd8/KMK%20313-2011.pdf. Beberapa poin dalam KMK tersebut mengatur :
  1. Untuk menjaga kelancaran tugas dan kelangsungan tanggungjawab dalam penyelenggaraan pemerintahan di lingkungan Kementerian Keuangan, apabila terjadi kekosongan jabatan, dilakukan penunjukan pejabat pengganti di lingkungan Kementerian Keuangan, yaitu : Pelaksana Tugas (Plt) atau Pelaksana Harian (Plh);
  2. Penunjukan Plt atau Plh dapat dilakukan sebagai berikut : dirangkap oleh pejabat atasannya; ditunjuk pengganti dari pejabat yang setingkat; atau ditunjuk pengganti dari pejabat/ pelaksana bawahannya;
  3. Penunjukan Plh hanya dapat dilakukan dalam hal terdapat kekosongan jabatan karena berhalangan sementara;
  4. Penunjukan Plt dan Plh dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah dari Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk;
  5. Ketentuan lebih lanjut penunjukan pejabat pengganti struktural Eselon II kebawah ditetapkan dengan keputusan pimpinan unit organisasi Eselon I.

Seperti yang diatur dalam KMK tersebut, makin jelaslah bahwa ada 2 penggolongan penunjukan Pelaksana Tugas, yaitu :
  1. Dalam hal Pejabat yang berwenang belum ditetapkan karena menunggu ketentuan bidang kepegawaian. Dalam konteks Kementerian Keuangan, mengacu pada PMK 117/PMK.01/2009;
  2. Dalam hal terdapat kekosongan jabatan karena berhalangan tetap. Dalam konteks Kementerian Keuangan, merujuk pada KMK 313/KMK.01/2011 dan ketentuan internal di unit eselon I masing-masing.

Agar makin jelas, dari dua penggolongan Plt diatas, dapat kita lihat perbedaannya, yaitu :

No.
Uraian
Plt PMK 117/PMK.01/2009
Plt KMK 313/KMK.01/2011 & Ketentuan Internal Es. I
1.
Pejabat yang ditunjuk
-        Pejabat yang eselonnya setingkat dibawah eselon jabatan yang di-Plt-kan dan belum memenuhi persyaratan administratif
-        Pejabat yang setingkat
-        Pejabat bawahannya
2.
Penunjukan
-        Plt jabatan eselon II ditunjuk oleh Menteri
-        Plt jabatan eselon III ditunjuk oleh pimpinan eselon I
-        Plt jabatan eselon II ditunjuk oleh pimpinan eselon I
-        Plt jabatan eselon III ditunjuk oleh pimpinan eselon II
3.
Proses Penetapan
-        melalui seleksi atas persyaratan
-        Tidak melalui proses seleksi
4.



5.
Remunerasi



Pakta Integritas & Kontrak Kinerja
-        Diberikan remunerasi pada jabatan yang di-Plt-kan 

Wajib menandatangani Pakta Integritas & kontrak kinerja Jabatan Plt.
-        Remunerasi tetap pada jabatan definitifnya 


Tidak diatur


Adapun persamaannya adalah :
  1. Sama-sama ditunjuk dengan Surat Perintah
  2. Sama-sama tidak perlu dilantik dan diambil sumpahnya;
  3. Sama-sama tidak dibebaskan dari jabatan definitifnya;
  4. Sama-sama tidak mendapatkan tunjangan struktural pada jabatan yang di-Plt-kan;
  5. Memiliki kewenangan yang sama, yaitu merencanakan, mengkoordinir, mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dan fungsi pada jabatan dimana yang bersangkutan ditugaskan sebagai Plt;
  6. Sama-sama diberhentikan ketika jabatan tersebut telah terisi secara definitif atau ditunjuk pejabat lain.

Khusus untuk Plt jenis kedua, apabila yang ditunjuk adalah pejabat yang setingkat, dapat diberikan kewenangan penuh pada jabatan tersebut setelah adanya Surat Kuasa Khusus dari pejabat yang menunjuk atau ditetapkan pada keputusan pimpinan eselon I yang mengatur penunjukan penggantian pejabat.