Rabu, 23 Oktober 2013

Biaya Perjalanan Pindah Menetap Karena Pensiun


Setelah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 113/PMK.05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri dan Pegawai Tidak Tetap, ternyata ada beberapa kalangan yang awas membaca peraturan tersebut.

Diantaranya adalah pasal 17 ayat (2), yang menyatakan bahwa Perjalanan Dinas Pindah dilakukan, salah satunya dalam rangka : pemulangan pejabat negara/pegawai negeri yang diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun atau mendapat uang tunggu dari tempat kedudukan ke tempat tujuan menetap. Dalam pasal 20 ayat (1) menjelaskan bahwa komponen biaya yang diberikan untuk perjalanan dinas pindah tersebut meliputi : biaya transpor pegawai, biaya transpor keluarga yang sah, uang harian dan atau biaya pengepakan dan angkutan barang. Dan sesuai pasal 18 ayat 2, biaya tersebut dibayarkan secara lumpsum.

Apakah ketentuan diatas, merupakan sesuatu yang baru? Ternyata tidak juga, ketentuan tersebut sudah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 7/KMK.02/2003 Tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil Dan Pegawai Tidak Tetap, yang telah dicabut dengan berlakunya PMK diatas. Dalam KMK tersebut telah mengatur hal  yang sama.

Pada pasal 6 ayat (4) KMK No.7/KMK.02/2003, menjelaskan : Dalam perjalanan dinas pindah termasuk pula perjalanan dinas yang dilakukan dalam hal : pemulangan dari Tempat Kedudukan yang terakhir ke tempat hendak menetap bagi Pejabat Negara atau Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun atau mendapat uang tunggu.  Berikutnya pasal 7 ayat (1), menjelaskan : Biaya perjalanan dinas terdiri dari : biaya transpor pegawai, biaya transpor keluarga, biaya pengepakan, penggudangan, dan angkutan barang-barang, uang harian yang mencakup biaya penginapan, biaya makan, biaya  angkutan setempat dan uang saku. Dan dalam pasal selanjutnya menegaskan bahwa biaya perjalanan tersebut dibayarkan secara lumsum dan merupakan batas tertinggi.

Nah, sejak terbitnya KMK itu dan selama KMK itu berlaku, sepertinya tidak ada yang menyadari ketentuan tersebut. Buktinya, di salah satu eselon I suatu kementerian tetap berpedoman pada SE DJA SE-180/A/1999 tanggal 5 Nopember 1999 perihal Peninjauan Kembali Perhitungan Satuan Biaya Pindah Menetap Karena Pensiun, dimana biaya perjalanan pindah dari instansi terakhir bertugas ke tempat/daerah menetap untuk menjalani masa pensiun diberikan kepada pegawai yang telah memasuki masa purna tugas/ pensiun, setinggi-tingginya Rp. 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) TMT. 1 Januari 2000.

Memang ada yang berpendapat seharusnya SE DJA tersebut sudah tidak dapat dijadikan pedoman dengan berlakuknya KMK diatas. Tapi, ya sudahlah, itu mungkin suatu perdebatan yang tidak ada gunanya lagi…

Nah, kemudian agar ketentuan dalam PMK 113/PMK.05/2012 tidak kontraproduktif dan disalahgunakan (berpotensi fraud), langkah apa yang harus dilakukan? Maksudnya begini : pegawai bisa saja sebelum pensiun menyatakan untuk pindah ke kota lain dengan maksud agar mendapatkan biaya pindah menetap.

Maka kemudian, dalam Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor Per-22/PB/2013 tentang Ketentuan Lebih Lanjut Pelaksanaan Perjalanan Dinas Dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, Dan Pegawai Tidak Tetap, diberikan definisi tentang tempat tujuan menetap, sebagaimana pada pasal 14 ayat 2 yaitu tempat tujuan menetap adalah : Kota tempat pengangkatan pertama sebagai Pegawai Negeri/Pegawai Tidak Tetap; atau Kota tempat kelahiran Pegawai Negeri/Pegawai Tidak Tetap yang dibuktikan dengan akta kelahiran.

Namun, peraturan tersebut belum secara teknis menjelaskan tatacara atau mekanisme pemberian biaya pindah menetap ini. Untuk itu, bagi kementerian atau eselon I yang memang selama ini menerapkan pola mutasi nasional, perlu untuk menerbitkan suatu ketentuan internal, bisa dalam bentuk surat edaran yang menjelaskan tatacara pemberian biaya pindah menetap. Dan itu sepertinya akan dimulai oleh Ditjen Perbendaharaan.