Kamis, 12 Desember 2013

Absensi Kerja Lembur Secara Elektronik



Salah satu temuan BPK pada pemeriksaan laporan keuangan pemerintah pusat di salah satu unit eselon I di suatu kementerian adalah adanya sejumlah pegawai yang melakukan kerja lembur pada saat yang bersangkutan melaksanakan perjalanan dinas dan kepada pegawai tersebut dibayarkan uang lemburnya.
Ini jelas tidak masuk akal dan secara logika administrasi hal tersebut tidak semestinya terjadi. Tetapi mengapa ini terjadi? Karena daftar hadir kerja lembur masih dibuat secara manual. Dan menjadi pertanyaan, disaat daftar kehadiran masuk/pulang kerja sudah menggunakan sistem kehadiran elektronik, mengapa daftar hadir kerja lembur masih menggunakan daftar hadir manual ? Sesuatu yang sangat rawan manipulasi.
Sejatinya, kerja lembur dengan absensi manual tidak menyalahi ketentuan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.05/2009 tentang Kerja Lembur dan Pemberian Uang Lembur Bagi Pegawai Negeri Sipil dan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-41/PB/2009 tentang Prosedur dan Tata Cara Permintaan serta Pembayaran Uang Lembur Bagi Pegawai Negeri Sipil, belum mewajibkan pelaksanaan kerja lembur dengan sistem kehadiran elektronik.
Namun, reformasi birokrasi yang telah dilaksanakan harus terus disempurnakan. Nila setitik tidak boleh merusak susu sebelanga. Kerja keras dan layanan birokrasi yang sudah mendapat apresiasi dan penghargaan, jangan sampai ternoda oleh masalah sepele. Maka kemudian, muncul gagasan untuk mengatur pelaksanaan kerja lembur dengan menggunakan sistem kehadiran elektronik. Lahirlah pengaturan internal dalam bentuk surat edaran.
Maksud tulisan ini adalah barangkali ada kementerian lain atau eselon I lain yang berminat untuk mencontoh apa yang telah dilakukan oleh eselon I kementerian ini.
Beberapa poin dalam pengaturan surat edaran tersebut, diantaranya : pertama, pegawai dapat diperintahkan melakukan kerja lembur untuk menyelesaikan tugas-tugas kedinasan yang mendesak. Kerja lembur yang akan dibayarkan uang lembur harus berdasarkan Dokumen Perintah Lembur (DPL), yang terdiri dari Surat Perintah Kerja Lembur (SPKL) dan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Perintah Lembur (SPTPL) dan sepanjang pagu dana uang lembur dalam DIPA tersedia. Dalam hal terdapat Pegawai yang kerja Jembur namun namanya tidak tercantum dalam DPL, kepada pegawai tersebut tidak dapat dibayarkan uang lembur. Hal ini dimaksudkan agar tidak semua orang yang selesai jam kantor dan masih berada di kantor karena menunggu macet atau hujan atau bahkan tidur di kantor, dianggap sebagai kerja lembur.
                Kedua, SPKL dibuat pada awal bulan dan ditandatangani oleh Kuasa Pengguna Anggaran/Direktur/Kepala Kantor. Atas dasar SPKL diterbitkan SPTPL, yaitu surat yang dibuat dan ditandatangani oleh pejabat eselon III di masing-masing unit eselon III. Mengapa eselon III? Karena eselon III dianggap paling mengetahui pekerjaan yang perlu dilemburkan. SPTPL dibuat sebelum atau paling lambat pada hari pelaksanaan kerja lembur.
                Ketiga, Pegawai yang diperintahkan melaksanakan kerja lembur wajib mengisi daftar hadir masuk/pulang kerja sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada saat masuk kerja dan pada saat pulang kerja dengan menggunakan Mesin Kehadiran Elektronik. Untuk Kerja lembur pada hari kerja : Jam masuk kerja adalah sesuai ketentuan yang berlaku dan Jam pulang kerja adalah sampai batas akhir waktu kerja lembur sesuai SPTPL. Pelaksanaan kerja lembur pada hari kerja dihitung mulai pukul 17.00 (akhir jam kerja).
Untuk Kerja lembur pada hari libur, jumlah jam kerja lembur sesuai dengan kebutuhan waktu penyelesaian pekerjaan. . Jika diperhatikan, di form SPTPL hanya mencantumkan jumlah jam lembur, bukan rentang waktu kerja lembur. Sehingga bersifat fleksibel, tergantung masing-masing pegawai kapan memulai dan mengakhiri kerja lembur. Dalam hal ini, perhitungan jam lembur pada hari libur dimulai pada saat pegawai absen masuk lembur dan berakhir saat pegawai absen pulang lembur.
                Keempat, penghitungan jumlah jam kerja lembur adalah pembulatan kebawah. Contoh : Kerja lembur mulai pukul 17.00 s.d. 20.50 dihitung 3 jam; Kerja lembur mulai pukul 17.00 s.d. 21.05 dihitung 4 jam.
Pegawai yang kerja lembur tidak sampai batas akhir jam lembur yang tercantum dalam SPTPL, maka yang dihitung adalah jam lembur riilnya. Sedangkan, pegawai yang kerja lembur melebihi batas akhir jam lembur yang tercantum dalam SPTPL, maka yang dihitung adalah jam lembur sesuai SPTPL.
                Kelima, bagi pegawai yang tidak diperintahkan melaksanakan kerja lembur dengan SPTPL, pengisian daftar kehadiran mengikuti ketentuan yang berlaku, dimana ada batasan waktu untuk melakukan absensi pulang.
                Keenam, uang lembur tidak diberikan kepada : Pegawai yang berada di kantor di luar jam kerja kedinasan tetapi tidak diperintahkan untuk kerja lembur berdasarkan SPTPL; Pegawai yang mendapat surat tugas melakukan perjalanan dinas dalam/luar kota dan mendapatkan biaya yang dibebankan pada APBN/APBD/pihak lain; Pegawai yang lupa dan atau tidak mengisi daftar hadir pulang kantor; dan Pegawai yang melakukan rapat di dalam kantor di luar jam kerja sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya.
                Bagaimana dengan pegawai yang diperintahkan kerja lembur tetapi tidak melaksanakan kerja lembur? Dalam hal ini, belum dianggap sebagai pelanggaran disiplin sesuai PP Nomor 53 Tahun 2010. Selain, karena memang sudah berada di luar jam kerja. Tentu ada resikonya, yaitu tidak mendapatkan uang lembur dan mungkin menjadi kurang baik di mata pimpinan.