Selasa, 27 November 2012

LHKPN : Wajib Hukumnya....!


Pesta pelantikan, pesta syukuran telah berakhir. Kini saatnya seorang pejabat yang baru mendapatkan promosi atau mutasi jabatan untuk segera berfikir tentang beberapa kewajiban yang harus segera dikerjakan. Tidak hanya berfikir tetapi harus segera mengambil tindakan nyata. Ada suatu kewajiban pribadi yang tidak bisa dilimpahkan kepada pihak lain atau anak buahnya, yaitu menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penyampaian bersifat pribadi dan langsung kepada KPK tanpa melalui perantara institusi.

Di beberapa lingkungan kementerian/lembaga, seorang wajib lapor LHKPN segera setelah mengirimkan LHKPN-nya diwajibkan pula untuk mengirimkan fotokopi resi tanda bukti pengiriman kepada unit tertentu di lingkungan kementerian/lembaga tersebut untuk dilakukan penatausahaan sebagai bahan monitoring penyampaian LHKPN. Dari monitoring yang dilakukan kemudian dapat dihitung berapa tingkat kepatuhan penyampaian LHKPN. Dan inilah menjadi salah satu bagian indikator penilaian inisiatif anti korupsi (PIAK).

Beberapa pertanyaan dalam PIAK terkait LHKPN diantaranya adalah : apakah ada ketetapan wajib lapor LHKPN, apakah telah diselenggarakan bimtek pengisian LHKPN, apakah telah mensyaratkan LHKPN sebagai salah satu kelengkapan dalam sistem promosi/mutasi, berapa persentase yang telah melaporkan LHKPN kepada KPK, apakah ada sanksi internal bagi wajib lapor yang tidak melaporkan LHKPN.

Di lingkungan kementerian/lembaga biasanya terdapat satgas khusus untuk memonitoring penyampaian LHKPN. Dalam daftar monitoring tersebut meliputi data-data : nama-nama wajib lapor LHKPN, kapan wajib lapor paling lambat harus melaporkan LHKPN-nya, formulir A atau B yang harus dilaporkan, dan siapa-siapa yang belum melaporkan.

Pada umumnya yang menjadi wajib lapor LHKPN adalah pejabat eselon I, eselon II, eselon III, Pejabat Pembuat Komitmen dan Bendahara pengeluaran.

Ada beberapa ketentuan dalam pelaporan LHKPN :
Formulir LHKPN model A, diisi dan dikirimkan oleh wajib lapor untuk pertama kali melaporkan kekayaannya.

Formulir LHKPN model B, diisi dan dikirimkan oleh wajib lapor (telah melaporkan formulir A) yang :
  • telah menduduki jabatannya selama 2 tahun,
  • mengalami mutasi dan atau promosi jabatan,
  • mengakhiri jabatan dan atau pensiun,
  • atas permintaan KPK dalam rangka pemeriksaaan 
Wajib lapor diharuskan menyampaikan LHKPN kepada KPK selambat-lambatnya 2 bulan setelah dilantik atau diberhentikan.

***

Agar sebuah ketentuan dapat ditegakkan, salah satu ikhtiar yang dilakukan adalah dengan mengenakan sanksi bagi para pembandel. Di lingkungan beberapa kementerian, sanksi yang dikenakan adalah : Wajib lapor yang tidak menyampaikan LHKPN dijatuhi hukuman disiplin sesuai PP 53 tahun 2010.

Menyitir Surat Edaran Menpan No.SE/01/M.PAN/1/2008 tanggal 9 Januari 2008 tentang peningkatan ketaatan LHKPN untuk pengangkatan PNS dalam jabatan, menyebutkan bahwa pemenuhan kewajiban LHKPN kepada KPK menjadi salah satu unsur pertimbangan/prasyarat pengangkatan PNS dalam jabatan struktural atau fugsional. Disebutkan pula bahwa PNS yang akan diangkat dalam jabatan, tidak akan dilantik sebelum yang bersangkutan menyampaikan LHKPN.

Berdasarkan ketentuan yang ada, gambaran proses LHKPN dapat dijelaskan sebagai berikut : setelah wajib lapor menyampaikan LHKPN, KPK akan memprosesnya dan kemudian mengumumkan harta kekayaan dalam Tambahan Berita Negara (TBN). Selanjutnya KPK akan mengirimkan surat pemberitahuan ke alamat pribadi wajib lapor, yang dilampiri TBN, Poster TBN dan Pemberitahuan Pengumuman LHKPN di Instansi. Bagi wajib lapor yang telah menerima surat tersebut, berkewajiban untuk menempelkan Poster TBN pada papan pengumuman resmi di lingkungan instansi masing-masing selama 30 hari berturut-turut. Setelah kewajiban tersebut dipenuhi, wajib lapor mengembalikan lembar Pemberitahuan Pengumuman LHKPN kepada KPK.

Keberhasilan untuk mewujudkan tingkat kepatuhan yang tinggi atas penyampaian LHKPN tergantung kepada masing-masing pejabat wajib lapor termasuk ketegasan sanksi bagi pihak-pihak yang membandel. Pastinya ada pihak-pihak yang meragukan apakah aturan sanksi yang ada bahkan sanksi yang mengkaitkan dengan proses promosi/mutasi dapat dijalankan atau hanya sekedar torehan tinta belaka. 

Pada umumnya, yang mendapat ancaman peringatan adalah rakyat kecil atau pegawai rendahan. Tetapi untuk yang satu ini, kita bisa membuat sebuah peringatan bagi para pejabat wajib lapor LHKPN yang masuk dalam kelompok tidak mau melaporkan, dengan satu peringatan : "silakan untuk tidak melapor kalau memang ingin menyesal di kemudian hari”. Atau jangan-jangan malah akan menyesal jika melaporkan, karena ternyata harta yang dimiliki, nilainya tidak wajar. Waduh.....!!??