Rabu, 22 Oktober 2014

Dua Jenis Pria Dewasa



Ada banyak macam pembagian. Ada pengelompokan sesuai dengan jenis, warna, bentuk, ukuran, asal-usul atau manfaatnya. Atau variasi item yang memiliki satu kemiripan, kesamaan hingga membuat mata menyimpulkan bahwa benda atau makhluk itu masih dalam satu kelompok.  Dan siapa saja bisa membuat kategori sesuai dengan kepentingan masing-masing.
Maka, saya pun ingin membuat pengelompokan atas jenis pria yang hidup di dunia ini. Bukan pria yang sudah mati atau masih anak-anak, tetapi pria dewasa yang sudah memiliki istri dan anak alias sudah berkeluarga. Tidak hanya berhenti disitu, lebih jauh lagi bagaimana pria dewasa ini hidup dan menjalani kehidupan berkeluarganya.
Saya membaginya menjadi dua macam pria.
Pertama, pria yang selalu hidup dengan keluarganya, menghabiskan waktu bersama istri dan anaknya dan hanya berpisah dalam jangka waktu kurang dari 10 jam setiap harinya karena dia harus bekerja di luar rumah. Setelah itu, ia akan tetap menemani istri dan anak-anaknya. Bagi sebagian besar orang, menjadi pria jenis yang pertama ini merupakan idaman karena menganggap jenis pria inilah yang merupakan pria paling bahagia.
Jenis pria kedua adalah pria yang hidupnya terpisah dari keluarga, sendiri menghidupi diri, mengurus dirinya sendiri dan tidur sendiri. Dalam setahun tak lebih dari 60 hari, yang ia habiskan bersama keluarganya. Selebihnya hidup mandiri. Ada banyak sebab mengapa ia menyendiri. Paling banyak adalah karena pilihan pekerjaan yang mengharuskan ia memilih untuk hidup jauh dari homebase. Ada yang seminggu sekali pulang yang sering dikenal dengan singkatan PJKA (Pulang Jumat Kembali Ahad), atau bisa jadi dua mingguan, satu bulanan atau mungkin 2 bulanan bahkan 3 sampai 6 bulanan hingga tahunan. Bila sudah mencapai tahunan, bisa dipastikan karena pria ini menjadi TKI yang bekerja di luar negeri dengan kontrak tahunan yang hanya memberikan kesempatan pulang setahun sekali. Atau pria yang bekerja di kapal pesiar yang berlayar hingga setahun lebih dan hanya memberi  libur bagi anak buah kapal setelah sembilan bulan berlayar.
Mengapa ada pembagian seperti itu? Dan soal apakah ini sebenarnya? Tak lebih dari bagaimana seharusnya kita melihat diri kita sebagai seorang pria dewasa. Apa yang harus dilakukan jika kita sebagai pria jenis kedua, yang sebagian besar orang menganggap sebagai kehidupan berkeluarga yang tidak normal. Dan yang pasti menjalin hubungan jarak jauh dengan keluarga, bukanlah sesuatu yang mudah.
Waktu yang begitu longgar dengan kesendirian perlu dimanfaatkan dengan menyibukkan diri pada hal-hal yang positif agar tidak terjerumus pada kekosongan jiwa dan pikiran hingga menyebabkan diri terperosok pada jurang ketidakmanfaatan dan mungkin perselingkuhan.
Kekuatan apa yang harus kita miliki, tak lain adalah motivasi dari dalam diri kita sendiri yang hanya bisa tumbuh dari kesadaran bahwa hidup ini harus terus berlanjut, apapun kondisi kita. Sendiri ataukah ditemani istri, tak jarang hanya sebuah bentuk ilusi. Terkadang, malah pria jenis pertama yang sering gagal dalam berumah tangga. Karena jiwanya tak bisa menyatu dengan alam pikiran istri dan anak-anak. Tubuh dan raga terlihat berkumpul, tapi hanya sebatas onggokan daging yang beriringan. Jiwa dan pikirannya lepas entah kemana. Kejenuhan kadang menggeroti pada hubungan yang monoton. Rutinitas menjadi epidemi yang melumpuhkan pikiran untuk berbuat kreatif. Inovasi pun nihil karena yang terjadi hanya kehidupan yang klerikal, hanya dari satu titik ke titik berikutnya, dimana titik yang kita tuju dan apa yang terjadi disana, dengan mudah bisa kita tebak. Artinya, tak ada lagi kejutan-kejutan yang memompa adrenalin. Karena, sesungguhnya pria dewasa membutuhkan adrenalin untuk terus hidup dan bahagia.
Pada pria jenis kedua, sering terjadi kejutan-kejutan dalam hidupnya, tanpa direncana dan terpikirkan oleh dirinya. Siapa bilang hidup terencana memberi kebahagian. Pada sebagian orang, justru itu membosankan karena tak ada lagi tantangan dan semua telah terantisipasi dengan baik. Hidup semacam itu, hanya menarik bagi orang-orang yang takut akan tantangan dan menyerah pada waktu.
Namun, bukan juga mudah menjalani kehidupan sebagai pria jenis kedua. Kesunyian dan kesepian merupakan musuh utama yang sangat menakutkan dan menggerogoti pikiran serta usia. Aktivitas seperti terasa hanya sekedar membunuh waktu. Bagai ada sesuatu yang selalu ditunggu atau tujuan dan waktu yang mesti diraih dengan lebih dulu melampaui urutan hari yang terasa lamban berjalan. Dan tidur menjadi satu-satunya obat mujarab untuk mempersingkat panjangnya hari tersebut. Celakanya, insomnia datang menggerogoti mata.
Sudah pasti, kedua pilihan jenis pria ini memiliki tantangannya sendiri. Didalamnya terkandung kelebihan dan kekurangan masing-masing dan tak ada yang benar-benar sempurna dan terlepas dari segala cacat.
Dan pertanyaan akhir yang perlu diajukan adalah: dari jenis pria manakah Anda? Pertama ataukah kedua? Ini menjadi sebuah pertanyaan retoris yang tidak perlu Anda jawab. Karena saya sendiri yang akan menjawabnya. Bagi saya pembagian diatas, tidaklah penting dan tidak menjadi urgen dan prioritas bagi hidup saya, seperti halnya pilihan pilkada langsung atau tak langsung. Malah, pilihan itu sangat membatasi, karena masing-masing pribadi sangat sanggup untuk menciptakan pilihannya sendiri. Hidup tak harus jelas pada pilihan satu warna. Sebab, selalu ada campuran warna. Dan kombinasi warna itu menciptakan pelangi yang sangat indah.

***