Kamis, 19 Februari 2009

Sofis

Pada pertengahan abad ke-5 sebelum masehi, di kota Athena muncul sebuah kelompok aliran baru yang disebut sofis. Kelahiran mereka berkaitan dengan perkembangan kota Athena yang menjalankan kehidupan demokrasi secara bebas. Kata sofis berarti arif, atau pandai. Yaitu gelar bagi mereka yang memiliki kearifan dalam menjalani kehidupan. Namun pada zaman itu, arti sofis berkaitan dengan orang yang pandai bicara, mempengaruhi orang dengan kepandaian berdebat. Aliran ini banyak dianggap sebagai aliran yang negatif, karena merelatifkan segala kebenaran

Di tengah anggapan bahwa semua kebenaran relatif, cara pengungkapan yang memukau menjadi penting. Maksudnya, kebenaran tidak lagi tergantung pada isi (bukankah isinya sudah dianggap relatif); kebenaran tergantung pada bagaimana cara menyampaikannya. Yang baik bisa tampak jahat ketika salah menyampaikannya, juga sebaliknya. Jelasnya, retorika yaitu keterampilan mengolah kata, menjadi cara untuk meyakinkan orang.

Mendasarkan pada sepenggal sejarah diatas, maka saat ini kita sebenarnya hidup ditengah kerumunan masyarakat sofis. Ada banyak barang yang kita gunakan bukan berdasar kebutuhan kita terhadap barang tersebut, namun karena kemasan iklan yang merayu secara cerdik. Begitu juga ketika masyarakat kita menentukan pilihan terhadap salah satu pasangan capres-cawapres lebih karena dipengaruhi iklan dan propaganda yang menarik melalui media massa. Misalnya, karena di kepala kita sudah tertanam bahwa "hanya yang ilmiah sajalah yang benar, hanya yang telah diuji di laboratorium sajalah yang benar" maka kita tertarik untuk membeli produk tertentu setelah melihat iklan yang sedemikian ilmiah. Ingat ungkapan kaum sofis, "kebenaran atau kesalahan tergantung pada pengolahan kata-kata". Seluruh iklan/kampanye/propaganda itu pada dasarnya cara pengolahan barang agar terkesan lebih berkualitas ketimbang barang lain yang sejenis, walaupun belum tentu demikian.

Saat ini kita juga berhadapan dengan kaum sofis dari kalangan politikus dan pejabat negara. Mereka sedemikian cerdas mengolah kata, meyakinkan diri kita tentang apa yang patut segera dilakukan. Semuanya dikemas dengan kalimat yang senada dengan kalimat, "semuanya untuk kebahagiaan dan kesejahteraan bersama", walaupun pada kenyataannya kemudian semuanya untuk kepentingan segelintir orang.