Kamis, 05 September 2013

Gagasan Pola Kerja Baru KPKN Setelah Pemberlakukan UU Keuangan Negara (Ditulis pada tahun 2004)



 Seri Teknik Perbendaharaan (10)


(Sungguh berani sekali saya menuliskan sebagai Teknik Perbendaharaan…  Apa yang saya tulis adalah tata cara perbendaharaan jaman dulu atau bisa dikatakan sudah lewat jaman alias kedaluarsa. Namun, saya meyakini teknik atau pengetahuan ini akan berguna pada saatnya nanti, minimal sebagai wasilah untuk bernostalgia…)



Gonjang-ganjing tentang keberadaan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) mulai terdengar riuh. Bunyinya sumbang dan tidak enak di telinga. Karena suaranya sangat menyakitkan yaitu KPKN bubar dan berubah menjadi KPPN, yaitu singkatan dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. Tetapi ini baru katanya, masih sekedar isu. Beberapa kewenangan KPKN akan dipretheli. KPKN tak lagi punya gigi taring. Dia hanya mempunyai gigi geraham yang hanya cukup untuk mengunyah sayur mayur dan buah-buahan, tidak halnya dengan sate kambing dan tongseng. Apakah ini benar, tentu harus diuji kembali.

Cerita ini bermula dari pokal-gawene IMF yang "memaksa" kita untuk menerbitkan UU Keuangan Negara. Meski sebenarnya UU ini tidak pernah ditandatangani oleh Presiden Megawati, namun dengan gagah berani tetap meluncur deras hingga menelorkan UU tentang Perbendaharaan Negara. Apakah dengan tiadanya tanda tangan Presiden Megawati dalam UU Keuangan Negara akan menimbulkan persoalan di kemudian hari, bukan menjadi urusan kita. Yang jelas pada saat ini dengan kedua UU tersebut ternyata cukup merepotkan salah satu unit eselon I Departemen Keuangan. Banyak hal yang harus dipikirkan terutama nasib para pegawai setelah reorganisasi.

Dalam kedua UU tersebut dinyatakan bahwa kewenangan ordonatur tak lagi dipegang oleh Menkeu, tetapi menjadi kewenangan masing-masing departemen. Sedangkan Menkeu hanya selaku bendaharawan umum negara. Dari sinilah kemudian berlanjut dengan kebisingan mengenai apa yang akan dilakukan oleh KPKN. Bukan merupakan sebuah dosa jika kemudian kita ikut membedah UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara serta menggagas apa yang akan dikerjakan oleh KPKN. Untuk itu melalui tulisan ini dan dengan berpatokan pada kedua UU tersebut kita mencoba meramalkan dan menggambar tentang tugas pokok dan alur kerja KPKN.

Berawal dari Pasal 6 UU No. l7 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang isinya sebagai berikut : ayat (1) Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan Negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Ayat (2) Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) : a). dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan; b). dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang kementrian negara/lembaga yang dipimpinnya; c). dst .....

Pembagian tugas antara Menteri Keuangan dan para menteri lainnya sebagaimana pasal 6 diatas dilakukan dalam rangka peningkatan akuntabilitas dan menjamin terselenggaranya saling uji dalam proses pelaksanaan anggaran. Pemisahan dimaksud adalah antara kewenangan administratif (ordonnateur) yang diserahkan kepada kementerian negara/lembaga dan kewenangan kebendaharaan (comptable) yang dipegang oleh kementerian keuangan.

Kewenangan administratif tersebut meliputi melakukan perikatan atau tindakan-tindakan lainnya yang mengakibatkan terjadinya penerimaan atau pengeluaran negara, melakukan pengujian dan pembebanan tagihan yang diajukan kepada kementerian Negara/lembaga sehubungan dengan realisasi perikatan tcrsebut, serta memerintahkan pembayaran atau menagih penerimaan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan anggaran.

Di lain pihak, menteri keuangan selaku bendahara umum negara sekaligus berfungsi sebagai kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan. Fungsi pengawasan disini terbatas pada aspek rechmatigheid dan wetmatigheid dan hanya dilakukan pada saat terjadinya penerimaan atau pengeluaran.

Selanjutnya kita perhatikan pasal 8 UU Keuangan Negara tentang tugas menteri keuangan. Secara lengkap bunyi pasal 8 sebagai berikut : Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, menteri keuangan mempunyai tugas sebagai berikut : a) menyusun kebijakan fiscal dan kerangka ekonomi makro; b) menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN; c) mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; d) melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; e) melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang; f) melaksanakan fungsi bendahara umum negara; g) menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN; h) melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiscal berdasarkan ketentuan UU.

Merujuk pasal 8 butir f) diatas, maka dalam UU No.1 tentang Perbendaharaan Negara yaitu pasal 7 dinyatakan sebagai berikut : ayat (1) Menteri keuangan adalah bendahara umum Negara. Ayat (2) Menteri keuangan selaku bendahara umum negera berwenang : a). menetapkan kebijakan dan pedoman pelaksanaan anggaran negara; b). mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; c). melakukan pengendalian pelaksanaan anggaran negara; d). menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara; e). menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara; f). mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara; g). menyimpan uang negara; h). menempatkan uang negara dan mengelola/menatausahakan investasi; i). melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum negara; j). dst.....

Kemudian dalam pasal 8 dijelaskan : ayat (1) Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara mengangkat kuasa bendahara umum negara untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan. Ayat (2) Tugas kebendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan menerima, menyimpan, membayar atau menyerahkan, menatausahakan dan mempertanggungjawabkan uang dan surat berharga yang berada dalam pengelolaannya. Ayat (3) Kuasa bendahara umum negara melaksnakan penerimaan dan pengeluaran kas negara sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) huruf c. Ayat (4) Kuasa bendahara umum negara berkewajiban memerintahkan penagihan piutang Negara kepada pihak ketiga sebagai penerimaan negara. Ayat (5) Kuasa bendahara umum negara berkewajiban melakukan pembayaran tagihan pihak ketiga sebagai pengeluaran anggaran.

Melihat pasal-pasal diatas, dan tanpa maksud untuk mendahului, dapat kita artikan bahwa posisi KPKN adalah sebagai kuasa bendahara umum negara.

Dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja, kita dapat berpendapat bahwa tugas pokok KPKN telah dijelaskan dalam pasal 19 UU Perbendaharaan Negara yang bunyi lengkapnya sebagai berikut : ayat (1) Pembayaran atas tagihan yang menjadi beban APBN dilakukan oleh bendahara umum negara/ kuasa bendahara umum negara. Ayat (2) Dalam rangka pelaksanaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bendahara umum negara/ kuasa bendahara umum negara berkewajiban untuk : a). meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/ kuasa pengguna anggaran; b). menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran; c). menguji ketersediaan dana yang bersangkutan; d). memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara; e). menolak pencairan dana apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/ kuasa pengguna anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.


Secara sepintas beberapa kcwajiban bendahara umum Negara/kuasa bendahara umum negara (baca : KPKN) bertentangan dengan salah satu filosofi UU Perbendaharaan yaitu adanya pembagian wewenang ordonatur dan comptable. Disini masih terlihat adanya kewenangan KPKN untuk memeriksa, menguji dan menolak pencairan dana yang menjadi kewenangan ordonatur. Benarkah demikian ? Mari kita kaji kembali.

Jika kita tetap konsisten dengan pembagian wewenang antara ordonatur & comptable, maka beberapa kewajiban KPKN sebagaimana pasal diatas, harus kita jalankan sebagai berikut :

Pertama, KPKN meneliti kelengkapan perintah pembayaran. Persoalan apakah kelengkapan dokumen tersebut benar atau salah, bukan kewenangan KPKN untuk menghakiminya. KPKN tidak bisa menolak pencairan dana karena adanya kesalahan dalam penulisan/pembuatan kelengkapan dokumen, seperti pembuatan kontrak tidak memenuhi item-item pokok sebuah kontrak.

Kedua, KPKN menguji kebenaran perhitungan tagihan. Disini harus kita artikan bahwa KPKN hanya meneliti kebenaran perhitungan potongan pajak atau potongan lainnya. KPKN tidak dapat merubah jumlah kotor perintah pernbayaran dari instansi pengguna anggaran. KPKN hanya boleh memperbaiki nilai potongan pajak atau potongan lainnya sesuai ketentuan berlaku.

Ketiga, KPKN menguji ketersediaan dana yaitu dengan melihat pagu dana pada kartu pengawasan masing-masing instansi. Disinilah KPKN baru dapat menolak pencairan dana apabila memang perintah pembayaran tersebut melampaui pagu dana yang telah ditentukan untuk masing-masing instansi. Selain itu KPKN juga dapat menolak pencairan dana apabila terdapat kesalahan materiil dalam pembuatan perintah pembayaran seperti perintah pembayaran belum ditandatangani, format tidak sesuai ketentuan berlaku, perintah pembayaran palsu dan kesalahan-kesalahan lain yang bersifat materiil.

Bagaimana dengan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada kelengkapan dokumen perintah pembayaran atau misalnya, ada pembayaran tunjangan anak yang telah dewasa, atau berita acara serah terima terlambat dan lain sebagainya yang bersifat merugikan negara atau bersifat administratif yaitu tidak sesuai dengan ketentuan berlaku?

Untuk mengatasinya di KPKN perlu dibentuk satu seksi yang bertugas memeriksa dokumen kelengkapan perintah pembayaran tersebut. Anggap saja seksi ini kita beri nama Seksi Verifikasi, meski sebagaian orang berpendapat nama Verifikasi tidak cocok. Setelah perintah pembayaran diteliti secara materiil oleh Seksi Bendaharawan Umum Negara dan telah dilakukan pencairan dananya, perintah pembayaran beserta kelengkapan dokumennya disampaikan ke Seksi Verifikasi untuk diteliti tentang kebenarannya. Hasil pemeriksaan oleh Seksi Verifikasi akan dituangkan dalam bentuk Daftar Kesalahan dan Surat Perintah Penagihan (SPN). Lebih lanjut tentang tugas-tugas Seksi Bendaharawan Umum Negara dan Seksi Verifikasi akan dijelaskan seperti dibawah ini.

Gagasan Pola Kerja Baru KPKN 
 
Maka, dengan asumsi-asumsi diatas, dapat kita gagas sebuah pola kerja KPKN setelah pemberlakuan secara efektif UU perbendaharaan negara sebagai berikut :


 
Dari pola kerja diatas, sesungguhnya ada tambahan pekerjaan untuk KPKN yaitu memeriksa kebenaran dokumen kelengkapan perintah pembayaran yaitu pada Seksi Verifikasi. Dengan kewenangan seksi verifikasi untuk menerbitkan Daftar Kesalahan dan SPN, maka sebenamya sudah menambah nilai plus KPKN di mata instansi-instansi lainnya. Jika benar demikian, KPKN tidak perlu takut akan kehilangan gigi taring, justru gigi taring KPKN akan semakin tajam. Selain itu dengan pindahnya kewenangan ordonatur pada masing-masing pengguna anggaran, akan membuat KPKN menjadi lebih "aman" dari tanggung jawab akibat salah bayar atau penyimpangan pembayaran lainnya, karena perintah membayar sudah langsung dari masing-masing instansi.

Apakah gagasan diatas cocok ?