Selasa, 06 Mei 2014

Proaktif

Ini kata yang saya senangi. Pertama kali, saya menemukan kata proaktif dalam buku Seven Habits-nya Steven Covey. Buku itu pula yang saya pilih dalam profil facebook saya, selain buku Slilit Sang Kyai-nya Cak Nun. Tidak hanya senang, tapi saya memahaminya dan berusaha mengamalkannya. Saya juga berusaha menjadikan proaktif sebagai kebiasaan saya.

Dengan proaktif, saya menjadi merdeka memilih respon saya sendiri terhadap stimulus yang saya terima. Ada jarak antara stimulus dan respon. Dan dengan jarak itu, kita bisa memilih reaksi kita. Saat dimarahi atasan, tidak otomatis sakit hati. Selalu ada pilihan. Begitu pula dengan kritikan. Orang yang proaktif, membuat pilihan yang tepat bahwa kritikan untuk penyempurnaan, bukan sakit hati dan dendam.

Lawan proaktif adalah reaktif. Orang yang reaktif cenderung tidak bisa memilih respon positif. Selalu hanyut dalam arus umum. Bahwa jika dicaci maki, otomatis akan sakit hati. Bahwa jika dimarahi, juga dengan cepat akan sakit hati. Itulah arus umum.

Orang yang reaktif juga cenderung kurang antisipatif. Ketika ada sesuatu yang terjadi, barulah dia bereaksi, bahkan tanpa persiapan. Maka, tindakannya sekedar memenuhi kewajiban. Miskin visi dan sekedar obat penenang.

Begitu juga dengan membuat kebijakan. Kebijakan yang proaktif selalu merupakan antisipasi dari permasalahan yang akan muncul. Bukan sekedar kebijakan sesaat yang merupakan respon terhadap satu masalah yang terjadi. Karena itulah disebut kebijakan yang reaktif.

***