Rabu, 11 November 2015

Koperasi Para Pegawai Negeri ???



“Kalau sampeyan kerja dimana?” tanya seorang Bapak yang baru saya kenal di Kereta. Dia balas bertanya setelah sebelumnya saya berusaha selidik tentang profesinya dan dengan tekun saya mendengarnya.
“Di KPPN, Pak…”
“Di Koperasi Para Pegawai Negeri itu…,” katanya. Saya agak kesal mendengarnya.
“Oh, bukan… KPPN itu Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara…., bla…bla….bla…, dst…
Saya terpaksa harus menjelaskan dengan susah payah, karena ketika saya sebut Kementerian Keuangan, Bapak itu masih saja beranggapan kalau saya bekerja di kantor yang sama dengan si Gayus.
“Lain, Bapak…mereka di sisi penerimaan, sedangkan kami di sisi pengeluaran. KPPN mengelola APBN, memproses permintaan pencairan anggaran milik instansi pusat dan menyalurkannya kepada yang berhak.”
“Bapak tahu, kantor yang menatausahakan dan menyusun laporan penerimaan dan pengeluaran Negara?”
“Apakah Bapak paham, tunjangan sertifikasi guru madrasah, para dosen, professor dimana dicairkan?”
“Kalau di daerah Bapak ada proyek pembangunan jalan atau gedung yang dibiayai APBN, tahukah Bapak, kantor mana yang menyalurkan pembayaran dananya ke kontraktor?”
Bertubi-tubi saya berondong orang itu dengan pertanyaan retoris.
Orang itu menggeleng. Sepertinya dia tidak pernah kepikiran atas pertanyaan-pertanyaan yang tadi saya lontarkan.
“Itulah sebagian kerja kami…”
“Lebih jelasnya lagi: gaji setiap bulan para polisi, jaksa, hakim dan seluruh PNS pusat dibayarkan melalui KPPN, termasuk gaji ke-13 dan juga remunerasinya.”
“Wah, di kantor sampeyan ada banyak uang, dong?”
“Ya, ndak, Pak…kami hanya berurusan dengan angka-angka, sedangkan uangnya tetap melalui perbankan. Pembayaran kepada yang berhak hampir semuanya melalui rekening bersangkutan.
“Oh, begitu… sebentar, tadi sampeyan bilang KPPN ngurusin juga penerimaan Negara.  Apakah termasuk pajak dan bea cukai?” tanya Bapak itu. Dia beringsut dari tempat duduk makin mendekati saya. Dia terlihat penasaran.
“Betul, Pak… sementara teman-teman di Kantor Pajak dan Bea cukai bekerja keras menggali potensi penerimaan Negara, kami juga tak kalah keras melakukan penatausahaan, pembukuan dan pelaporan penerimaan Negara itu. Satu rupiah pun kami persoalkan ke pihak bank jika mereka belum atau terlambat melimpahkan ke rekening kas Negara.”
Ups…maaf, terlalu teknis…, kira-kira seperti itulah kerja kami.”
“Tahukah Bapak, sebenarnya dari pencairan dana APBN itu, ada juga yang namanya potongan pajak?”
“Dan kamilah yang mengurusinya….,” buru-buru saya jawab sendiri pertanyaan itu.
“Hebat ya.. kantor sampeyan,” ujarnya.
Saya mengernyitkan dahi. Saya kurang paham, maksud hebat dari pernyataan Bapak itu.
“Berarti, tunjangan sampeyan sama dong dengan orang-orang Pajak seperti yang diberitakan itu?” selidiknya.
Saya hanya tersenyum…., lalu menggeleng. Saya tahu Bapak itu tidak percaya. Dia pasti mengira saya merendah diri.
Sampeyan sudah punya istri?” cecarnya lagi.
Saya terdiam. Sebelum pertanyaan di paragraf pertama diatas, Bapak itu dengan bangganya menunjukan foto anaknya yang cantik yang telah diwisuda.
Saya jadi ge-er….
Tiba-tiba saya terjaga. Mimpi itu terlalu nyata.

***