Kamis, 08 Mei 2014

Tanggung Jawab dan Hak Penyetor Dalam Sistem MPN G-2

Saya kira masyarakat atau penyetor harus mengetahui hak dan tanggung jawabnya terkait implementasi sistem MPN G-2. Masyarakat yang melakukan penyetoran penerimaan negara dalam konteks ini dikenal dengan istilah wajib pajak/wajib bayar/wajib setor. Saya akan menyebutnya dengan istilah penyetor.

Sejatinya, hal ini dapat dibaca di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik. Hanya memang PMK tersebut tidak melulu mengatur tentang hak dan tanggung jawab penyetor tetapi segala hal terkait sistem penerimaan negara.

Jadi, bagi masyarakat mungkin akan malas untuk memelototinya. Pada tulisan ini, saya mencoba memaparkan apa sebenarnya hak dan tanggung jawab tsb. Memang dalam PMK tidak disebutkan secara tekstual atau secara tersurat tentang hak dan tanggung jawab tsb. Tetapi, dapat kita tafsirkan dari beberapa pasal yang mengatur penatausahaan penerimaan negara dan beberapa pasal lainnya.

Secara singkat, maksud tulisan ini adalah agar penyetor mengetahui apa yang perlu disiapkan dan apa yang akan mereka dapatkan dari MPN G-2.

Jika sistem MPN G-2 sudah diimplementasikan secara penuh (dan tidak terjadi gangguan), maka kewajiban penyetor adalah menyetorkan penerimaan negara ke bank persepsi dengan menggunakan kode billing. Artinya, jika akan melakukan setoran pajak atau PNBP, penyetor harus terlebih dahulu membuat kode billing. Dengan kode billing, barulah dapat dilakukan penyetoran baik melalui ATM atau teller atau sarana lainnya.

Dengan keharusan membuat kode billing dari sistem pajak atau sistem PNBP, maka penyetor wajib memiliki akun (user/password) untuk bisa login pada sistem pajak atau sistem PNBP. Dan mundur kebelakang, karena untuk membuat akun itu membutuhkan beberapa syarat yaitu alamat email, NPWP dan akses internet, maka ketiganya juga harus dimiliki oleh penyetor. Tetapi, apakah mesti demikian?

Untuk NPWP memang wajib dimiliki. Tetapi bahwa penyetor mesti memiliki akun sistem, alamat email dan akses internet, saya kira bisa jadi hal tersebut dapat diberikan atau difasilitasi oleh pihak lain atau pihak pemerintah. Ada layanan yang disediakan untuk masyarakat dalam pembuatan kode billing tanpa mereka harus memiliki akun sistem, alamat email dan akses internet. Cukup dengan membayar jasa atau malah gratis, mereka mendapatkan kode billing dan dapat melakukan setoran penerimaan negara.

Kewajiban yang lain adalah penyetor mengetahui atau mengenali bank persepsi yang memberikan layanan MPN G-2. Karena tidak semua bank bisa memberikan layanan menerima setoran penerimaan negara. Saya kira, menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan sosialisasi, bank apa saja yang ditetapkan sebagai bank persepsi dan dapat memberikan layanan MPN G-2. Atau bisa juga dengan memberikan/menempel tanda khusus (stiker logo MPN G-2) pada kantor-kantor bank persepsi termasuk juga stiker MPN G-2 pada mesin ATM yang bisa digunakan untuk melakukan setoran penerimaan negara.

Berikutnya adalah menyangkut tanggung jawab penyetor. Dalam PMK disebutkan bahwa dalam hal kode billing diperoleh dari perekaman oleh wajib pajak/wajib bayar/wajib setor, maka wajib pajak/wajib bayar/wajib setor bertanggungjawab atas kelengkapan dan kebenaran data pembayaran berkenaan. Salah satu yang penting adalah kebenaran kode mata anggaran penerimaan atau yang dikenal dengan istilah akun. Bahwa apakah setoran yang dilakukan tersebut untuk pajak pph ps 21 atau PPN atau pph pasal 23, haruslah tepat. Itu menjadi tanggung jawab penyetor ketika melakukan perekaman pada pembuatan kode billing.

Hal ini berbeda dengan penyetoran manual yang menggunakan surat setoran, dimana petugas bank juga menginput pada sistem bank, beberapa data yang sebelumnya juga diisikan oleh penyetor pada surat setoran. Ada dua pekerjaan yang sama.  Artinya petugas bank turut bertanggung jawab atas kebenaran data. Dengan sistem MPN G-2 dan melalui layanan over the counter (teller), petugas bank cukup menginput kode billing tersebut dan tidak lagi bertanggung jawab atas kebenaran data setoran. Lebih-lebih, jika melalui ATM, sama sekali petugas bank tidak terlibat, karena semuanya dilakukan sendiri oleh penyetor.

Bagaimana jika nanti tersedia jasa layanan pembuatan kode billing dari pihak lain? Bagaimana dengan tanggung jawaban kebenaran datanya? Saya kira kebenaran data tetap menjadi tanggung jawab penyetor dengan cara menyediakan form pernyataan tanggung jawab yang harus diisi dan ditandatangani oleh penyetor.

Hak Penyetor

Dalam sistem MPN G-2, bank persepsi wajib menerima setiap setoran penerimaan negara dari wajib pajak/wajib bayar/wajib setor tanpa melihat jumlah setoran. Bank persepsi juga wajib memberikan pelayanan kepada setiap wajib pajak/wajib bayar/wajib setor baik nasabah maupun bukan nasabah. Dan bank persepsi dilarang mengenakan biaya atas transaksi setoran penerimaan negara kepada wajib pajak/wajib bayar/wajib setor. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penyetor mempunyai hak untuk dilayani meski jumlah yang disetor, relatif kecil nilainya. Begitu juga, meski penyetor bukan nasabah pada bank persepsi tersebut, ia tetap punya hak untuk mendapat pelayanan. Dan layanan penyetoran tersebut tidak dikenakan biaya, dengan syarat penyetor telah membawa kode billing sendiri.

Jika penyetor melakukan setoran melalui teller, maka penyetor berhak untuk mendapat konfirmasi (pertanyaan tentang kebenaran data) oleh petugas teller tentang kebenaran isian data setoran. Kemudian penyetor berhak mendapatkan BPN (bukti penerimaan negara) yang sudah ditera NTB (nomor transaksi bank) dan NTPN (nomor transaksi penerimaan negara). Dan jika penyetor melakukan setoran melalui ATM, maka sistem akan memberikan pertanyaan tentang kebenaran data dan akan mencetak/memberikan BPN yang ditera NTB dan NTPN dalam bentuk struk dan/atau dokumen elektronik. Selanjutnya, penyetor berhak mendapatkan layanan pencetakan ulang BPN dari bank persepsi.

Pada bagian lain PMK menyebutkan bahwa dalam hal terdapat kesalahan yang menyebabkan terjadinya pembayaran ganda, kelebihan pembayaran yang terjadi dapat dikembalikan kepada wajib pajak/wajib bayar/wajib setor. Artinya penyetor berhak untuk memperoleh kelebihan setoran tersebut. Tentu harus melalui mekanisme pengembalian penerimaan negara.

Bagaimana jika terjadi gangguan sistem pada saat penyetor melakukan setoran melalui ATM atau sistem elektronik lainnya? Hak apa yang diperoleh oleh penyetor? Dalam hal ini bank persepsi memberikan informasi status setoran melalui sarana call center atau layanan informasi nasabah lainnya serta menyediakan fasilitas pencetakan ulang BPN.

Itulah diantaranya yang saya sampaikan pada saat sosialisasi. Dan ini slidenya : https://www.dropbox.com/s/1lf0j810ij1prb0/Slide%20Sosialisasi%20MPN%20G-2.pptx?m=

***