Selasa, 14 Oktober 2014

Imam “Kemenyek”



Suatu hari seorang Kyai diundang ceramah di satu kampung untuk acara Peringatan Nuzulul Quran. Ketika tiba di lokasi, tepat saat akan dilaksanakan sholat tarawih. Pihak panitia menawarkan pada Sang Kyai untuk menjadi imam sholat. Tetapi karena selepas tarawih, harus berceramah, Sang Kyai berpikiran untuk menghemat suara. Ia menolak dan menyerahkan kembali kepada pihak panitia agar yang sudah biasa menjadi imam di masjid itu untuk mengimami sholat tarawih.
Melihat langkah dan gaya sang imam maju ke depan, Pak Kyai sudah mulai berfirasat orang ini akan lama dalam mengimami. Dan benar, baru takbiratul ikram sudah mulai dibuat-buat.
Allahu Akbar…!!!” Terdengar melengking dan berdengung di akhir takbir.
Sang Imam juga membaca Al-fatihah dengan gaya Imam Mekkah yang jarang-jarang atau perlahan-lahan. Dalam hati, Sang Kyai menyesal, mengapa ia tadi menolak untuk menjadi imam. Selesai fatihah, tidak seperti umumnya sholat tarawih yang biasanya imam akan membaca surat-surat pendek, ternyata sang imam membaca suatu ayat langsung dari tengah-tengah surat Qur’an.
“Wama.....”
“Wama....”
“Wama...”  
Ternyata sang imam lupa akan kelanjutan ayat tersebut.
Pada kondisi tersebut, seharusnya para makmum mengingatkan lanjutan ayat tersebut. Tetapi, Sang Kyai yang hafal Quran pun bingung untuk melanjutkan dan mengingatkan karena banyak sekali ayat Quran yang dimulai dengan kata “Wama....
Beberapa jamaah mulai resah dan tidak lagi khusyu’, bahkan ada yang bertanya ke sebelahnya.
“Apa itu terusannya?
Mboh, ra weruh?” Jawab orang disebelahnya.
“Dasar imam kemenyek...” Terdengar suara berbisik dari barisan ketiga.
Disaat keresahan mulai memuncak dengan kondisi Sang Kyai yang tidak tahu lanjutan ayat tersebut, begitu juga jamaah lainnya yang juga tidak tahu, tiba-tiba dari shof belakang dari jamaah anak-anak, terdengar suara keras berteriak.
“Qulhu ae lek, kesuwen!” (Qulhu saja Om, kelamaan tuh!).

“Cocok...!” Batin Sang Kyai.
Mungkin inilah peringatan Tuhan melalui anak kecil itu. Pada saat orang-orang dewasa tidak berani mengingatkan ulah sang imam, tiba-tiba seorang anak kecil mengkritik keras. Ia gasak sang imam.
Untuk itu, menjadi imam sholat hendaknya melihat situasi dan kondisi. Jangan karena ingin menunjukan bahwa dia hafal banyak ayat-ayat quran, kemudian menjadi kesempatan untuk pamer. Imam yang bagus adalah yang pertengahan, tidak terlalu cepat tetapi juga tidak terlalu lama.

(Diadaptasi dari cerita yang disampaikan oleh KH. Anwar Zahid pada suatu pengajian)
***
Keterangan :
Mboh, ra weruh : Masa bodoh, gak tahu
Kemenyek : bergaya, pamer