Kamis, 16 Oktober 2014

Gaya Santai Mbah Kyai



Konon, Mbah Kyai yang juga imam masjid di dusun Beluk adalah seorang Wali. Hubungannya dengan Tuhan sudah sangat dekat. Ibaratnya sudah friend, kata anak muda sekarang.
Sore itu, seorang Ustadz muda lewat dusun Beluk menuju dusun sebelah untuk berceramah di acara pengajian. Karena sudah maghrib, ia mampir di masjid dusun Beluk untuk menunaikan sholat.
Tak banyak informasi yang ia miliki tentang Mbah Kyai, yang maghrib itu mengimami sholat.
Melihat gaya Mbah Kyai mengimami, berkali-kali hatinya mengucap istighfar.
Astaghfirullah… masak mengimami sholat seperti ini,” batin sang Ustadz.
Mbah Kyai begitu santai melafalkan Fatihah yang diselingi dengan suara batuk dan dehem. Sesekali Mbah Kyai memutar pinggangnya ke samping kiri dan kanan. Di lain waktu, tangan Mbah Kyai garuk-garuk punggung bahkan lehernya dipatahkan ke kanan dan kiri seperti gerakan senam SKJ. Betul-betul sangat santai. Seolah-olah seperti bermain-main. Kira-kira begitu menurut pikiran sang Ustadz. Padahal, baginya menghadap Tuhan harus dengan sikap tunduk, tawadhu’ dan tenang, bukan dengan sikap dan tingkah yang dipertontonkan oleh Mbah Kyai.
Sepanjang waktu sholat, sang Ustadz tak bisa khusu’ dan terus-menerus memikirkan sikap dan bacaan Mbah Kyai. Pada duduk tasyahud akhir, hatinya memohon pada Tuhan.
“Tuhan, sungguh aku tak bisa khusu’ dengan sholat ini. Tapi untuk sopan santun, biarlah aku menyelesaikan sholatku bersama imam ini. Engkau tak mungkin menerima sholatku ini. Selesai salam, aku akan mencari mushola lain untuk kembali melaksanakan sholat maghrib.”
Setelah merampungkan sholat, sang ustadz mulai beranjak dari duduk. Tiba-tiba, terdengar suara membentak dari Mbah Kyai.
“Hei…anak muda, Tuhan saja ndak cerewet, kamu kok cerewet!”
Sang Ustadz kaget bukan kepalang. Ternyata Mbah Kyai itu tahu tentang semua yang ia pikirkan tadi. Ia pun lari terbirit-birit.
***