Selasa, 08 April 2014

Penatausahaan Setoran Penerimaan Negara

Apakah Anda pernah membayar pajak? Lalu Apakah Anda mengetahui bagaimana pajak atau penerimaan negara itu ditatausahakan atau dikelola?

Sebagai rakyat, mestinya juga mengetahui bagaimana sebenarnya sistem pengelolaan penerimaan negara. Saya khawatir tidak banyak yang mengetahui hal ini. Saya khawatir bapak ibu anggota dewan juga tidak mengetahuinya. Terus, bagaimana mereka mau mengawasi pemerintah?

Setiap tahun pemerintah menyusun APBN yang pendapatannya berasal dari penerimaan dalam negeri. Di dalamnya meliputi : penerimaan perpajakan dan peenerimaan negara bukan pajak (PNBP). Untuk mengetahui sistem pengelolaan penerimaan negara secara garis besar, itu saja yang akan saya jadikan contoh, yaitu pajak dan PNBP.

Dalam pengelolaan penerimaan negara, kita mengenal istilah bank persepsi, yaitu bank umum yang ditunjuk oleh menteri keuangan untuk menatausahakan penerimaan negara. Artinya : bank tersebut bisa menerima setoran pajak dari wajib pajak atau setoran non pajak dari masyarakat yang merupakan penerimaan negara.

Sebelum lebih jauh, saya membatasi penjelasan ini pada lingkup penerimaan negara atau pemerintah pusat, bukan penerimaan daerah atau yang dikelola pemerintah daerah (Pemda). Perlu diketahui, masing-masing Pemda juga melakukan pengelolaan penerimaan daerah. Dan biasanya mereka menunjuk Bank Pembangunan Daerah (BPD) atau bank lokal untuk menerima setoran penerimaan dari masyarakat. Sebagai contoh ada pajak bumi dan bangunan (PBB) sektor perdesaaan dan perkotaan yang sudah diserahkan ke Pemda. Jadi masyarakat hanya bisa melakukan penyetoran kedua PBB tersebut pada bank yang ditunjuk Pemda. Bank persepsi dalam konteks penerimaan negara tidak boleh menerima setoran PBB kedua sektor tersebut.

Pada unit pemerintah, pengelolaan penerimaan negara ini dikelola oleh Ditjen Perbendaharaan, unit eselon I di Kementerian Keuangan. Ditjen Perbendaharaan memiliki kantor vertikal atau kantor daerah yaitu Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Dalam hal ini, KPPN berperan dalam melakukan pengelolaan penerimaan Negara. KPPN setiap hari kerja membuat pembukuan dan menyusun laporan tentang  penerimaan negara di wilayah kerjanya.

Tentu KPPN bekerja sama dengan bank persepsi sebagai mitra kerja. Penunjukan bank umum sebagai bank persepsi dilakukan berdasarkan permintaan dan pengusulan secara berjenjang. Bank umum yang bukan bank persepsi dilarang untuk menerima setoran penerimaan negara.

Pada sistem existing, masyarakat atau wajib pajak dapat melakukan setoran ke bank persepsi seperti BRI atau bank persepsi lainnya pada loket penerimaan negara pada bank tersebut sesuai jam kerja yang telah ditetapkan yaitu sampai dengan pukul 15.00 waktu setempat. Untuk setoran pajak, wajib pajak mengisi formulir surat setoran pajak (SSP) dan untuk setoran penerimaan non pajak, dengan mengisi formulir surat setoran bukan pajak (SSBP). Selanjutnya, petugas bank persepsi akan melakukan perekaman pada sistem aplikasi penerimaan negara yang dikenal dengan istilah Modul Penerimaan Negara (MPN). Sistem MPN merupakan aplikasi yang terintegrasi antara kementarian keuangan, kantor pusat bank persepsi dan bank persepsi di daerah. Setelah perekaman dan proses berhasil, bank akan menerbitkan bukti penerimaan Negara (BPN) yang didalamnya terdapat kode Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dank kode Nomor Transaksi Bank (NTB). Dengan terbitnya kode NTPN berarti setoran sudah masuk ke kas negara.

Pertanyaannya, dimana setoran penerimaan negara itu ditampung? Setoran tersebut ditampung pada rekening yang dibuka oleh Kepala KPPN. Ada beberapa rekening penerimaan yaitu rekening penerimaan persepsi untuk pajak dan non pajak dan rekening  persepsi PBB. Mengapa dipisahkan? Karena untuk PBB akan dilakukan pembagian untuk pusat dan daerah. Jika selama ini PBB dibagi oleh KPPN, sejak tahun 2014, dana PBB dibagi oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan. Lebih jelasnya, akan dijelaskan pada bagian akhir.

Sejak beberapa tahun yang lalu, pemerintah menerapkan apa yang disebut Treasury Single Account (TSA). Kemudian tersebutlah apa yang dinamakan Rekening Kas Umum Negara. Yaitu rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada Bank Indonesia.  RKUN punya anak rekening yang berada di BI daerah yang disebut Subrekening Kas Umum Negara yaitu rekening nomor 501.00000X.

Pada akhir hari kerja, seluruh penerimaan negara yang ada pada rekening persepsi seluruh KPPN harus dilimpahkan ke rekening SUBRKUN di BI setempat. Jadi setiap hari kerja, rekening persepsi untuk pajak dan non pajak harus bersaldo nihil. Keterlambatan dan atau kekurangan pelimpahan oleh bank persepsi akan dikenakan sanksi dan denda keterlambatan/ kekurangan pelimpahan. Jadi rekening persepsi KPPN pada bank persepsi tersebut hanya sekedar rekening penampungan sementara.

Setiap sore atau paling lambat jam 9 besok harinya, bank persepsi mengirimkan laporan ke KPPN. Laporan tersebut dikenal dengan istilah Laporan Harian Penerimaan (LHP) yang berisi bukti setoran, nota debet pelimpahan, rekening koran dan daftar nominatif penerimaan beserta arsip data komputer (ADK) laporan. KPPN akan memproses laporan tersebut dan menyusun laporan yang dikenal dengan Laporan Kas Posisi (LKP). Laporan ini bersifat manajerial yang berisi antara lain informasi saldo rekening-rekening KPPN pada bank persepsi. Sebenarnya pada LKP juga tercantum informasi rekening bank operasional (BO) yang merupakan rekening pengeluaran. Tapi akan saya bahas pada kesempatan lain. Dengan LKP beserta lampirannya, dapat diketahui berapa  besar penerimaan negara pada suatu wilayah kerja KPPN.

Itulah gambaran besarnya. Tentu saya tidak akan menjelaskan detil karena akan terlalu teknis.

Apakah masih dimungkinkan adanya pemalsuan surat setoran pajak? Saya kira sistem sudah mengantisipasi hal tersebut. Dengan adanya NTPN dan NTB, rasanya sulit untuk melakukan pemalsuan surat setoran. Apalagi ada yang namanya sistem konfirmasi surat setoran yang dapat dilakukan di KPPN. Dengan sistem ini, KPPN dapat melacak atau mengecek satu surat setoran apakah memang sudah ada setoran uang ke kas negara.

Nah, untuk setoran PBB yang masih dikelola oleh pusat, sebelum tahun 2014, setoran itu baru dilimpahkan ke rekening yang dikenal dengan nama rekening BO III PBB pada setiap hari Jumat. Dan pada Jumat berikutnya akan dilakukan pembagian PBB oleh KPPN. Ada bagian untuk pemerintah pusat dan ada bagian untuk Pemda. Tetapi, sejak awal tahun 2014, setoran PBB harus disetorkan ke rekening SUBRKUN di BI setempat. Selanjutnya, pembagiannya akan dilakukan oleh DJPK sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dana transfer ke daerah.

Pada sistem peneriman negara existing masih memiliki kelemahan yaitu penerimaan negara hanya dapat diterima pada jam kerja yang ditentukan. Sehingga, wajib pajak atau masyarakat masih harus tetap mengantri di loket penerimaan negara. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah telah menggagas implementasi sistem MPN G2, yang memungkinkan wajib pajak atau masyarakat dapat melakukan setoran kapan saja dan dimana saja melalui ATM bank umum yang telah ditunjuk sebagai bank persepsi.

Bagaimana MPN G2 ini? Sudah ada uraian singkat tentang MPN G2 pada tulisan saya sebelumnya atau silakan klik link ini : MPN G2.

***