Kamis, 10 Januari 2013

Solusi Untuk Hari Kerja Kejepit

Saya sangat galau dengan kalender 2013. Banyak hari libur yang berada pada posisi kejepit hari kerja. Dengan kata lain, ada beberapa hari kerja yang kejepit hari libur. Sebut saja tanggal 25 Januari, 11 Maret, 10 Mei, 7 Juni, 4 Nopember dan 27 Desember. Ini agak merisaukan saya. Dimana kita ingin mengambil cuti pada satu hari kerja yang kejepit tersebut, terhalang aturan tidak boleh cuti satu hari saja, minimal harus 3 hari (jika jatah cutinya masih lebih dari 2 hari). Padahal nyata-nyata kita hanya butuh cuti satu hari pada hari kerja kejepit itu. Saya kira Anda juga berpikir demikian. Apa solusinya?

Sejatinya, benarkah kita betul-betul dilarang mengambil cuti satu hari saja, meski jatah cuti kita masih banyak ?. Mari kita uji. Kita tentu ingat tanggal 24 Desember yang lalu atau tanggal 31 Desember. Pemerintah melalui SKB 3 menteri menetapkan pada tanggal tersebut sebagai cuti bersama (mengambil jatah cuti tahunan). Yang artinya kita cuti (tahunan) satu hari pada tanggal tersebut. Bukankah ini sebenarnya menyalahi ketentuan bahwa cuti tahunan minimal 3 hari.

Dengan dasar penetapan cuti bersama yang notabene adalah cuti tahunan yang ditetapkan tidak selama 3 hari berturut-turut, dimana dalam satu bulan tertentu ada yang ditetapkan 1 hari atau pada bulan berikutnya ditetapkan 2 hari, saya kira ini bisa menjadi dasar, kita boleh mengambil jatah cuti tahunan cukup 1 hari saja. Anda setuju?

Masalahnya adalah di tingkat pimpinan kementerian/lembaga, tidak atau belum setuju dengan logika tersebut, masih keukeuh dengan PP tentang cuti bahwa cuti tahunan minimal 3 hari secara berturut-turut. Kalau sudah begini, apa solusi lainnya?

Saat ini, bisa dikatakan sudah banyak kementerian/lembaga yang mendapatkan remunerasi/insentif. Biasanya, bagi pegawai yang tidak masuk kerja bukan karena cuti tahunan, akan dikenakan potongan insentif dengan besaran sesuai ketentuan di masing-masing kementerian. Dengan kalimat lain, kalau mengambil jatah cuti tahunan tidak dikenakan potongan.

Kalau kemudian misalnya pada tanggal 25 Januari kita ijin tidak masuk kerja, maka kita akan dikenakan potongan. Padahal sebenarnya kita ingin mengambil jatah cuti tahunan satu hari saja, agar pada tanggal tersebut tidak dikenakan potongan. Karena tidak boleh cuti satu hari, dibawah ini mungkin solusi yang bisa saya tawarkan.

'Pemotongan jatah cuti tahunan agar tidak dipotong insentif'. Itu mungkin sebuah kalimat solusi yang saya tawarkan. Pegawai yang ijin tidak masuk kantor, tidak akan dilakukan pemotongan insentif, apabila yang bersangkutan menyatakan mengambil jatah cuti tahunan dengan membuat Surat Pernyataan. Dengan surat pernyataan tersebut, pengelola kepegawaian melakukan pemotongan jatah cuti tahunan pada kartu cuti pegawai berkenaan. Jadi, pegawai yang ijin tidak masuk kerja, selain membuat surat ijin tidak masuk kerja, apabila tidak ingin dipotong insentifnya, maka dia membuat surat pernyataan pemotongan jatah cuti tahunan.

Contoh surat pernyataannya, bisa seperti ini :
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama           :
NIP             :
Jabatan       :
Unit Kerja    :
Pada hari .................... tanggal ………………….. berstatus tidak masuk kantor/kerja karena alasan ......... dan telah mendapat ijin dari atasan/pimpinan.
Atas status tersebut, saya menyatakan mengambil jatah cuti tahunan tahun ........... selama satu hari pada hari ................ tanggal ................... Selanjutnya mohon tidak dilakukan pengenaaan potongan insentif/(dengan istilah lain) dan pada catatan cuti saya, agar dilakukan penyesuaian.
Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
                                                                  ............,  ....................            
Atasan (minimal eselon III)                                      Yang menyatakan,

……………………                                                              …………………

***
Saya kira tawaran diatas, adalah win-win solution. Pimpinan tidak perlu melanggar aturan, karena tidak menerbitkan ijin cuti 1 hari, dan pegawai tidak dikenakan pemotongan insentif. Bila dikembangkan, solusi ini bisa juga digunakan untuk pegawai yang, misalnya mendapatkan musibah dan dia hanya butuh satu hari saja untuk tidak masuk kerja dan tidak ingin dikenakan potongan insentif. Masalahnya, maukah pimpinan Anda dengan solusi itu?